Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Seribu Kekupu (Karya Surachman R.M.)

Puisi "Seribu Kekupu" karya Surachman R.M. bercerita tentang pengamatan dan perenungan penyair terhadap kupu-kupu, sebagai simbol kehidupan.
Seribu Kekupu
(Butterfly Farm, Penang, Malaysia)

Kini aku jadi tahu tentang rahasia madu
yang dilahap dari sumbernya oleh seribu kekupu
Terus telur-telur kehidupan itu bertebaran
dan berlabuh di antara anak dahan, dedaunan

Ada yang menari-nari. Ada yang dalam merenung
menafsirkan firasat - saat kematian itu
mustahil luput. Menggelar batik-batik sayapnya
sebelum melesat dari landasan fana terhina

Selaksa ulat di sudut taman tenteram sekali
merayap, melalap lembar demi lembar daun
Mengerti satu hari diri semadi. Menyepi
dalam sel waktu, sisa usia menurun

Di relung insektarium aku pun ikut-ikutan
mengamati aneka kekupu. Tersemat kaku -
hijau, kuning, dadu, biru, ungu ...
Siapa haru di mana ruh-ruhnya berkeliaran

Sumber: Horison (Maret, 1994)

Analisis Puisi:

Puisi "Seribu Kekupu" karya Surachman R.M. merupakan karya yang kaya akan simbol dan imaji alam. Melalui figur kupu-kupu dan proses metamorfosisnya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang hidup, kematian, dan makna spiritual dalam perjalanan eksistensial manusia. Dengan struktur empat bait yang seimbang dan penuh majas, puisi ini menawarkan kedalaman makna yang tidak langsung, namun menggugah.

Tema

Tema utama puisi ini adalah siklus kehidupan dan kesadaran akan kematian, yang diproyeksikan lewat dunia serangga, khususnya kupu-kupu. Lewat simbol alam tersebut, penyair menyiratkan proses perubahan, penantian, dan kesementaraan hidup.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah refleksi terhadap nasib dan perjalanan jiwa manusia, dari proses kehidupan yang tumbuh dan berkembang, hingga kematian yang tak terhindarkan. Kupu-kupu, dalam konteks ini, bukan hanya makhluk yang indah, tetapi representasi jiwa yang terus berubah, bertanya, bahkan mempertanyakan asal dan tujuan eksistensinya. Proses menjadi ulat, kepompong, hingga kupu-kupu menyiratkan transformasi spiritual yang tenang, sunyi, namun tidak terelakkan.

Puisi ini bercerita tentang pengamatan dan perenungan penyair terhadap kupu-kupu, sebagai simbol kehidupan. Dalam pengamatan tersebut, penyair menemukan rahasia madu (kesenangan hidup), siklus lahirnya kehidupan, keindahan yang singkat, dan akhir yang tak terelakkan. Semua ini menyatu menjadi satu narasi kontemplatif tentang makna hadirnya kita di dunia.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang dihadirkan dalam puisi ini adalah tenang, reflektif, namun juga sarat dengan kesedihan yang halus. Kata-kata seperti merenung, menyepi, menggelar batik-batik sayapnya, hingga ruh-ruhnya berkeliaran, menciptakan kesan suasana batin yang hening dan dalam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang ingin disampaikan penyair adalah bahwa hidup ini fana dan penuh perubahan, dan manusia sebaiknya belajar dari alam — dari makhluk kecil seperti kupu-kupu — untuk menerima hidup dan kematian dengan penuh kesadaran. Di balik keindahan, selalu ada akhir. Namun dalam setiap proses itu, tersimpan makna dan spiritualitas yang layak direnungi.

Unsur Puisi

  • Struktur: Puisi terdiri dari 4 bait, masing-masing 4 baris. Setiap bait menggambarkan fase atau sisi berbeda dari kehidupan melalui simbol kupu-kupu.
  • Rima: Rima akhir tiap bait berbeda dan tidak berpola tetap, menciptakan kesan bebas namun harmonis.
  • Diksi: Pemilihan kata bersifat simbolik dan lembut, seperti madu, batik-batik sayap, sel waktu, insektarium, yang memperkuat kesan kontemplatif dan estetis.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan taktil, di antaranya:
  • “seribu kekupu”, “anak dahan, dedaunan”: menciptakan gambaran hutan atau taman yang hidup.
  • “batik-batik sayapnya”: imaji visual kuat yang menggambarkan keindahan sayap kupu-kupu.
  • “ulat di sudut taman”, “merayap, melalap daun”: menyuguhkan gambaran hidup yang sederhana namun penuh makna.
  • “tersemat kaku – hijau, kuning, dadu, biru, ungu”: kontras antara warna dan kematian, antara keindahan dan kebekuan.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “rahasi madu” sebagai lambang kenikmatan atau kebijaksanaan hidup; “landasan fana terhina” menggambarkan dunia yang dianggap rendah dalam perspektif spiritual.
  • Personifikasi: “telur-telur kehidupan bertebaran dan berlabuh” menggambarkan proses lahir dan tumbuh secara puitis.
  • Simbolisme: Kupu-kupu sebagai simbol transformasi, spiritualitas, dan kefanaan.
  • Hiperbola: “seribu kekupu”, “selaksa ulat” menegaskan betapa banyaknya representasi kehidupan yang bisa diamati.
Puisi "Seribu Kekupu" adalah puisi yang dalam dan penuh makna. Dengan menggunakan simbol kupu-kupu sebagai pusat metafora, Surachman R.M. mengajak kita merenungkan hakikat hidup yang singkat namun penuh keindahan dan pelajaran. Kehidupan yang dijalani dengan kesadaran akan kefanaan justru membuka ruang bagi pemahaman spiritual dan kedamaian. Puisi ini tidak hanya menyajikan keindahan bahasa, tetapi juga mengajak pembaca untuk menyelami makna hidup dari yang kecil, yang hening, dan yang tersembunyi dalam gerak alam.

Surachman R.M.
Puisi: Seribu Kekupu
Karya: Surachman R.M.

Biodata Surachman R.M.:
  • Surachman R.M. lahir pada tanggal 13 September 1936 di Garut, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.