Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Perempuan (Karya Ikranagara)

Puisi “Perempuan” karya Ikranagara bercerita tentang seekor kadal jantan yang merenungi panorama dini hari, kemudian menyaksikan kilasan semacam ...
Perempuan

Berpendar cahaya
Pada punggung seekor kadal jantan
Yang merenungi panorama dini hari
Tahu ketika itu kabut terangkat
Barangkali benar
Pernah dua orang insan
Berpelukan menuruni jenjang-jenjang tangga
Dari gerbang sorga
Menuju hutan-hutan
        padang-padang
            sungai-sungai
                pantai-pantai
                    kota-kota
Tiba-tiba mengerti si lelaki
Perempuan
Adalah satu-satunya
Yang dari sorga
Terbawa serta
Keluar bersama-sama
Kini dalam pelukannya
Udara pun berkeringat
Bergeletar sayap-sayap gairat dukana
Menyentuh kadal jantan
Tersentak ia
Menyelinap dengan semangat
Memburu betinanya di semak-semak.

1968

Sumber: Horison (Juli, 1968)

Analisis Puisi:

Puisi “Perempuan” karya Ikranagara adalah perpaduan puitik antara mitologi, eksistensi, dan dorongan naluriah yang menyatu dalam satu perenungan yang penuh simbolisme. Dalam larik-larik yang padat imajinasi dan nuansa spiritual sensual, penyair menyampaikan bahwa perempuan bukan sekadar figur biologis atau sosial, melainkan simbol kehadiran surgawi yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia di bumi.

Dengan menggunakan tokoh seekor kadal jantan sebagai pembuka dan penutup, Ikranagara menyusun narasi puitik tentang pengaruh abadi seorang perempuan terhadap alam, sejarah, dan bahkan naluri paling dasar makhluk hidup.

Tema

Puisi ini mengangkat tema utama tentang perempuan sebagai entitas surgawi dan kekuatan hidup yang abadi. Tema ini berkembang menjadi perenungan tentang asal-muasal manusia, gairah eksistensial, dan pengaruh perempuan terhadap gerak semesta, dari cinta hingga naluri alamiah.

Puisi ini bercerita tentang seekor kadal jantan yang merenungi panorama dini hari, kemudian menyaksikan kilasan semacam mitos atau kenangan primordial: dua insan (lelaki dan perempuan) turun dari gerbang sorga menuju dunia, menyusuri hutan, sungai, kota—sebuah perjalanan simbolik dari keabadian menuju kefanaan.

Lelaki dalam puisi itu menyadari bahwa satu-satunya hal yang masih terbawa dari surga adalah perempuan. Ia kini memeluknya, dan dari pelukan itu mengalir gairah dan kekuatan yang mengguncang semesta, bahkan udara berkeringat dan sayap-sayap hasrat pun bergetar. Peristiwa ini menular hingga ke makhluk sederhana: kadal jantan tersentak dan tergugah hasratnya untuk mengejar betina.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa perempuan membawa serta warisan keilahian ke dalam dunia, dan menjadi sumber dari daya hidup, cinta, dan hasrat yang menyentuh tidak hanya manusia, tetapi seluruh alam.

Perempuan dalam puisi ini bisa dibaca sebagai simbol keabadian cinta, sumber kehidupan, atau roh yang menyambungkan dunia spiritual dan dunia jasmani. Ia bukan objek, tapi pusat, sebab dari mana segala hal bergetar dan bergerak.

Ada juga makna bahwa hasrat itu bukan sekadar dorongan biologis, melainkan getaran kosmis—suatu bagian dari tatanan semesta yang sah dan wajar, bahkan sakral.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini kaya dengan nuansa mistis, magis, sensual, dan kontemplatif. Dari awal yang hening dan reflektif (seekor kadal merenung di dini hari), suasana berkembang menjadi penuh gairah dan ketegangan spiritual-fisik saat lelaki memeluk perempuan dan semesta bereaksi. Suasana ini mencapai puncak saat gerakan makhluk lain (kadal jantan) ikut berubah karena getaran hasrat.

