Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pulang ke Tuhan (Karya Rifa'i Ali)

Puisi “Pulang ke Tuhan” karya Rifa’i Ali bercerita tentang seseorang yang meninggal di tanah rantau, dalam kondisi miskin dan sendiri. Ketika ...
Pulang ke Tuhan

Terbujur dagang tidak beruang,
Jauh neg’ri jauh pamili,
Mati s’orang di rantau orang
Memang sedih sakit sekali.

Lebih pedih meracun mati,
Mati di mata sanak-saudara,
Bila dapat dibaca hati:
Mereka tinggal dengan gembira.

Baru terasa sampai ke tulang:
Datang ke mari seorang diri,
Seorang jua kini pulang ...
O, jangan pamili melalai bakti!

Pulang ke Tuhan selagi teruna,
Agar hidup tak sia-sia;
Tidak tahu membalas guna
Terima kasih dari dunia.

Sumber: Kata Hati (1941)

Analisis Puisi:

Puisi “Pulang ke Tuhan” karya Rifa’i Ali merupakan refleksi mendalam tentang kematian, kesendirian, dan hubungan manusia dengan Tuhan serta sesama. Dengan nuansa tradisional dan religius, puisi ini membawa pembaca untuk merenungkan makna hidup yang sejati dan pentingnya kembali kepada Tuhan sebelum ajal menjemput.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kematian dalam kesendirian di perantauan, serta kerinduan akan makna hidup yang sejati dan hubungan spiritual dengan Tuhan. Tema tambahan yang menguatkan puisi ini adalah pengabaian dari orang terdekat, serta panggilan untuk hidup yang lebih bermakna sebelum terlambat.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah penderitaan batin orang yang merantau dan meninggal jauh dari keluarga, baik secara fisik maupun emosional. Kematian di tanah orang lain menjadi simbol keterasingan dan kehilangan tempat berpulang. Di sisi lain, puisi ini menyiratkan bahwa tidak semua keluarga peduli—ada juga sanak-saudara yang tinggal bersenang-senang, walau saudaranya meninggal di kejauhan. Selain itu, ada seruan spiritual bahwa hidup akan sia-sia jika tidak kembali kepada Tuhan selagi muda, sebelum semuanya terlambat.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang meninggal di tanah rantau, dalam kondisi miskin dan sendiri. Ketika meninggal, ia tidak hanya merasakan sakit secara fisik, tapi juga pedih karena diabaikan oleh sanak-saudara yang tidak menunjukkan empati. Dalam bagian akhir, puisi ini menyuarakan seruan moral dan spiritual, agar seseorang pulang ke Tuhan selagi muda dan tidak melupakan tujuan hidup yang hakiki.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini sangat sendu, getir, dan penuh luka batin. Ada perasaan sepi yang menyelimuti, terutama ketika menggambarkan seseorang yang meninggal sendirian, jauh dari kampung halaman dan tanpa dukungan keluarga. Suasana spiritual muncul pada bagian akhir, saat sang penyair mengajak untuk kembali kepada Tuhan sebagai jalan menuju kedamaian dan keabadian.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan moral dan religius dari puisi ini cukup jelas:
  • Hidup di dunia ini tidak abadi, maka kembalilah kepada Tuhan sebelum terlambat.
  • Jangan mengabaikan orang-orang yang berjasa atau yang sedang menderita di perantauan.
  • Kematian bukan sekadar akhir kehidupan, tapi momentum untuk melihat kembali apa arti hidup dan kebaikan.

Imaji

Puisi ini membangkitkan beberapa imaji kuat yang menyentuh sisi emosional, di antaranya:
  • “Terbujur dagang tidak beruang” – menggambarkan mayat seseorang yang miskin dan sendiri.
  • “Jauh negeri jauh pamili” – menghadirkan imaji kerinduan pada keluarga yang jauh.
  • “Datang ke mari seorang diri, seorang jua kini pulang” – mempertegas kesendirian yang mencekam.
  • “Baru terasa sampai ke tulang” – menciptakan citraan penderitaan yang sangat dalam dan menusuk.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “Pulang ke Tuhan” bukan dalam arti fisik, melainkan kembali secara spiritual kepada Sang Pencipta.
  • Personifikasi: “Mereka tinggal dengan gembira” – menggambarkan keluarga yang tampak tak peduli, seolah perasaan mereka bisa dibaca secara langsung.
  • Paradoks: “Mati di mata sanak-saudara” – menekankan bahwa terkadang orang yang masih hidup bisa dianggap "mati" karena diabaikan dan dilupakan.
Puisi “Pulang ke Tuhan” adalah seruan hening namun kuat tentang hakikat hidup, kematian, dan pengabaian. Melalui gambaran tragis seorang perantau yang meninggal sendiri, Rifa’i Ali menyampaikan bahwa hidup tidak cukup hanya dijalani, tapi harus dihayati dengan penuh kesadaran spiritual dan tanggung jawab sosial. Puisi ini mengajak kita untuk merenung, bersyukur, dan tidak lalai dalam berbuat baik—terutama kepada mereka yang berjasa atau terpinggirkan.

Puisi: Pulang ke Tuhan
Puisi: Pulang ke Tuhan
Karya: Rifa'i Ali

Biodata Rifa'i Ali:
  • Rifa'i Ali lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 24 April 1909.
  • Rifa'i Ali adalah salah satu Sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.