Sumber: Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Analisis Puisi:
Puisi "Siang" karya Abdul Hadi WM adalah karya yang bernuansa eksistensial dan reflektif. Dalam larik-larik pendek namun tajam, penyair menyampaikan kesunyian, kerapuhan, dan kefanaan hidup manusia melalui metafora waktu, alam, dan perasaan. Puisi ini mencerminkan gaya khas Abdul Hadi WM yang filosofis dan penuh simbol.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kekosongan dan absurditas hidup di tengah kesadaran waktu yang terus berjalan. Siang digambarkan bukan sekadar waktu, melainkan simbol perjalanan, pencarian makna, dan realitas yang tidak selalu menghadirkan kedamaian.
Puisi ini bercerita tentang siang sebagai tokoh simbolik—seorang pejalan jauh yang kesepian dan tak pernah berhenti di bawah naungan teduh. Penyair menggunakan siang sebagai cermin dari manusia yang terus berjalan dalam hidup tanpa jaminan makna, cinta, atau ketenangan yang sejati. Ada gambaran tentang interaksi yang indah namun sia-sia, seperti "kasih dan bisik-bisik kita", serta "cinta sia-sia".
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kegelisahan eksistensial manusia dalam menghadapi hidup yang sementara, relasi yang tak utuh, dan kematian yang tak terelakkan. Bahkan hal-hal yang indah seperti cinta dan kata-kata pada akhirnya mengalir menuju kehampaan, seperti sungai ke laut yang luas dan tak terbatas. Penyair juga menyiratkan bahwa manusia tak pernah benar-benar bisa "beristirahat" dari kegelisahan—bahkan malam pun tidak menjanjikan tidur.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang bisa ditangkap adalah bahwa hidup adalah perjalanan panjang dan tak selalu menghadirkan kejelasan atau keteduhan. Manusia sebaiknya menyadari kefanaan dan ketakterhindaran kematian, serta tidak menggantungkan harapan mutlak pada hal-hal yang tampak indah namun bisa jadi hampa—seperti cinta yang tak terbalas atau kata-kata yang tak bermakna. Ada ajakan untuk kontemplasi, untuk menyadari bahwa bahkan dalam terang siang hari, manusia bisa merasa kosong.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini adalah suram, sunyi, dan penuh kegelisahan batin. Kata-kata seperti “udara kosong,” “cinta sia-sia,” dan “mustahil tidur” menciptakan atmosfer yang murung dan reflektif.
Imaji
Puisi ini kuat dalam imaji visual dan emosional, contohnya:
- “Di atas kepalanya yang tak pernah teduh udara kosong” – menggambarkan suasana panas, gersang, dan tak nyaman.
- “burung-burung hanya beterbangan / bagai kasih dan bisik-bisik kita” – menghadirkan bayangan keindahan yang cepat berlalu atau tak bisa digenggam.
- “kata-kata mengalir bagai sungai ke lautan birunya” – menggambarkan kata-kata sebagai sesuatu yang terus bergerak tanpa arah yang pasti, menuju kekosongan.
Majas
Beberapa majas yang digunakan antara lain:
- Personifikasi: “Siang ternyata hanya seorang pejalan jauh” – siang diberi sifat manusiawi, seolah ia makhluk hidup yang berjalan.
- Simile (majas perbandingan): “bagai kasih dan bisik-bisik kita”, “bagai lembut tangan dan cinta sia-sia kita” – membandingkan burung yang beterbangan dengan emosi dan relasi manusia.
- Metafora: “kata-kata mengalir bagai sungai ke lautan birunya” – kata-kata digambarkan seperti aliran sungai yang terus menuju samudra, menggambarkan ketakberhinggaan atau hilangnya makna.
Puisi "Siang" karya Abdul Hadi WM adalah sebuah renungan puitis yang mengajak pembaca untuk merenungi hakikat hidup, cinta, waktu, dan kematian. Dengan gaya bahasa yang simbolik dan sarat makna, penyair menyampaikan bahwa hidup adalah perjalanan panjang yang penuh kekosongan dan pertanyaan. Siang, dalam puisi ini, bukan hanya waktu dalam sehari, tetapi lambang dari kesadaran yang terang namun tetap tak bisa menghindari kegelisahan dan kefanaan. Sebuah puisi yang singkat namun menggugah kesadaran eksistensial manusia.
Karya: Abdul Hadi WM
Biodata Abdul Hadi WM:
- Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Widji Muthari) lahir di kota Sumenep, Madura, pada tanggal 24 Juni 1946.
- Abdul Hadi WM adalah salah satu tokoh Sastrawan Angkatan '66.
