Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kudaputih (Karya Sutardji Calzoum Bachri)

Puisi “Kudaputih” karya Sutardji Calzoum Bachri bercerita tentang sosok “kudaputih” yang menjadi simbol dari kekuatan, kerinduan, dan perjuangan ...
Kudaputih

kudaputih-kudaputihku
kudaputih dari angin, kudaputih dari batu
menderap dalam angin, berpacu lewat batu

kudametari
geliat tegap mengoyak gelap
ai jatuh bulan dari punggungnya!

kudaputihku
kuda lapar pahatan lapar
tengkuk liar beriap calar
gigitan rindu
minumnya batu, berlagu jerit langit
— ai mawar melintang kulunyah dikuku!

kudaputih
bertarung waktu
lewat padang batu

kudaputih
ai yang menunggang
kan ditunggang sepi
ai yang berpacu
kan dipacu rindu
ai yang menunggang
kan tegap menunggang
ai yang tumbang
kan tetap meratap!

Sumber: Horison (April, 1967)

Analisis Puisi:

Sutardji Calzoum Bachri, dikenal sebagai Presiden Penyair Indonesia, tidak pernah menulis puisi dengan pola linear atau pesan harfiah yang mudah dibaca. Puisinya seperti mantra, simbolik, kadang surealis, namun selalu menyimpan kekuatan makna dan daya gugah yang dalam. Salah satu puisinya yang memikat adalah “Kudaputih”, sebuah karya yang pendek tetapi penuh ledakan imajinatif dan ketegangan simbolik. Melalui pembacaan mendalam, kita bisa menangkap berbagai dimensi puisi ini dengan menyoroti tema, makna tersirat, bercerita tentang apa, serta mengidentifikasi suasana, amanat, imaji, dan majas yang membentuk kerangka estetik puisinya.

Tema

Tema utama dalam puisi “Kudaputih” adalah perjalanan eksistensial antara rindu, waktu, dan kesepian. Kuda putih (kudaputih) dalam puisi ini tidak hanya diperlakukan sebagai makhluk tunggangan fisik, tetapi lebih sebagai metafora bagi hasrat manusia akan kebebasan, perjuangan batin, dan pencarian makna. Kuda menjadi simbol dari perjalanan, derap waktu, dorongan jiwa, bahkan mungkin lambang dari puisi itu sendiri yang "berpacu" melintasi medan kehidupan.

Selain itu, terdapat tema-tema lain yang bersisian: kerinduan yang melukai, pertarungan melawan waktu dan takdir, serta kesendirian eksistensial.

Makna Tersirat

Puisi ini menyimpan banyak makna tersirat yang bisa dibaca dari sisi simbolik dan metaforis:
  • “Kudaputih dari angin, kudaputih dari batu” → menyiratkan sesuatu yang kontradiktif: ringan dan berat, lembut dan keras. Bisa ditafsirkan sebagai kekuatan yang bersifat spiritual sekaligus konkret. Ini menggambarkan entitas yang lahir dari kontradiksi: harapan sekaligus penderitaan.
  • “kuda lapar pahatan lapar” → kuda di sini seperti hasrat atau nafsu yang tidak pernah kenyang, selalu ingin menembus batas.
  • “ai yang menunggang / kan ditunggang sepi” → menyiratkan bahwa manusia, sekeras apa pun dia mengendalikan hidup, pada akhirnya akan ditaklukkan oleh kesepian dan kehampaan eksistensial.
  • “ai yang berpacu / kan dipacu rindu” → bahwa dorongan terdalam dari segala gerak hidup kita adalah kerinduan, baik akan makna, cinta, atau kebenaran.
Dengan demikian, makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa kehidupan adalah pacuan batin antara kekuatan dan kerinduan, antara keinginan mengendalikan dan kepasrahan terhadap takdir.

Puisi ini bercerita tentang sosok “kudaputih” yang menjadi simbol dari kekuatan, kerinduan, dan perjuangan yang tak pernah usai. Dalam puisi ini, kita melihat perjalanan atau pertarungan sang kuda (dan penunggangnya) melewati “padang batu”, sebuah metafora keras dari realitas hidup. Penunggang kuda tidak hanya berpacu, tetapi juga ditunggangi oleh “sepi” dan “rindu”, yang memperlihatkan dualisme kuasa dalam hidup: manusia mengendalikan hidup, tapi pada akhirnya juga dikendalikan oleh emosi dan waktu.

