Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Klenteng Tjo Soe Kong (Karya Rini Intama)

Puisi “Klenteng Tjo Soe Kong” karya Rini Intama bercerita tentang suasana dan makna di balik Klenteng Tjo Soe Kong—sebuah tempat ibadah kuno yang ...
Klenteng Tjo Soe Kong

Ada sebuah pintu dari masa lalu di kampung Tanjung kait
Enam tiang berwarna merah, patung naga dan burung hong di atas atap
Sepasang patung singa dan relief wallet beterbangan
Menerbangkan keinginan sepasang anak muda menyulam mimpi
Menyelimuti pengharapan sepasang orang tua sampai ke surga

Tiga batang hio menyala dari balik altar
Asap-asap yang mengepul dari sela bilah bambu
Bunga angsoka berguguran di telapak tangan yang dingin
Sebab ada janji kehidupan yang datang dan pergi
Mengantarkan aksara doa suci yang memahati batu

Kisah itu ada dalam lingkaran musim dan irama angin
Cerita abadi para leluhur dari pusar peradaban
Di antara lidah ombak dan butiran pasir
Juga rasa cemas yang berlipat-lipat

Tanjung Kait, Maret 2016

Sumber: Hari Raya Puisi (2018)

Analisis Puisi:

Puisi "Klenteng Tjo Soe Kong" karya Rini Intama merupakan karya puitik yang mengangkat nilai spiritualitas, tradisi leluhur, serta keteduhan batin dalam perjalanan waktu. Klenteng sebagai ruang ibadah dan simbol budaya dijadikan latar utama yang kaya makna—bukan hanya tempat sembahyang, tetapi juga pusat memori kolektif yang mengikat masa lalu, kini, dan harapan masa depan.

Tema

Tema puisi ini adalah spiritualitas dan kesinambungan antara kehidupan manusia, tradisi leluhur, dan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Klenteng bukan hanya latar, tetapi juga simbol tentang pengharapan, kenangan, dan kontinuitas nilai budaya. Melalui gambaran suasana di klenteng, penyair ingin menunjukkan bahwa ruang sakral memiliki peran penting dalam menyulam makna hidup.

Puisi ini bercerita tentang suasana dan makna di balik Klenteng Tjo Soe Kong—sebuah tempat ibadah kuno yang terletak di Kampung Tanjung Kait. Klenteng ini menyimpan banyak kisah: dari sepasang anak muda yang bermimpi, pasangan tua yang menggantungkan pengharapan, hingga leluhur yang kisahnya bersemayam dalam irama angin dan ombak. Klenteng hadir sebagai penjaga spiritual dan simbol peradaban yang tidak lekang oleh waktu.

Makna Tersirat

Puisi ini menyimpan makna tersirat tentang hubungan manusia dengan spiritualitas, identitas budaya, dan waktu. Klenteng dalam puisi bukan hanya bangunan fisik, tetapi pintu ke masa lalu yang terus menerus relevan bagi mereka yang masih mencari arah dan makna dalam kehidupan. Asap dupa, hio, bunga angsoka, dan patung-patung merupakan lambang-lambang tradisi yang menghubungkan manusia dengan kekuatan transenden dan sejarah leluhur.

Selain itu, puisi ini juga menyiratkan konflik batin, kecemasan manusia modern, dan kerinduan akan ketenangan batin di tengah dunia yang terus berubah.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang dihadirkan dalam puisi ini adalah sakral, hening, dan penuh harap. Ada kesan meditatif dan kontemplatif ketika penyair menggambarkan tiang merah, asap hio, dan bunga yang gugur. Namun, di balik keheningan itu tersimpan kegelisahan eksistensial, tercermin dari larik seperti “rasa cemas yang berlipat-lipat”. Klenteng menjadi tempat di mana ketenangan dan kegelisahan bertemu dalam doa.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan moral dan spiritual dari puisi ini adalah bahwa manusia—di tengah derasnya perubahan zaman—tetap membutuhkan tempat untuk mengingat akar budayanya, berdoa, dan berharap. Puisi ini mengajarkan pentingnya menjaga warisan budaya, menghargai leluhur, dan tidak melupakan spiritualitas dalam hidup yang fana. Ia juga menyiratkan bahwa kehidupan adalah siklus datang dan pergi, dan hanya melalui refleksi dan keheningan kita dapat memahami artinya.

Imaji

Rini Intama memperkaya puisinya dengan imaji-imaji kuat dan indah, seperti:
  • “Enam tiang berwarna merah, patung naga dan burung hong di atas atap” – imaji visual yang memperlihatkan detil ornamen khas arsitektur Tionghoa.
  • “Asap-asap yang mengepul dari sela bilah bambu” – membangkitkan suasana hening dan spiritual.
  • “Bunga angsoka berguguran di telapak tangan yang dingin” – menggabungkan kesan alam dan perasaan batin yang puitik.
  • “Lidah ombak dan butiran pasir” – menghadirkan suasana alam pesisir yang selaras dengan nilai perenungan.

Majas

Puisi ini kaya dengan majas (gaya bahasa), antara lain:
  • Personifikasi: “Asap-asap yang mengepul dari sela bilah bambu” memberikan kesan hidup pada elemen tak bernyawa.
  • Metafora: “Ada sebuah pintu dari masa lalu” menggambarkan klenteng sebagai jembatan antara waktu dan generasi.
  • Simbolisme: Bunga angsoka, naga, burung hong, asap hio menjadi simbol kesucian, harapan, serta kekuatan leluhur dan tradisi.
  • Repetisi: Frasa “sepasang” menunjukkan dualitas kehidupan—muda dan tua, hadir dan pergi, harapan dan kehilangan.

Unsur Puisi

Puisi ini dibangun dengan struktur naratif liris, yaitu menceritakan suatu tempat dan peristiwa dengan bahasa puitik dan emosional. Unsur-unsur penting dalam puisi ini antara lain:
  • Diksi: Pemilihan kata sangat cermat, sarat makna, dan mendukung suasana spiritual (seperti: altar, hio, aksara doa, irama angin).
  • Nada dan Suasana: Hening, magis, kontemplatif, dan sedikit sendu.
  • Gaya Bahasa: Kaya akan simbol dan citraan budaya Tionghoa yang kuat.
Puisi “Klenteng Tjo Soe Kong” karya Rini Intama bukan sekadar gambaran visual dari sebuah tempat ibadah tua di Tanjung Kait, tetapi juga sebuah perenungan mendalam tentang budaya, doa, harapan, dan kesinambungan manusia dengan masa lalu.

Dalam dunia yang terus berubah dan sering kali menjauhkan kita dari akar budaya serta spiritualitas, puisi ini mengajak pembaca kembali menundukkan kepala, menyalakan doa, dan mendengarkan bisikan masa lalu yang masih hidup dalam batu, tiang, dan asap hio.

Sebuah puisi yang menenangkan sekaligus menggentarkan: bahwa manusia akan selalu butuh tempat untuk memaknai hidup—dan dalam hal ini, klenteng menjadi simbol yang abadi.

Rini Intama
Puisi: Klenteng Tjo Soe Kong
Karya: Rini Intama

Biodata Rini Intama:
    Rini Intama lahir pada tanggal 21 Februari di Garut, Jawa Barat. Namanya tercatat dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (2017).
    © Sepenuhnya. All rights reserved.