Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lagu Biru (Karya Fridolin Ukur)

Puisi "Lagu Biru" karya Fridolin Ukur bercerita tentang seseorang yang akan pergi dan menyampaikan pesan terakhir kepada orang yang ditinggalkan.
Lagu Biru

        Bunga hati ini
        seperti detak jantung sendiri
        dan kata, hanya luapan rasa
        di relung dada

detik ini
sebelum pamit perpisahan
mengaburkan mata,
ada sebuah permintaan:

        bawalah lagu biru
        ke benuamu kelabu
        ukirkan kenangan di besi hangat
        hangatnya hati bersahabat

Cipinang Jaya-Jakarta
Sabtu, 16 Juni 1973

Analisis Puisi:

Puisi "Lagu Biru" karya Fridolin Ukur terdiri atas 3 bait dengan masing-masing 4 baris, membentuk struktur yang rapi, padat, dan puitis. Meskipun pendek, puisi ini berhasil menangkap dan menyampaikan emosi yang dalam tentang perpisahan dan kenangan. Dengan bahasa yang sederhana namun menyentuh, Fridolin Ukur mengajak pembaca untuk merenungkan betapa berharganya momen kebersamaan, terutama saat harus berakhir.

Tema

Tema utama puisi Lagu Biru adalah perpisahan yang penuh haru dan permohonan untuk membawa kenangan indah. Puisi ini menggambarkan saat-saat menjelang perpisahan antara dua pihak—kemungkinan sahabat, kekasih, atau siapa saja yang memiliki ikatan emosional kuat. Kata “pamit”, “kenangan”, dan “lagu biru” menjadi simbol dari keintiman yang harus diakhiri, namun diharapkan tetap abadi dalam ingatan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini menyiratkan kerinduan untuk dikenang, meskipun perpisahan tidak dapat dihindari. Baris “bawalah lagu biru / ke benuamu kelabu” mengandung harapan agar kenangan yang hangat dan indah tetap hidup, bahkan ketika seseorang telah pergi ke tempat yang asing atau dingin secara emosional. Ada isyarat bahwa kepergian bukan akhir dari hubungan, tapi permulaan dari bentuk baru kenangan yang tetap hidup di hati.

Selain itu, penggunaan kata lagu biru juga bisa ditafsirkan sebagai simbol perasaan melankolis namun tetap indah—seperti blues dalam musik, yang sedih tapi menenangkan. Ini menunjukkan bahwa puisi ini tidak hanya tentang kesedihan, tetapi juga tentang keindahan dari sesuatu yang telah ada.

Unsur Puisi

Puisi ini mengandung beberapa unsur puisi yang kuat dan menyatu dengan isinya:
  • Diksi: Fridolin Ukur menggunakan diksi yang sederhana namun sarat emosi: bunga hati, detik ini, benua kelabu, besi hangat. Setiap kata dipilih untuk membangun suasana dan makna yang mendalam.
  • Struktur: Tiga bait, masing-masing empat baris, memberi irama yang tenang dan tertib, sejalan dengan tema perpisahan yang penuh kesadaran dan penerimaan.
  • Simbolisme: Lagu biru, besi hangat, dan benua kelabu adalah simbol yang memuat lapisan makna emosional dan puitik.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang akan pergi dan menyampaikan pesan terakhir kepada orang yang ditinggalkan. Dalam momen perpisahan itu, ada harapan agar segala kenangan yang telah dibangun tidak hilang begitu saja. Permintaan untuk membawa lagu biru adalah permintaan agar cinta, kehangatan, dan persahabatan yang telah terbentuk tetap dikenang dan dilestarikan, meski secara fisik sudah berpisah.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis namun penuh kehangatan. Ada kesedihan yang samar-samar dalam baris seperti "sebelum pamit perpisahan / mengaburkan mata", namun tidak jatuh ke dalam keputusasaan. Sebaliknya, suasana keseluruhan puisi justru mencerminkan kedewasaan dalam menerima perpisahan, dan kelembutan dalam menjaga kenangan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini adalah bahwa dalam setiap perpisahan, yang paling penting bukanlah rasa kehilangan, melainkan bagaimana kita menjaga dan menghargai kenangan yang telah tercipta. Bahkan ketika harus meninggalkan seseorang atau suatu tempat, kita masih bisa meninggalkan “lagu biru”—jejak kenangan yang hangat dan membekas di hati mereka yang kita cintai.

Imaji

Puisi ini mengandung imaji emosional dan sensorik yang kuat:

Imaji emosional:
  • “bunga hati ini / seperti detak jantung sendiri” menggambarkan perasaan cinta atau sayang yang begitu melekat, setara dengan nyawa.
  • “kata, hanya luapan rasa / di relung dada” memberikan imaji kelebihan emosi yang tidak bisa dibendung.
Imaji visual dan sentuhan:
  • “ukirkan kenangan di besi hangat” menciptakan gambaran unik—mengukir sesuatu yang keras namun hangat, seperti menanam kenangan di tempat yang tidak mudah hilang, tapi penuh kasih.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:

Metafora:
  • “bunga hati” — cinta atau kasih sayang digambarkan sebagai bunga.
  • “lagu biru” — menggambarkan kenangan yang indah namun melankolis.
  • “benuamu kelabu” — tempat atau keadaan emosional seseorang yang terasa sepi atau sendu.
Personifikasi:
  • “kata, hanya luapan rasa” — kata-kata diberi kemampuan untuk meluap seperti emosi.
  • “besi hangat” — sesuatu yang biasanya dingin menjadi hangat karena kehadiran hati, menunjukkan kehangatan dalam kenangan.
Hiperbola:
  • “seperti detak jantung sendiri” — menunjukkan betapa dalamnya perasaan yang dimiliki terhadap seseorang.
Puisi "Lagu Biru" karya Fridolin Ukur adalah sebuah pengingat lembut bahwa perpisahan tidak harus berarti kehilangan sepenuhnya. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajarkan pentingnya meninggalkan kenangan baik, menjaga hubungan yang telah terbina, dan mengakui bahwa dalam kesedihan pun, cinta dan persahabatan bisa tetap hidup dan hangat.

Bagi siapa saja yang pernah mengalami perpisahan—dengan sahabat, kekasih, atau bahkan kampung halaman—puisi ini adalah pelipur lara, sekaligus pengingat bahwa kenangan bisa tetap abadi jika dibawa dengan hati. "Bawalah lagu biru," tulis Fridolin, agar yang tertinggal tetap bisa mendengar nyanyian kenangan yang tak pernah benar-benar hilang.

Fridolin Ukur
Puisi: Lagu Biru
Karya: Fridolin Ukur

Biodata Fridolin Ukur:
  • Fridolin Ukur lahir di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah, pada tanggal 5 April 1930.
  • Fridolin Ukur meninggal di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 2003 (pada umur 73 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.