Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Dendam (Karya Aldian Aripin)

Puisi “Dendam” karya Aldian Aripin bercerita tentang seseorang yang mengalami luka batin karena kesalahan, kerinduan yang tak terbalas, dan ...
Dendam

Perhitungan-perhitungan yang salah
menyayat hatiku luka parah.

'Ku hela nafas dalam-dalam
rinduku tambah dalam membenam.

Jalan berliku, ujungnya menanjak
hatiku sendu, hasratku ditolak.

Bertahan atas kelabu, luka kian meruyak
pada kertas 'ku suratkan dendam yang bergejolak.

1958

Sumber: Oh Nostalgia (Sastera Leo Medan, 1968)

Analisis Puisi:

Puisi “Dendam” karya Aldian Aripin, meskipun pendek dan hanya terdiri dari 4 bait dengan masing-masing 2 baris, menghadirkan emosi yang pekat dan mendalam. Dalam struktur ringkas ini, penyair menyelipkan lapisan-lapisan makna yang mampu menggambarkan betapa tajamnya rasa sakit yang lahir dari kegagalan, penolakan, dan kerinduan yang tak berbalas. Puisi ini adalah salah satu contoh bahwa intensitas emosi tidak selalu memerlukan banyak kata—cukup beberapa baris, selama sarat muatan batin.

Tema

Tema utama puisi ini adalah rasa dendam yang tumbuh dari luka hati dan penolakan. Dendam dalam puisi ini bukan sekadar kebencian, melainkan juga percampuran antara kerinduan yang dalam, kekecewaan terhadap diri sendiri atau orang lain, dan hasrat yang tertahan.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan bahwa rasa dendam seringkali tidak tumbuh dari keburukan yang besar, melainkan dari luka-luka kecil yang terus diabaikan atau salah dipahami. Dendam yang “disuratkan pada kertas” adalah simbol dari keinginan untuk mengekspresikan luka secara diam-diam, tanpa ledakan amarah, tapi tetap dengan bara emosi yang menyala.

Ada juga makna tersirat bahwa kerinduan yang tak tertuntaskan bisa berubah menjadi kegelapan hati, terutama jika dibarengi dengan perasaan ditolak, diabaikan, atau kehilangan arah. Ini adalah bentuk elegi modern yang memadukan cinta dan kegagalan.

Unsur Puisi

Beberapa unsur puisi yang menonjol dalam karya ini antara lain:
  • Diksi: Pemilihan kata seperti “menyayat”, “membenam”, “ditolak”, “bergejolak” menunjukkan intensitas perasaan yang mendalam. Kata-kata ini memperkuat atmosfer emosional puisi.
  • Gaya bahasa: Terdapat penggunaan gaya metaforis dan simbolik yang kuat.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang mengalami luka batin karena kesalahan, kerinduan yang tak terbalas, dan penolakan hasrat. Dalam perjalanannya yang sulit, tokoh dalam puisi ini menahan gejolak emosinya hingga akhirnya mencurahkan dendamnya ke dalam surat. Ini adalah ekspresi dari konflik batin yang kuat, antara cinta yang tak sampai dan perasaan kecewa yang mengendap.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa kelabu, getir, dan mendalam. Ada nuansa melankolis yang menyelimuti tiap bait, seolah-olah pembaca diajak masuk ke ruang batin yang sunyi namun penuh gejolak. Puisi ini tidak meledak-ledak, tetapi diam-diam menghujam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang bisa ditarik dari puisi ini adalah bahwa perasaan yang tak tersampaikan dengan jujur bisa berubah menjadi luka yang mengendap, bahkan menjadi dendam yang pasif. Puisi ini menyarankan agar kita mengenali luka dan hasrat yang tak terpenuhi, dan menyalurkannya secara sehat—dalam hal ini, melalui puisi atau tulisan—daripada menyimpannya sebagai beban emosional.

Imaji dalam Puisi

Puisi ini menghadirkan imaji batiniah yang kuat:
  • “menyayat hatiku luka parah” menciptakan imaji rasa sakit yang intens.
  • “rinduku tambah dalam membenam” menggambarkan kerinduan yang menenggelamkan.
  • “jalan berliku, ujungnya menanjak” adalah metafora tentang perjalanan emosional yang sulit.
  • “pada kertas 'ku suratkan dendam yang bergejolak” menciptakan gambaran visual tentang emosi yang dituangkan dalam tulisan.
Imaji yang digunakan bukan bersifat fisik, melainkan emosional, menjadikan puisi ini sebagai gambaran batin yang bisa dikenali siapa pun yang pernah terluka atau ditolak.

Majas dalam Puisi

Beberapa majas atau gaya bahasa kiasan yang digunakan:

Metafora:
  • “Perhitungan-perhitungan yang salah menyayat hatiku” adalah metafora dari keputusan atau kejadian yang membawa penderitaan.
  • “Rinduku tambah dalam membenam” memetaforakan rindu sebagai sesuatu yang bisa menenggelamkan.
Personifikasi:
  • “hasratku ditolak”, seolah hasrat adalah subjek yang bisa mengalami penolakan secara langsung.
Hiperbola:
  • “luka kian meruyak” menyampaikan perasaan yang terus membesar, dilebih-lebihkan secara puitis untuk menunjukkan kekuatan emosi.
Simbolisme:
  • “kertas” menjadi simbol dari pelarian atau katarsis emosional.
Puisi “Dendam” karya Aldian Aripin adalah ekspresi padat dan kuat dari luka hati yang tertahan. Ia menunjukkan bahwa dendam bisa tumbuh dari perasaan cinta dan harapan yang tidak terpenuhi, serta dari upaya yang kandas karena kesalahan perhitungan atau penolakan. Dalam ruang yang terbatas, puisi ini berhasil memadatkan emosi dan refleksi mendalam, menjadikannya semacam catatan luka yang ditulis dengan kejujuran dan ketenangan yang menohok. Singkat, tapi membekas.

Aldian Aripin
Puisi: Dendam
Karya: Aldian Aripin

Biodata Aldian Aripin:
  • Aldian Aripin lahir pada tanggal 1 Agustus 1938 di Kotapinang, Sumatera Utara.
  • Aldian Aripin meninggal dunia pada tanggal 15 Oktober 2010 di Medan
  • Aldian Aripin merupakan Penyair Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.