Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Antara Daun-Daun (Karya Suripto Harsah)

Puisi "Di Antara Daun-Daun" karya Suripto Harsah bercerita tentang seseorang yang merenungi dirinya sendiri “di antara daun-daun”. Ia bercermin ...
Di Antara Daun-Daun

di antara daun-daun kupandang diriku
berkaca dalam bayang-bayang diri sendiri
segalanya kebun. Ada bintik-bintik berjatuhan
bagai embun. Masa laluku mengkristal
di pucuk-pucuk daun

apa maksudmu, wahai
bocah kecil malam-malam datang padaku?
di tubuhnya melekat kunang-kunang dan lampu
tangannya memegang pacul menunjuk gundukan (...)

malam semakin hitam dan udara dingin
bocah kecil itu seperti hantu saja
tersenyum. Melompat padaku dan membujuk:
Mari kita bongkar kuburan itu saja!

1973

Sumber: Horison (November, 1974)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Antara Daun-Daun" karya Suripto Harsah adalah puisi kontemplatif yang menyelami ruang batin, masa lalu, dan ingatan. Dengan suasana yang suram dan simbolik, puisi ini menuntun pembaca masuk ke dalam semacam pertanyaan eksistensial, melalui sosok bocah misterius yang hadir di malam hari. Simbol-simbol alam seperti daun, embun, dan kunang-kunang berperan penting dalam membangun kedalaman makna. Meski singkat, puisi ini menyimpan lapisan filosofi dan psikologis yang kompleks.

Refleksi Diri dan Bayang-Bayang Masa Lalu

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merenungi dirinya sendiri “di antara daun-daun”. Ia bercermin dalam bayang-bayang diri sendiri — sebuah penggambaran tentang proses perenungan atau intropeksi yang mendalam. Dalam renungan tersebut, masa lalu hadir kembali dalam bentuk simbol-simbol alam seperti “bintik-bintik” dan “embun” yang mengkristal di pucuk-pucuk daun. Refleksi itu kemudian terganggu oleh kehadiran sosok bocah kecil misterius yang datang malam-malam, membawa pacul, dan mengajak membongkar kuburan.

Makna literal dari puisi ini memang tidak gamblang. Namun justru di sanalah kekuatannya: ia menempatkan pembaca dalam suasana surealis antara kenyataan dan bayangan batin.

Tema: Perenungan Diri dan Pembongkaran Masa Lalu

Tema utama puisi ini adalah introspeksi dan refleksi masa lalu. Melalui perenungan dalam suasana alam, penyair menempatkan dirinya (atau tokoh lirik) dalam kondisi merenungi jejak-jejak yang telah dilalui dalam hidup. Simbol daun-daun dan embun menjadi gambaran dari memori dan pengalaman yang lembut namun melekat.

Selain itu, muncul pula tema kematian dan pemanggilan kembali memori lama melalui simbol “kuburan” dan “bocah kecil”. Ada kesan bahwa tokoh lirik sedang diajak untuk membuka kembali kenangan atau peristiwa yang telah “dikuburkan” — yang mungkin menyakitkan, traumatik, atau penuh misteri.

Makna Tersirat: Proses Berdamai dengan Luka Lama

Makna tersirat dari puisi ini sangat kuat dalam menggambarkan usaha seseorang untuk menghadapi masa lalunya yang mungkin selama ini dikubur atau ditekan. Sosok bocah kecil yang muncul di malam hari, lengkap dengan kunang-kunang dan pacul, bisa dimaknai sebagai simbol kenangan atau sisi batin dari masa kecil yang datang kembali dan mendesak untuk diperhatikan.

Ajakan “Mari kita bongkar kuburan itu saja!” bisa dipahami sebagai ajakan untuk membongkar luka lama, menghadapi trauma, atau menyadari bagian-bagian diri yang telah lama disangkal. Dalam konteks psikologi, ini menyerupai proses “shadow work” — menghadapi sisi gelap dari diri sendiri demi penyembuhan.

Puisi ini menyiratkan bahwa kadang kita harus masuk ke “malam yang hitam” dan “dingin” untuk memahami dan menerima siapa diri kita sebenarnya.

Imaji: Alam dan Kegelapan Psikis

Imaji yang digunakan dalam puisi ini kuat dan puitis, memperkuat suasana kontemplatif serta menggambarkan ruang batin yang gelap dan reflektif:
  • “di antara daun-daun” — menciptakan suasana hening dan alami, tempat merenung.
  • “bintik-bintik berjatuhan bagai embun” — menggambarkan kehalusan memori yang turun perlahan.
  • “bocah kecil malam-malam datang padaku” — menciptakan nuansa misterius dan ganjil.
  • “melekat kunang-kunang dan lampu” — menambah unsur visual magis.
  • “kuburan itu” — membangkitkan imaji kematian, masa lalu, dan hal-hal yang tersembunyi.
Imaji dalam puisi ini tidak hanya visual, tetapi juga emosional dan simbolik — menyentuh ranah alam bawah sadar.

Majas: Personifikasi, Metafora, dan Simbolisme

Puisi ini memanfaatkan sejumlah majas, terutama:
  • Metafora: “berkaca dalam bayang-bayang diri sendiri” adalah metafora dari proses introspeksi, tidak sekadar melihat wajah, tetapi menatap kedalaman batin.
  • Simbolisme: bocah kecil, kunang-kunang, pacul, dan kuburan semua berfungsi sebagai simbol psikologis dan spiritual.
  • Personifikasi: alam digambarkan hidup dan penuh makna — embun bisa mengkristal, daun bisa menyimpan masa lalu.
  • Hiperbola halus: “malam semakin hitam” — mempertegas suasana muram dan dalam, bukan sekadar waktu.
Penggunaan majas-majas ini memperdalam pengalaman pembaca saat membaca puisi dan menciptakan suasana batin yang intens.

Suasana dalam Puisi: Sunyi, Mistis, dan Introspektif

Suasana dalam puisi sangat khas — sunyi, mistis, dan introspektif. Kita dibawa ke ruang batin yang sepi namun kaya akan bisikan memori dan simbol. Bahkan ketika bocah kecil itu muncul, suasananya tetap tenang, tetapi ada ketegangan psikologis yang merayap pelan.

Amanat: Hadapi Masa Lalu dan Diri Sendiri

Jika ditarik sebuah amanat atau pesan, maka puisi ini seakan menyampaikan bahwa untuk memahami diri secara utuh, seseorang harus berani menelusuri masa lalunya — bahkan bagian-bagian yang gelap, tersembunyi, atau menakutkan. Tidak semua luka bisa disembuhkan dengan mengabaikannya. Terkadang, kita perlu membongkar “kuburan” dalam diri kita sendiri, agar hidup bisa dijalani dengan lebih jernih dan sadar.

Puisi "Di Antara Daun-Daun" karya Suripto Harsah adalah karya yang kaya akan tema refleksi dan psikologis. Ia tidak hanya bercerita tentang perenungan, tetapi juga menyuguhkan makna tersirat tentang keberanian menghadapi masa lalu dan bayangan diri. Dengan imaji alam yang kuat dan penggunaan majas simbolik yang halus, puisi ini menjadi karya yang menyentuh sisi terdalam dari kesadaran manusia.

Ini adalah puisi untuk direnungkan, bukan sekadar dibaca. Sebuah ajakan lirih untuk masuk ke dalam hutan diri sendiri — dan mungkin, membongkar kuburan lama demi kehidupan yang lebih utuh.

Puisi: Di Antara Daun-Daun
Puisi: Di Antara Daun-Daun
Karya: Suripto Harsah
© Sepenuhnya. All rights reserved.