Sumber: Puisi Cinta Terbaik Versi Lokomoteks (2017)
Analisis Puisi:
Puisi “Selain Cahaya Matamu” karya Saini KM merupakan sebuah renungan liris tentang cinta, harapan, dan eksistensi dalam dunia yang penuh penderitaan dan ketidakpastian. Disusun dalam tiga bait yang masing-masing terdiri dari empat baris, puisi ini menghadirkan suara batin seorang tokoh lirik yang tidak memiliki apa pun kecuali cinta dan tatapan mata pasangannya, yang menjadi satu-satunya pelita dalam kegelapan hidup.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merasakan dirinya kosong, tak memiliki apa-apa lagi dalam hidup yang penuh luka sejarah dan penderitaan, kecuali cinta dan perhatian dari orang yang dicintainya. Dalam situasi sulit, hanya cinta yang menjadi pegangan. Tatapan mata dan uluran tangan sang kekasih menjadi sumber kekuatan, semacam kehadiran spiritual yang menyelamatkan dari kehancuran batin.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah cinta sebagai kekuatan penopang hidup di tengah penderitaan sejarah dan spiritual.
Subtema yang mengalir meliputi:
- Penderitaan eksistensial manusia
- Cinta yang transenden dan menyelamatkan
- Hubungan antarjiwa yang memberi makna dalam kesunyian zaman
- Harapan dalam kekosongan
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini sangat dalam dan puitis:
- Penyair menampilkan cinta sebagai satu-satunya “cahaya” dalam hidup yang penuh luka sejarah dan kegelapan moral. Kata-kata seperti “nabi-nabi lahir dan disalib” tidak hanya merujuk pada tokoh religius, tetapi juga bisa ditafsirkan sebagai lambang manusia-manusia suci yang terus mengalami penderitaan dalam sistem yang tidak adil.
- Tatapan mata menjadi lambang kejujuran dan kedalaman relasi jiwa. Dalam dunia yang tidak memberi banyak pegangan, hanya cinta yang jujur mampu menjadi “jendela” untuk memahami diri sendiri dan orang lain.
- Ada sindiran halus terhadap dunia modern yang kehilangan spiritualitas dan kehangatan kemanusiaan. Penyair menyerukan pentingnya menatap mata satu sama lain, mencari kembali makna dalam hubungan antarmanusia yang sejati.
Unsur Puisi
Beberapa unsur puisi yang mencolok dalam karya ini antara lain:
- Diksi sederhana tapi dalam makna: kata-kata seperti cahaya matamu, riwayat hidup, tanganmu, kabut, langit mawar, penjara, sunyiku—penuh muatan emosional dan simbolik.
- Nada lirih dan kontemplatif: puisi ini tidak penuh ledakan emosi, tetapi memilih nada tenang yang dalam, seperti perenungan sunyi dari hati ke hati.
- Struktur tiga bait yang padat namun padat isi, menyiratkan intensitas emosi dan makna.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang dibangun dalam puisi ini adalah melankolis, intim, dan reflektif. Kita seperti mendengar suara hati seseorang yang sedang menyampaikan perasaan terdalamnya kepada sosok yang sangat berarti, dalam suasana dunia yang suram dan tidak ramah. Sunyi, luka sejarah, dan pencarian pegangan hidup menjadi latar suasana yang kuat di sepanjang puisi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan pesan universal tentang kemanusiaan:
- Ketika dunia tidak memberi pegangan, cinta dan hubungan antarmanusia yang jujur bisa menjadi tempat berlindung dan kekuatan.
- Tatapan mata dan uluran tangan yang tulus lebih berarti daripada seribu kata dalam situasi penuh kebingungan dan penderitaan.
- Di dunia yang penuh riwayat luka, kita masih bisa “melihat” dan “menemukan” kamar masing-masing—ruang batin kita—melalui cinta yang murni.
Imaji
Puisi ini dipenuhi imaji yang kuat namun halus:
Imaji visual:
- “cahaya matamu” — memberi bayangan sinar dari tatapan, penuh kelembutan.
- “kabut menangkap tangan” — menyiratkan pencarian dalam ketidakjelasan.
- “langit mawar” — imaji romantik dan harapan.
- “jendela-jendela kaca” — menyimbolkan transparansi, kejujuran, sekaligus kerentanan jiwa.
Imaji emosional:
- “tinggal luka mereka, abadi berdenyut di daging kita” — menghadirkan rasa duka kolektif manusia sepanjang sejarah.
Majas
Puisi ini kaya akan majas yang membangun kekuatan ekspresi:
Metafora:
- “cahaya matamu” sebagai simbol harapan dan cinta sejati.
- “langit mawar” menggambarkan harapan yang indah.
- “penjara-penjara bagi roh kita” — bukan penjara fisik, tapi keterkungkungan spiritual dan sosial.
Hiperbola:
- “nabi-nabi lahir dan disalib dalam riwayat hidup kita yang sudah beribu tahun” — melebih-lebihkan untuk menegaskan siklus penderitaan manusia yang tak kunjung usai.
Personifikasi:
- “kabut menangkap tangan” — kabut digambarkan seolah hidup dan bergerak.
- “sunyi” yang dimiliki sebagai milik pribadi — “janganlah berpaling dari sunyiku”
Puisi “Selain Cahaya Matamu” adalah puisi yang mengangkat makna cinta sebagai satu-satunya cahaya dalam dunia yang kehilangan arah dan makna. Dalam gaya liris yang halus, Saini KM memperlihatkan bagaimana cinta, tatapan, dan kehadiran manusia yang tulus bisa menjadi “jendela” tempat kita menemukan kembali diri sendiri dan satu sama lain.
Puisi ini adalah peringatan yang lembut namun kuat: bahwa di tengah badai sejarah, kekosongan spiritual, dan runtuhnya nilai, cinta tetap bisa menjadi satu-satunya pelita. Dan terkadang, “cahaya matamu” lebih penting dari segalanya.
Karya: Saini KM
Biodata Saini KM:
- Nama lengkap Saini KM adalah Saini Karnamisastra.
- Saini KM lahir pada tanggal 16 Juni 1938 di Kampung Gending, Desa Kota Kulon, Sumedang, Jawa Barat.
- Saini KM dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan 1970-an.