Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Perjalanan Pulang (Karya A. Rahim Eltara)

Puisi “Perjalanan Pulang” karya A. Rahim Eltara bercerita tentang satu perjalanan hidup: dari masa muda ke tua, dan akhirnya menuju kematian— ...
Perjalanan Pulang

Kilatan mata pisau almanak
Pelan-pelan memotong nadi
Dari belia sampai ketiadaan

Jarum jam menghitung bayang
Yang diciptakan matahari
Dari segala teduh
Hayat pun menua

Ini perjalanan pulang
Menuju senja
Menyingkap rahasia
Lapuk akar usia
Di sunyi tanah leluhur

Perhitungan tak lagi punya arti
Tentang jarak yang ditempuh
Hijrah tak lagi punya waktu
Karena semua akan diperhitungkan.

Sumbawa, 2017

Analisis Puisi:

Puisi “Perjalanan Pulang” karya A. Rahim Eltara mengeksplorasi dimensi eksistensial manusia melalui perjalanan spiritual menuju akhir kehidupan. Dengan bahasa yang padat dan reflektif, penyair membawa pembaca pada renungan tentang waktu, kemunduran, dan kembalinya manusia kepada asal-usulnya—baik secara fisik maupun spiritual.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan menuju akhir kehidupan dan refleksi atas kematian. Puisi ini juga mengangkat tema hubungan manusia dengan waktu, keremajaan yang memudar, dan kehidupan yang kembali ke akar asal.

Makna Tersirat

Secara makna tersirat, puisi ini menegaskan bahwa waktu tidak hanya menyembuhkan, tetapi juga merenggut kehidupan—seperti bilah pisau yang tanpa ampun memotong nadi usia.

Ada kesadaran mendalam bahwa segala pencapaian dan perjalanan hidup akan mencapai titik akhirnya—kembali ke tanah leluhur, di mana tidak ada lagi perhitungan duniawi.

Puisi ini bercerita tentang satu perjalanan hidup: dari masa muda ke tua, dan akhirnya menuju kematian—disebut "perjalanan pulang".

“Pulang” di sini bukan sekadar fisik menuju kampung halaman, tetapi simbol perjalanan spiritual dan akhir eksistensi manusia.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi terasa sunyi, teduh, dan introspektif. Pernyataan seperti “kilatan mata pisau almanak” dan “hayat pun menua” menciptakan aura kelembutan melankolis, disertai kesadaran akan kefanaan.

Imaji

Puisi ini memuat imaji yang kuat dan simbolis:
  • “Kilatan mata pisau almanak”: gambaran visual perpisahan tajam waktu—seolah kalender bisa memotong kehidupan.
  • “Jarum jam menghitung bayang”: imaji gerakan waktu yang menghitung sisa umur dan bayangan yang memudar.
  • “Menuju senja” dan “sunyi tanah leluhur”: imaji suasana senja dan kembalinya ke asal dalam kesunyian dan damai.

Majas

Beberapa majas terlihat jelas:
  • Personifikasi– “Kilatan ... memotong nadi”: waktu seolah hidup dan memiliki tindakan agresif.
  • Metafora– “mata pisau almanak”: kalender digambarkan sebagai pisau tajam yang mengiris waktu.
  • Paradoks– “Hijrah tak lagi punya waktu / Karena semua akan diperhitungkan”: pergeseran spiritual yang tak bisa diburu waktu karena semua sudah diukur.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini memberikan pesan tentang pentingnya menyadari kefanaan dan menghargai setiap detik kehidupan.
  • Bahwa segala perjalanan hidup akan kembali ke asal—diirami waktu, masa, dan sunyi.
  • Manusia sebaiknya mempersiapkan diri secara spiritual, karena kematian adalah perhitungan akhir yang tidak bisa dihindari—sebuah perjalanan pulang yang suci dan pasti.
Puisi “Perjalanan Pulang” adalah refleksi mendalam tentang makna hidup dan waktu, dengan perjalanan balik ke akar spiritual sebagai klimaks eksistensialnya.

Melalui tema kefanaan, makna tersirat tentang penghargaan terhadap waktu, dan imaji-imaji simbolik senja serta almanak sebagai pisau kehidupan, penyair A. Rahim Eltara mengajak pembaca merenungkan setiap langkah mereka—bahwa kita semua sedang dalam perjalanan pulang menuju kesunyian yang tak terelakkan.

A. Rahim Eltara
Puisi: Perjalanan Pulang
Karya: A. Rahim Eltara
© Sepenuhnya. All rights reserved.