Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bangun Pagi (Karya Suripto Harsah)

Puisi “Bangun Pagi” karya Suripto Harsah bercerita tentang momen pagi yang dibuka dengan sapaan, refleksi, dan dorongan emosional yang terpendam.
Bangun Pagi

selamat pagi, selamat pagi
diamlah. Langit segera saja cerah
alam terbuka bagi kerja hari ini
merentangkan tangannya yang lebar

kubayangkan hutan lebat di sini
di sekeliling sunyi

selamat pagi, selamat pagi
nah, sekarang mandilah, dik
kemudian panjatlah pohon-pohon jambu
lalu menjatuhlah. Bergumul dengan rinduku.

1973

Sumber: Horison (November, 1974)

Analisis Puisi:

Puisi "Bangun Pagi" karya Suripto Harsah menyuguhkan perpaduan antara sapaan lembut pagi hari dengan imaji alam yang tenang sekaligus penuh gairah. Meski menggunakan diksi yang sederhana dan seolah menyuarakan rutinitas harian, puisi ini menyimpan kedalaman makna emosional dan simbolik yang kuat. Di balik sapaan "selamat pagi", penyair menyelipkan lapisan perasaan yang kompleks.

Tema

Puisi ini mengangkat tema tentang rindu, harapan, dan keintiman personal yang disampaikan lewat aktivitas pagi hari. Namun, yang tampak seperti rutinitas atau ajakan biasa justru menyimpan dorongan emosional yang dalam. Pagi menjadi simbol pembuka segala kemungkinan, termasuk peluang untuk lebih dekat dengan orang yang dirindukan.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini menyuarakan kerinduan yang tertahan. Kalimat seperti "kemudian panjatlah pohon-pohon jambu / lalu menjatuhlah. Bergumul dengan rinduku" merupakan ekspresi keinginan untuk mendekat secara fisik dan emosional. Aktivitas bermain atau memanjat dalam konteks ini tak hanya literal, melainkan juga metafora untuk hubungan intim, kerinduan akan kedekatan yang pernah ada atau ingin dihadirkan.

Selain itu, baris-baris awal seperti “diamlah. Langit segera saja cerah / alam terbuka bagi kerja hari ini” memperlihatkan ketegangan batin antara suasana kontemplatif dan dorongan untuk bangkit dan menghadapi hari, menggambarkan kontras antara realitas dunia luar dan dunia batin yang penuh rindu.

Puisi ini bercerita tentang momen pagi yang dibuka dengan sapaan, refleksi, dan dorongan emosional yang terpendam. Seorang tokoh—kemungkinan seorang kekasih, anak, atau bahkan hanya tokoh rekaan dalam batin penyair—disapa dengan ajakan bangun, mandi, dan menikmati alam, tetapi kemudian diarahkan menuju interaksi yang lebih dalam, yaitu "bergumul dengan rinduku".

Dengan kata lain, puisi ini menggambarkan relasi antara hasrat, kenangan, dan alam sebagai satu kesatuan naratif yang utuh dalam satu fragmen pagi hari.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji alam dan aktivitas fisik. Imaji seperti:
  • “langit segera saja cerah”
  • “hutan lebat di sini”
  • “panjatlah pohon-pohon jambu”
  • “bergumul dengan rinduku”
Semua memperkuat suasana yang hidup dan berlapis. Kita bisa membayangkan pagi yang segar, pohon jambu yang lebat, dan seorang anak atau kekasih yang sedang bermain. Namun di balik semua itu, ada suara hati yang ingin menyatu atau menyampaikan kerinduan.

Majas

Puisi ini juga memanfaatkan beberapa majas, antara lain:
  • Metafora: “Bergumul dengan rinduku” adalah metafora untuk menyampaikan keintiman emosional, bukan dalam arti harfiah.
  • Personifikasi: “Alam terbuka bagi kerja hari ini / merentangkan tangannya yang lebar” — seolah-olah alam hidup dan menyambut pagi dengan tangan.
  • Repetisi: “Selamat pagi, selamat pagi” diulang untuk mempertegas suasana dan menjadi pembuka emosi yang terus menanjak.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini campuran antara tenang dan penuh harap, namun juga mengandung semacam kesepian yang tersirat. Ada ketenangan pagi, tapi juga rasa ingin mendekat yang tertahan. Suasana ini mencerminkan hasrat batin yang diam-diam membuncah.

Amanat atau Pesan

Meskipun tidak disampaikan secara eksplisit, puisi ini mengandung pesan bahwa kerinduan dan cinta kerap hidup dalam keseharian yang tampak biasa. Kadang kita menyapa, mengajak, atau melakukan rutinitas sederhana, tapi di balik itu tersimpan perasaan yang kompleks. Puisi ini mengajarkan bahwa perasaan dalam bisa disampaikan dengan halus, melalui sapaan-sapaan kecil dan perhatian yang membalut aktivitas harian.

Puisi “Bangun Pagi” karya Suripto Harsah bukan sekadar puisi sapaan pagi hari. Ia adalah bentuk penyampaian kerinduan yang subtil, keintiman emosional yang dikemas dalam aktivitas sehari-hari. Dengan gaya puitik yang lembut namun tajam, penyair mengajak pembaca merenungi betapa perasaan terdalam sering kali hadir dalam kesunyian pagi dan sapaan sederhana. Puisi ini menjadi pengingat bahwa rindu pun punya caranya sendiri untuk menyapa—kadang lewat pohon jambu, kadang lewat suara “selamat pagi” yang menggema sunyi.

Puisi: Bangun Pagi
Puisi: Bangun Pagi
Karya: Suripto Harsah
© Sepenuhnya. All rights reserved.