Imaji

Puisi ini menyuguhkan imaji visual dan emosional yang sangat kuat:
  • Imaji visual: “punggung seekor kadal jantan”, “kabut terangkat”, “dua orang insan menuruni tangga dari gerbang sorga”, “sungai-sungai, pantai-pantai, kota-kota” — membentuk lanskap puitik yang bergerak dari surga ke dunia.
  • Imaji sensual-emosional: “dalam pelukannya udara pun berkeringat”, “sayap-sayap gairat dukana” — gambaran puitik dari gejolak hasrat dan emosi yang mendalam.
  • Imaji gerak dan insting: “tersentak ia / menyelinap dengan semangat / memburu betinanya” — penutup yang dramatis dan menyentuh sisi naluriah semua makhluk.

Majas

Puisi ini sangat kaya dengan majas, di antaranya:

Metafora:
  • “perempuan adalah satu-satunya yang dari sorga terbawa serta” — menggambarkan perempuan sebagai warisan suci dari keabadian.
Personifikasi:
  • “udara pun berkeringat”, “sayap-sayap gairat dukana” — memberikan sifat manusiawi atau spiritual pada elemen alam.
Hiperbola tersirat:
  • Ketika pelukan perempuan membuat udara berkeringat, ini adalah penguatan dramatis atas dampak dari keberadaan dan sentuhan perempuan.
Simbolisme:
  • Kadal jantan sebagai lambang insting dan gerak naluriah.
  • Gerbang sorga dan tangga sebagai lambang peralihan dari dunia transenden ke dunia nyata.

Unsur Puisi

Beberapa unsur puisi yang menonjol:
  • Diksi: penggunaan kata-kata seperti berpendar, panorama, gairat dukana, semangat, menyelinap menunjukkan tingkat kedalaman dan kecermatan dalam memilih kata.
  • Tipografi bebas: larik-larik yang membentuk pola menurun (“hutan-hutan / padang-padang / sungai-sungai / pantai-pantai / kota-kota”) mempertegas kesan perjalanan menurun dari surga ke dunia.
  • Nada dan gaya: puisi ini bergaya lirikal-meditatif dengan muatan simbolis dan sensual yang tinggi.
  • Struktur naratif: meskipun puitik dan simbolik, puisi ini memiliki alur dramatik: renungan → kenangan mitologis → kesadaran → gejolak → respons makhluk lain.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat puisi ini adalah bahwa perempuan bukan hanya bagian dari dunia, melainkan jantung dari eksistensi manusia. Ia adalah satu-satunya yang dari surga terbawa serta, penanda cinta, kekuatan hidup, dan getaran yang menyentuh bahkan makhluk paling sederhana.

Selain itu, puisi ini memberi pesan bahwa hasrat dan cinta bukan untuk ditakuti atau ditindas, tetapi untuk dipahami sebagai bagian dari kodrat semesta. Dalam pelukan perempuan, kata penyair, bahkan udara pun berkeringat. Ini adalah cara halus untuk mengatakan bahwa perempuan membawa serta kekuatan spiritual dan sensual yang tak terhindarkan.

Puisi “Perempuan” karya Ikranagara adalah perenungan puitik yang padat akan simbolisme spiritual dan sensualitas alamiah. Dengan menghadirkan sosok perempuan sebagai entitas surgawi yang dibawa turun ke dunia, penyair berhasil menyampaikan gagasan bahwa perempuan adalah inti dari kehidupan dan pusat dari semua gerak semesta, termasuk hasrat, cinta, dan pencarian makna.

Melalui imaji-imaji yang kaya, majas-majas yang kuat, dan suasana mistis yang menggugah, puisi ini tidak hanya mengagungkan perempuan, tapi juga mengajak pembaca untuk menyadari betapa penting dan sakralnya keberadaan mereka dalam dunia yang fana ini.

Puisi Ikranagara
Puisi: Perempuan
Karya: Ikranagara

Biodata Ikranagara
  • Ikranagara lahir pada tanggal 19 September 1943 di Loloan Barat, Jembrana, Bali.
© Sepenuhnya. All rights reserved.