Puisi ini bukan cerita linear, tapi semacam lukisan gerak batin yang liar, terbuka, dan tidak mau tunduk pada makna satu dimensi. Ia mengajak pembaca menyelami dunia simbolik yang kaya dan sureal.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi Kudaputih terasa liar, tegang, dan melankolis. Ada kegelisahan yang menderap dalam setiap larik. Gerakan kuda yang berpacu, melintasi medan keras (batu), menggambarkan kehidupan yang tidak tenang, selalu bergerak, dan dipenuhi rasa lapar serta luka. Namun di tengah kegagahan kuda, kita juga menemukan kegetiran dan kerentanan: kerinduan, jeritan, hingga ratapan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini bersifat reflektif dan eksistensial: hidup adalah perjalanan batin yang penuh rindu, sepi, dan pertarungan terhadap waktu. Kita bisa mengendalikan arah hidup kita (sebagai penunggang kuda), namun kita juga harus sadar bahwa kita tidak sepenuhnya berkuasa, karena rindu dan kesepian akan “menunggang” balik kita.

Pesan lain yang bisa ditarik adalah bahwa perjuangan tidak akan pernah berhenti, bahkan ketika tubuh lelah, bahkan saat jatuh, ada ratapan yang tetap menghidupkan makna perjuangan itu. Maka puisi ini mengajak pembaca untuk menyadari bahwa hidup, meski perih dan sepi, tetap harus dilalui dengan tegap.

Imaji

Puisi Kudaputih kaya akan imaji visual, kinestetik, dan auditif, antara lain:
  • Visual: “jatuh bulan dari punggungnya”, “mawar melintang kulunyah dikuku” → menciptakan bayangan indah sekaligus mengerikan.
  • Kinestetik: “menderap dalam angin”, “berpacu lewat batu”, “geliat tegap mengoyak gelap” → memperlihatkan gerak dinamis, menggambarkan energi, kekuatan, dan ketegangan.
  • Auditif: “berlagu jerit langit” → menggambarkan suara yang penuh derita atau kesakitan, mempertegas suasana emosional yang intens.
Setiap imaji ini membangun dunia simbolik puisi yang kaya dan mencengkeram rasa.

Majas

Sebagai puisi yang penuh simbol, Kudaputih juga sarat dengan majas, terutama:
  • Metafora: Hampir seluruh puisi merupakan metafora besar. Kudaputih bukan kuda biasa, tapi simbol kekuatan batin, perjuangan hidup, atau puisi itu sendiri.
  • Personifikasi: “gigitan rindu”, “jerit langit” → memberi sifat manusiawi pada benda atau konsep abstrak.
  • Repetisi: Pengulangan kata “kudaputih” menjadi semacam mantra yang mempertegas peran sentral kuda dalam puisi.
  • Apostrof (seruan kepada sesuatu yang tidak hadir): “ai yang menunggang… ai yang berpacu…” → memberi efek dramatik dan spiritual, seperti sedang berbicara pada sesuatu yang lebih besar dari manusia.
Puisi “Kudaputih” karya Sutardji Calzoum Bachri adalah mahakarya puitik yang menggabungkan kekuatan simbol, kegilaan imaji, dan kedalaman eksistensial. Di balik larik-lariknya yang mengalir seperti mantra, tersimpan perenungan tajam tentang kehidupan, perjuangan, kerinduan, dan kesepian. Dengan tema yang eksistensial, makna tersirat yang berlapis, serta kekayaan imaji dan majas, puisi ini tak hanya menggetarkan, tetapi juga menyihir dan mengajak pembaca berpikir ulang tentang apa arti hidup, waktu, dan luka batin.

Seperti kuda putih yang terus berpacu, puisi ini membawa kita melintasi padang realitas dan imajinasi, di mana siapa pun yang menunggang hidup pasti pernah ditunggangi rindu dan sepi.

Puisi: Mantera
Puisi: Kudaputih
Karya: Sutardji Calzoum Bachri

Biodata Sutardji Calzoum Bachri:
  • Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, Riau, pada tanggal 24 Juni 1941.
  • Sutardji Calzoum Bachri merupakan salah satu pelopor penyair angkatan 1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.