Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Yang Telah Lalu (Karya Faisal Baraas)

Puisi "Yang Telah Lalu" karya Faisal Baraas bercerita tentang dua insan yang pernah bersama dalam cinta, namun kini telah terpisah oleh waktu dan ...
Yang Telah Lalu

meskipun kita sedih sekali waktu
ketika harus mengenang yang lalu
dalam remang cuaca dan warna ungu
bayang-bayang dirimu, bayang-bayang diriku
meskipun tak ada lagi rindu
yang biasa kita punahkan dalam gardu
di sudut taman yang kita jadikan kubu
bagi cinta kelabu, semua kelabu
meskipun anggerek di rumahmu
yang kita tanam dalam sumpah menyatu
telah lama merunduk layu
karena hidup yang ragu, tak mampu
meskipun semua itu
hadir dalam sepimu, sepiku
tapi ada yang mesti kita tahu:
kita berbeda dalam merasa sesuatu

1969

Sumber: Horison (Juli, 1971)

Analisis Puisi:

Puisi "Yang Telah Lalu" karya Faisal Baraas menyuarakan kegelisahan emosional dalam menghadapi kenangan yang pernah hangat namun kini telah usang. Dengan struktur yang padat dan rima yang konsisten, puisi ini menghadirkan suasana melankolis yang menyentuh. Melalui perenungan yang jujur dan penuh pengakuan, penyair mengajak pembaca untuk menelusuri perasaan cinta yang telah berganti wujud dan makna.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah kenangan cinta yang telah berlalu dan perbedaan dalam cara merasakan kehilangan. Cinta masa lalu menjadi pusat refleksi, dengan nada sedih namun penuh penerimaan bahwa segala yang pernah ada tidak selalu bisa kembali atau disatukan.

Puisi ini bercerita tentang dua insan yang pernah bersama dalam cinta, namun kini telah terpisah oleh waktu dan perubahan rasa. Meskipun kenangan mereka masih membekas—tergambar lewat tempat, suasana, dan simbol-simbol tertentu—perasaan mereka tak lagi sama. Cinta itu telah usai, dan masing-masing berjalan dengan luka serta pemaknaan yang berbeda.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa perasaan tidak bisa dipaksakan untuk tetap sama seiring waktu. Meski kenangan tetap hidup dalam benak, kenyataan emosional dan eksistensial telah berubah. Penyair mengajak kita untuk memahami bahwa dalam relasi manusia, yang tersisa dari cinta bisa saja hanya perbedaan dalam cara merasakan: yang satu mungkin masih terikat, yang lain mungkin telah benar-benar lepas.

Unsur Puisi

Beberapa unsur puisi yang menonjol dalam karya ini antara lain:
  • Struktur: Terdiri dari satu bait panjang dengan 16 baris.
  • Rima: Sangat teratur, setiap baris diakhiri dengan bunyi vokal -u, menciptakan harmoni yang memperkuat nuansa kesedihan dan konsistensi emosi.
  • Diksi: Pilihan kata seperti kelabu, layu, ragu, sepiku, memperkuat kesan kehilangan dan kegagalan cinta.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis dan reflektif, diliputi perasaan sedih namun tidak dramatik. Ada kesedihan yang tenang dan pasrah, seperti seseorang yang sudah lelah menyesali dan kini hanya ingin memahami.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang disampaikan puisi ini adalah bahwa tidak semua cinta harus berakhir dengan bersatu. Ada cinta yang mengajarkan, menyisakan kenangan, namun juga mengharuskan dua orang untuk berjalan di jalan masing-masing. Penerimaan atas perbedaan cara mencinta dan merasakan menjadi bentuk kedewasaan emosional yang ditekankan penyair.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan emosional, seperti:
  • “remang cuaca dan warna ungu” — menciptakan suasana senja atau keraguan yang mendalam.
  • “anggerek yang merunduk layu” — menggambarkan simbol cinta yang dulu dirawat bersama, kini telah mati karena ketidakmampuan menjaga komitmen.
  • “taman yang kita jadikan kubu” — menghadirkan bayangan ruang aman yang pernah ada untuk dua hati, kini tinggal kenangan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Repetisi: Kata “meskipun” diulang pada beberapa baris awal, menegaskan penyangkalan dan penerimaan yang bersamaan.
  • Metafora: “gardu” dan “kubu” cinta, serta “anggerek yang layu” digunakan sebagai lambang hubungan dan perasaannya.
  • Personifikasi: “hidup yang ragu, tak mampu” — memberi karakter manusia pada kehidupan, seolah ia lelah dan tidak sanggup menahan cinta.
  • Paralelisme: Struktur kalimat yang senada antar baris memperkuat kesan runtut dan ritmis.
Puisi "Yang Telah Lalu" adalah puisi yang sarat keheningan batin dan kedalaman rasa. Faisal Baraas menyampaikan bahwa cinta yang tidak bertahan bukan berarti gagal, tetapi justru memberikan ruang bagi kita untuk mengenali diri, memahami perubahan, dan belajar melepaskan. Rima yang teratur mencerminkan keterikatan pada masa lalu, namun isi yang penuh kesadaran menunjukkan kematangan dalam menerima realitas yang berubah.

Puisi: Yang Telah Lalu
Puisi: Yang Telah Lalu
Karya: Faisal Baraas

Biodata Faisal Baraas:
  • Faisal Baraas lahir pada tanggal 16 Agustus 1947 di desa Loloan Barat, Negara, Jembrana, Bali.
© Sepenuhnya. All rights reserved.