Analisis Puisi:
Puisi “Jawaban Kancamara” karya L.K. Ara adalah karya sastra yang sederhana dari sisi struktur dan diksi, namun kaya akan filosofi hidup dan kearifan lokal. Melalui dialog antara seorang puteri jelita dan anak muda bernama Kancamara, puisi ini menyodorkan refleksi moral yang dalam tentang nilai-nilai kehidupan: amarah, ketenangan batin, dan kesalahan manusia.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kebijaksanaan dan nilai moral kehidupan. L.K. Ara menghadirkan tokoh Kancamara sebagai simbol dari kearifan rakyat yang dengan tenang dan jernih menjawab pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang hakikat kehidupan, jauh dari gemerlap istana dan kemewahan duniawi.
Puisi ini bercerita tentang percakapan filosofis antara seorang puteri istana dan anak muda bernama Kancamara. Sang puteri, penasaran akan hakikat hidup, mengajukan tiga pertanyaan:
- Apa yang paling panas di alam ini?
- Apa yang paling dingin?
- Apa yang paling disayang di dunia?
Kancamara menjawab dengan perenungan batin, bukan dengan sains atau logika semata. Ia menyebut amarah sebagai yang terpanas, perasaan tenang yang dilandasi izin Tuhan sebagai yang paling dingin, dan bohong serta dosa sebagai hal yang paling disayang di dunia—sebuah jawaban satiris namun jujur.
Makna Tersirat
Di balik tanya-jawab yang terkesan ringan, terdapat makna tersirat yang cukup dalam:
- Amarah di dalam hati lebih membakar dari api. Ini adalah pesan moral bahwa emosi negatif manusia bisa lebih merusak dari bencana alam.
- Ketenangan batin yang dicapai dengan izin Tuhan adalah kedamaian tertinggi—bukan sekadar dingin, tapi kesejukan jiwa.
- Bohong dan dosa yang paling disayang adalah sindiran terhadap kecenderungan manusia yang sering memelihara kejahatan dan kepalsuan, meski tahu itu salah.
Kancamara dengan bijak menyiratkan bahwa musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini tenang, filosofis, dan penuh kontemplasi. Meskipun terjadi di “sebuah istana”, tidak ada kesan megah atau dramatis. Yang terasa justru adalah kedalaman spiritual dan kesederhanaan dalam kebijaksanaan, membuat pembaca ikut merenung bersama sang puteri dan Kancamara.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan utama puisi ini adalah:
- Amarah harus dikendalikan, karena jika tidak, bisa menjadi bencana yang membakar habis rasionalitas dan kebaikan.
- Kedamaian sejati datang dari hati yang ikhlas dan berserah kepada Tuhan.
- Kebohongan dan dosa sering kali dipelihara manusia karena godaannya yang menyenangkan, meski akhirnya mencelakakan.
Puisi ini mengajak kita untuk merenungi sifat-sifat dasar manusia, dan bagaimana seharusnya kita belajar menyucikan batin dan membebaskan diri dari kecintaan pada dosa.
Imaji
Puisi ini menggunakan imaji abstrak dan perasaan, bukan visual konkret. Imaji utamanya adalah:
- Api dan amarah, menghadirkan sensasi panas membakar secara emosional.
- Kesejukan perasaan yang disandingkan dengan izin Tuhan—membentuk bayangan kedamaian spiritual.
- Bohong dan dosa yang secara ironi disebut “yang paling disayang”—menyodorkan citra moral yang berkonflik.
Meski tidak menggambarkan alam secara visual, puisi ini kuat dalam menghadirkan gambaran batin dan konflik nilai.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: Puisi memberi “perasaan nyaman” atribut manusiawi sebagai sesuatu yang bisa dicapai dan dituju.
- Paradoks: “Yang paling disayang di dunia: bohong dan dosa” adalah pernyataan paradoksal yang sangat kuat, menggambarkan konflik moral manusia modern.
- Simbolik: Api sebagai simbol amarah, dingin sebagai ketenangan, dan dosa sebagai sesuatu yang mencelakakan tapi dicintai.
Majas-majas ini digunakan dengan sangat efektif namun tidak berlebihan, memperkuat kedalaman makna tanpa kehilangan kesederhanaannya.
Unsur Puisi
Puisi ini mencerminkan unsur-unsur utama puisi naratif dan reflektif, yaitu:
- Struktur: Terdiri dari tiga bagian tanya-jawab yang konsisten dan membentuk pola berulang. Ini memberi kesan ritmis dan memudahkan penyerapan makna.
- Diksi: Menggunakan bahasa sederhana, namun memiliki kedalaman makna filosofis dan spiritual.
- Nada: Kontemplatif dan rendah hati, sesuai dengan karakter bijak tokoh Kancamara.
Puisi “Jawaban Kancamara” karya L.K. Ara adalah puisi yang mengemas perenungan moral dan spiritual dalam bentuk dialog ringan. Di balik percakapan sederhana antara seorang puteri dan anak muda, tersimpan pesan mendalam tentang kemarahan, kedamaian, dan kecenderungan manusia terhadap dosa.
Kancamara bukan sekadar menjawab, ia mengajarkan. Ia bukan sekadar tokoh, ia menjadi cermin dari suara kearifan lokal yang selama ini sering luput dari sorotan budaya populer. Dalam kesederhanaannya, puisi ini adalah seruan halus agar manusia menemukan makna hidup melalui pengendalian diri, keikhlasan hati, dan kejujuran jiwa.