Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Antara Nyata dan Sayup (Karya Suripto Harsah)

Puisi “Antara Nyata dan Sayup” karya Suripto Harsah bercerita tentang seseorang yang berada dalam perjalanan batin yang penuh keresahan dan ...
Antara Nyata dan Sayup

di antara nyata dan sayup sepi mulai beterbangan
itu pun bercampur dalam deru mobil yang baru saja lewat
masih jauh. Masih sangat jauh sekali
buat mengakhiri perjalanan sunyi malam ini
badanku menggigil. Daun-daun mengaduh ditiup senyap
menempias lampu di rimbun bayang
sunyi-mu tuhan kenapa mesti merembes ke dalam dadaku
atas sunyi-mu engkau pun jadi membuka dosa
di kamar gelap. Berbisik-bisik seperi komidi sulap
aku tidak tahu ini sudah waktu apa
(he, waktu apa!)
tidur, tidur saja supaya gembungku segera sembuh
menjelang kelahiran!

1970

Sumber: Horison (November, 1974)

Analisis Puisi:

Puisi “Antara Nyata dan Sayup” karya Suripto Harsah menghadirkan atmosfer malam yang kelam dan kontemplatif, dipenuhi oleh perasaan asing, gelisah, dan spiritual yang dalam. Larik-larik dalam puisi ini tidak hanya menjadi catatan tentang malam yang lengang, tetapi juga mencerminkan benturan kesadaran batin antara realitas, spiritualitas, dan tubuh yang terombang-ambing dalam penderitaan.

Tema

Puisi ini mengangkat tema eksistensial dan spiritual, yaitu tentang pergumulan batin manusia dalam kesepian malam yang menghadapkan dirinya pada Tuhan, tubuhnya sendiri, dan waktu yang membingungkan. Kegelapan malam menjadi metafora dari ruang perenungan yang tidak hanya fisik, tetapi juga psikis dan spiritual.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah bagaimana kesepian malam dapat menjadi ruang pembuka kesadaran, bahkan hingga pada titik yang paling rapuh dan gelap dalam diri manusia. Ada pengalaman spiritual yang tidak disampaikan secara religius secara eksplisit, tetapi melalui perasaan hampa, keterasingan, dan ketidakpastian waktu, pembicara puisi merasa terdorong untuk berhadapan dengan dosanya sendiri di hadapan Tuhan yang sunyi.

Sunyi di sini bukan semata-mata ketiadaan suara, melainkan sebuah kondisi eksistensial, di mana manusia menyadari bahwa dirinya sendiri adalah bagian dari kesendirian kosmis itu. Kalimat seperti “sunyi-Mu Tuhan kenapa mesti merembes ke dalam dadaku” mengisyaratkan kesadaran akan transendensi yang terasa berat dan menggetarkan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berada dalam perjalanan batin yang penuh keresahan dan keterasingan di tengah malam. Dalam kesunyian yang bercampur deru mobil, getar daun, dan gelapnya kamar, tokoh aku merasa tubuhnya menggigil dan batinnya didera rasa bersalah, keresahan, dan harapan akan kesembuhan—baik secara fisik maupun spiritual. Ia mempertanyakan waktu, Tuhan, dan dirinya sendiri.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini kelam, mencekam, dan kontemplatif. Kata-kata seperti “menggigil”, “sunyi”, “berbisik-bisik seperti komidi sulap”, dan “gelap” menciptakan atmosfer yang suram dan penuh ketegangan batin. Ada juga kesan antara terjaga dan mengigau, antara nyata dan khayal.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa:
  • Manusia kerap didera kesepian dan kegelisahan saat berada sendirian, terutama di malam hari, ketika tidak ada hiruk-pikuk dunia yang bisa mengalihkan batin.
  • Sunyi adalah ruang yang bisa menguak dosa dan membuka kesadaran terdalam akan eksistensi dan penderitaan tubuh manusia sendiri.
  • Spiritualitas bukan selalu tentang doa dan harapan, tapi juga tentang rasa takut, kegelisahan, dan konfrontasi dengan waktu serta tubuh yang rapuh.

Imaji

Puisi ini memunculkan imaji yang kuat, antara lain:
  • Visual: “daun-daun mengaduh ditiup senyap”, “lampu di rimbun bayang”, “kamar gelap”
  • Auditori: “bercampur dalam deru mobil yang baru saja lewat”, “berbisik-bisik seperti komidi sulap”
  • Kinestetik: “badanku menggigil”
  • Spiritual: “sunyi-Mu Tuhan kenapa mesti merembes ke dalam dadaku”
Imaji-imaji ini membangun nuansa dunia yang tidak lagi sepenuhnya nyata ataupun bisa dijelaskan dengan logika—sebuah dunia batin yang mengawang antara kesadaran dan mimpi buruk.

Majas

Puisi ini banyak menggunakan majas simbolik dan personifikasi, seperti:

Personifikasi:
  • “daun-daun mengaduh ditiup senyap” (daun digambarkan seperti manusia yang mengeluh)
  • “sunyi-Mu Tuhan kenapa mesti merembes ke dalam dadaku” (sunyi bersifat aktif dan masuk ke dalam dada)
Metafora:
  • “kamar gelap” sebagai simbol dari ruang batin yang kelam
  • “komidi sulap” sebagai kiasan dari tipu daya atau kebingungan antara nyata dan tidak nyata
Hiperbola:
  • “masih sangat jauh sekali buat mengakhiri perjalanan sunyi malam ini” menunjukkan panjangnya penderitaan dan ketidakpastian waktu
Tanya retoris:
  • “waktu apa!?” – mempertanyakan realitas waktu yang tak dapat ditangkap secara pasti
Puisi “Antara Nyata dan Sayup” karya Suripto Harsah adalah karya liris yang menggambarkan kegelisahan spiritual dan eksistensial manusia di tengah malam sunyi. Dalam ruang gelap dan remang-remang antara sadar dan mimpi, realitas dan imajinasi, tokoh lirik mengalami pergolakan batin yang tak hanya menyentuh tubuhnya yang sakit, tetapi juga rohnya yang resah.

Dengan tema kesunyian, keterasingan, dan pertanyaan spiritual, puisi ini menyiratkan bahwa perjalanan batin manusia tak selalu berujung pada pencerahan, melainkan juga bisa membawa pada keterlunta-luntaan dan permohonan akan kesembuhan serta pengampunan. Imaji yang kuat dan majas yang padat memperkuat puisi ini sebagai karya yang menyimpan kekayaan tafsir dalam lorong sunyi malam dan ketidakpastian waktu.

Puisi: Antara Nyata dan Sayup
Puisi: Antara Nyata dan Sayup
Karya: Suripto Harsah
© Sepenuhnya. All rights reserved.