1968
Sumber: Horison (Mei, 1970)
Analisis Puisi:
Puisi "Dan Bajumu" karya Abdul Hadi WM merupakan karya pendek dengan satu bait berisi empat baris, namun justru di sanalah kekuatan puisi ini hadir: dalam kepadatan makna, dalam kesan yang seolah sederhana, tetapi menyimpan lapisan filosofi dan perenungan mendalam.
Dalam gaya khas Abdul Hadi WM yang kerap memadukan spiritualitas dengan alam dan kehidupan manusia, puisi ini berbicara tentang kehadiran rasa, pengamatan terhadap alam, serta sikap manusia dalam menghadapi keluh kesah sehari-hari.
Tema
Tema utama puisi ini adalah perenungan tentang penderitaan pribadi dalam konteks yang lebih luas, yakni alam dan waktu. Puisi ini juga menyiratkan ajakan untuk menerima kondisi dan menyikapinya secara wajar, tanpa berlarut dalam keluhan.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang diingatkan untuk mempersiapkan diri menghadapi dingin malam yang akan datang, baik secara harfiah maupun kiasan. Ada gambaran tentang alam yang berubah—dingin menyusup, bukit terlihat, bulan belum muncul—semuanya menciptakan suasana yang menyentuh dan reflektif. Di akhir, pembaca diarahkan pada refleksi: jangan terus-menerus membandingkan derita pribadi, seolah-olah itu satu-satunya beban di dunia.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini sangat dalam. Dingin yang datang bisa dimaknai sebagai cobaan atau penderitaan dalam hidup, dan ajakan untuk "pasang bajumu" bisa diartikan sebagai persiapan mental menghadapi kenyataan hidup yang tidak selalu hangat atau menyenangkan.
Selain itu, bait terakhir menyiratkan pesan penting: kesedihan pribadi bukanlah segalanya, dan terlalu banyak membanding-bandingkan penderitaan hanya akan menambah beban mental.
Unsur Puisi
Unsur-unsur puisi yang tampak mencolok antara lain:
- Struktur: Satu bait, empat baris (kuatrain), padat dan efisien.
- Diksi: Ekspresif namun sederhana, membangun nuansa tanpa harus berbelit.
- Nada: Mengajak, sekaligus reflektif.
- Gaya bahasa: Puitis namun tetap mudah dicerna oleh pembaca umum.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang muncul dalam puisi ini adalah sejuk, tenang, dan sedikit suram, mencerminkan malam yang mulai datang dan hati yang sedang dalam kegelisahan. Namun, suasana ini tidak membuat pembaca jatuh ke dalam keputusasaan, melainkan justru diarahkan untuk menerima dan menata ulang sikap batin.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan pesan bahwa:
- Keluh kesah adalah bagian dari kehidupan, tetapi tidak perlu dibesar-besarkan atau terus dibanding-bandingkan.
- Alam memberi contoh tentang perubahan yang harus diterima, seperti malam yang datang dan bukit yang tetap berdiri meski bulan belum tampak.
- Kesiapan mental dan spiritual adalah cara terbaik menghadapi dingin, baik dalam arti cuaca maupun dalam arti simbolik sebagai ujian hidup.
Imaji
Puisi ini menampilkan imaji visual dan sensorik yang kuat:
- “Pasang bajumu. Dingin akan lalu melewat” – memberikan gambaran tubuh yang bersiap menghadapi udara dingin.
- “Menyusup dekat semak-semak pohon kayu” – menciptakan imaji malam yang perlahan mengambil alih lanskap alam.
- “Puncak-puncak bukit sudah” – memberikan kesan kedalaman jarak pandang.
Imaji terakhir—“berhenti membandingkan dukamu”—muncul sebagai imaji batin yang menyentuh ke kedalaman psikologis pembaca.
Majas
Beberapa majas atau gaya bahasa yang digunakan:
- Personifikasi: Dingin digambarkan menyusup di antara semak-semak, seolah-olah ia makhluk hidup.
- Metafora: “Dingin” sebagai simbol dari ujian atau penderitaan.
- Paradoks: Bukit terlihat namun bulan belum tampak, menggambarkan ketidakseimbangan antara ekspektasi dan kenyataan.
- Imbauan langsung (apostrof): “Pasang bajumu” dan “berhenti membandingkan dukamu” menjadi ajakan langsung yang bersifat kontemplatif.
Puisi “Dan Bajumu” merupakan refleksi singkat namun tajam tentang cara manusia menghadapi penderitaan, serta bagaimana alam dapat menjadi cermin dan penyeimbang bagi batin yang lelah. Dalam bait tunggal yang singkat, Abdul Hadi WM berhasil membangun keseimbangan antara kontemplasi pribadi dan pengamatan terhadap semesta, menyampaikan pesan bahwa kadang yang kita perlukan bukan pelarian dari duka, tapi kesiapan menghadapi dingin dengan hati yang lapang.
Puisi ini cocok dibaca saat malam tiba, saat kita merasa ingin merenung, dan mengingatkan diri bahwa duka kita bukan satu-satunya duka di dunia ini—dan itu tidak apa-apa.
Karya: Abdul Hadi WM
Biodata Abdul Hadi WM:
- Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Widji Muthari) lahir di kota Sumenep, Madura, pada tanggal 24 Juni 1946.
- Abdul Hadi WM adalah salah satu tokoh Sastrawan Angkatan '66.
