Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kepada Mao Tje-tung (Karya Adi Sidharta)

Puisi "Kepada Mao Tje-tung" karya Adi Sidharta bercerita tentang momen simbolik perayaan Hari Buruh Internasional (1 Mei) yang disambut dengan ...
Kepada Mao Tje-tung
Menyambut 1 Mei 1951

matahari yang bersinar pagi ini
akan terkejut gembira melihat
gempita pesta kelas buruh dan perdamaian.

dan engkau yang pernah berjalan ribuan mil
lintasi gunung hutan dan sungai
dalam serangan peluru, lesu dan lapar
pagi ini engkau tak akan terkejut
engkau tahu: matahari reaksi segera tenggelam.

pagi ini engkau saksikan rakyat ketawa
dan pemuda-pemuda menyanyi menari yangko
dan akan kau dengar pula kumandang
suara kami bersatu lagu dengan bangsamu...
engkau tahu: matahari demokrasi makin gemilang.

engkau dan kami sama-sama punya jalan panjang
hianat, maut, siksa dan lapar…
dan kami juga tahu sebentar lagi
tiada batas dalam kebebasan rakyat
kita tahu: matahari kemenangan membunga atas dunia.

matahari yang bersinar di pagi Mei ini
bagimu dan bagi kami membawa nyanyian merdu:
"Serikat Internasionale Pasti di Dunia"

Sumber: Bintang Merah (1951)

Analisis Puisi:

Puisi "Kepada Mao Tje-tung" karya Adi Sidharta adalah karya puitik yang mengalir dari semangat revolusioner dan solidaritas internasional pada era pasca-Perang Dunia II. Ditulis dalam konteks ideologis yang kuat, puisi ini menjadi ekspresi kegembiraan, harapan, serta kekuatan kolektif kelas buruh dan rakyat tertindas dalam membangun dunia baru. Membaca puisi ini sama dengan menelusuri denyut zaman yang mengguncang, sebuah seruan ideologis yang bergaung dalam bait-bait puitis yang penuh semangat.

Tema

Tema utama puisi ini adalah solidaritas perjuangan kelas buruh dan kemenangan ideologi rakyat tertindas melawan penindasan global. Tokoh Mao Tje-tung dijadikan simbol revolusi dan perlawanan, tidak hanya bagi rakyat Tiongkok, tetapi juga sebagai ilham bagi rakyat tertindas di seluruh dunia. Puisi ini menekankan semangat persatuan internasional dalam menghadapi represi dan membangun perdamaian yang adil.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan kepercayaan kuat pada kemenangan ideologi rakyat atas penindas—yang dalam istilah puisi disebut sebagai “matahari reaksi”. Simbol “matahari” memiliki peran ganda: ia adalah saksi sejarah dan metafora dari ideologi atau kekuasaan yang bersinar. Ketika penyair menulis bahwa "matahari reaksi segera tenggelam", ini menandakan bahwa kekuasaan lama, yang bersifat menindas dan konservatif, sedang menuju kejatuhan.

Makna tersirat lainnya adalah bahwa perjuangan bukan hanya terjadi di satu tempat atau satu bangsa. Dengan menyatakan bahwa “suara kami bersatu lagu dengan bangsamu,” penyair menyampaikan pesan bahwa perjuangan rakyat Indonesia sejalan dengan perjuangan rakyat Tiongkok—sebuah refleksi semangat Internasionalisme Proletar.

Puisi ini bercerita tentang momen simbolik perayaan Hari Buruh Internasional (1 Mei) yang disambut dengan semangat revolusioner. Dalam puisi ini, Mao Tje-tung menjadi sosok yang menyaksikan keberhasilan perjuangan panjang rakyatnya dan menjadi simbol harapan bagi rakyat negara lain. Penyair memvisualisasikan suasana pagi Mei yang penuh semangat dengan rakyat bernyanyi, menari, dan menyuarakan aspirasi kemerdekaan dan perdamaian dunia.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini adalah optimistis, semarak, dan penuh semangat perjuangan. Terlihat dari penggunaan kata-kata seperti “gempita pesta”, “ketawa”, “menyanyi”, “menari yangko”, dan “nyanyian merdu”. Meskipun perjuangan rakyat disebut melalui kata-kata seperti “hianat, maut, siksa dan lapar”, namun semua itu dibingkai dalam suasana kemenangan dan harapan yang makin menyala.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini sangat jelas: perjuangan rakyat tak pernah sia-sia, dan jika dilakukan secara kolektif dan penuh kesadaran kelas, maka kebebasan sejati bisa diraih. Penyair mengajak pembaca—terutama rakyat pekerja—untuk tetap bersatu dalam semangat perjuangan dan tidak gentar melawan ketidakadilan.

Pesan lainnya adalah tentang pentingnya solidaritas antarbangsa. Dengan menyebut “Serikat Internasionale pasti di dunia”, penyair menunjukkan keyakinannya pada kekuatan buruh internasional yang bersatu dan tak bisa dikalahkan.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan gerak yang menggambarkan kegembiraan kolektif:
  • “matahari yang bersinar pagi ini / akan terkejut gembira” memberikan imaji hari yang cerah dan optimis.
  • “rakyat ketawa / dan pemuda-pemuda menyanyi menari yangko” menciptakan visualisasi suasana pesta, seperti parade atau karnaval yang menandai kebangkitan rakyat.
  • “engkau yang pernah berjalan ribuan mil / lintasi gunung hutan dan sungai / dalam serangan peluru, lesu dan lapar” memberikan imaji perjuangan fisik yang berat dan penuh pengorbanan.
Imaji ini memperkuat nuansa heroik dan epik dalam puisi.

Majas

Puisi ini mengandung berbagai majas yang memperkuat nuansa perjuangan dan harapan:
  • Personifikasi: “matahari yang bersinar pagi ini akan terkejut gembira”—matahari digambarkan memiliki emosi manusia.
  • Metafora: “matahari reaksi segera tenggelam”—“matahari” melambangkan kekuasaan lama atau ideologi yang tertindas oleh perubahan.
  • Epitet dan repetisi: Penegasan melalui pengulangan kata “engkau tahu” dan “matahari” digunakan untuk menguatkan pesan serta menyelaraskan bait.
  • Hiperbola: “tiada batas dalam kebebasan rakyat” menunjukkan semangat utopis yang menggambarkan impian masa depan revolusioner.
Puisi "Kepada Mao Tje-tung" karya Adi Sidharta bukan hanya puisi penghormatan kepada seorang tokoh revolusi, melainkan juga manifestasi semangat perjuangan rakyat tertindas di seluruh dunia. Dengan tema solidaritas kelas buruh dan kemenangan ideologi rakyat, makna tersirat tentang bangkitnya kekuatan kolektif, serta imaji dan majas yang penuh semangat dan simbolik, puisi ini menjadi bagian penting dari sastra kiri Indonesia. Ia adalah puisi yang merayakan 1 Mei sebagai hari rakyat, dan mengingatkan bahwa perjuangan belum selesai, tetapi kemenangan sudah mulai menyinari dunia.

Puisi: Kepada Mao Tje-tung
Puisi: Kepada Mao Tje-tung
Karya: Adi Sidharta

Biodata Adi Sidharta:
  • Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.