Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pernyataan (Karya Wing Kardjo)

Puisi "Pernyataan" karya Wing Kardjo bercerita tentang komitmen seorang penyair (atau lebih luas, kaum intelektual) untuk tetap menulis, tetap ...
Pernyataan
(Versi Fragmen Malam)

Baris-baris sajak yang kutuliskan
ialah gema dari segala cinta
padamu, kata-kata mengalir
dari sayap penyair.

Garis kepercayaan yang kami peluk ialah
kemerdekaan yang tak kenal takluk,
senantiasa siap membendung bencana
menyelamatkan jembatan kencana.

Baris-baris kehormatan yang kami
jaga ialah keutuhan
harga manusia

di mana dusta dan mulut neraka
tak punya hak menyebut-
nyebut surga!

Pernyataan
(Versi Horison)

Baris-baris yang kutuliskan
ialah gema dari segala cinta
kata-kata yang mengalir
dari sayap-sayap penyair

Baris-baris kepercayaan yang kami peluk
ialah kemerdekaan yang tak kenal takluk
selalu siap membendung bencana
menyelamatkan jembatan kencana
menyelamatkan jembatan kencana

Baris-baris kehormatan yang kami jaga
ialah kutukan harga manusia
di mana dusta dan mulut neraka
tak punya hak menyebut-nyebut surga

Sumber: Horison (Maret, 1967) dan Fragmen Malam, Setumpuk Soneta (1997)

Analisis Puisi:

Puisi "Pernyataan" karya Wing Kardjo adalah karya bernuansa deklaratif, seperti sebuah manifesto moral dan ideologis yang ditegaskan lewat liris puitik. Melalui dua versi puisi (Versi Fragmen Malam dan Versi Horison), penyair menegaskan sikap dan nilai yang diusung oleh para penyair atau intelektual yang bersetia pada kemanusiaan, kebenaran, dan kebebasan berpikir. Puisi ini tidak sekadar menyuarakan perasaan, melainkan menyatakan prinsip.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kemerdekaan berpikir dan keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan. Penyair membentangkan pernyataan sikap yang menolak tirani, dusta, dan kemunafikan, serta menjunjung tinggi kehormatan manusia dan kebebasan berekspresi melalui kata-kata.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah bahwa puisi bukan sekadar permainan estetika atau perasaan, tetapi juga alat perjuangan moral. Kata-kata memiliki kekuatan untuk menegakkan nilai dan melawan kebusukan dunia—baik yang datang dari kekuasaan, dari kemunafikan agama, maupun dari masyarakat yang abai terhadap nilai-nilai luhur.

Frasa "dusta dan mulut neraka tak punya hak menyebut-nyebut surga" adalah penegasan bahwa mereka yang korup, munafik, dan lalim tidak pantas membungkus kejahatan dengan dalih suci. Inilah kritik tajam terhadap kepura-puraan.

Puisi ini bercerita tentang komitmen seorang penyair (atau lebih luas, kaum intelektual) untuk tetap menulis, tetap bersuara, dan menjaga keutuhan nilai kemanusiaan di tengah zaman yang penuh dusta dan krisis moral.

Lewat baris-barisnya, penyair menyatakan bahwa sajaknya bukan sekadar curahan hati, melainkan gema cinta terhadap kebenaran dan perjuangan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah tegas, penuh semangat, namun juga mengandung kehormatan. Tidak ada ruang untuk kemarahan yang meledak-ledak, tapi semangat dan idealisme ditampilkan dalam ketenangan yang kokoh. Nada moral dan ideologis begitu terasa, seperti sebuah pidato batin yang lahir dari keyakinan akan makna dan tujuan puisi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan penting bahwa puisi dan kata-kata memiliki peran besar dalam menjaga kemanusiaan. Penyair bukan hanya penikmat keindahan bahasa, tapi juga penjaga nilai, penjaga jembatan kencana—simbol dari hubungan yang harmonis antara kebenaran, manusia, dan dunia.

Pesannya juga jelas: jangan biarkan para pendusta memakai jubah suci untuk membenarkan kejahatan. Mereka yang menjual neraka tidak berhak bicara atas nama surga.

Imaji

Puisi ini tidak banyak memakai imaji visual yang konkret, namun beberapa simbol kuat muncul:
  • "sayap penyair" → menggambarkan kata-kata yang melayang bebas, membawa makna dan pesan melintasi batas.
  • "jembatan kencana" → imaji simbolik tentang jembatan emas antara nilai-nilai luhur dan kehidupan sosial.
  • "dusta dan mulut neraka" → metafora dari mereka yang menyebarkan kebohongan dan kemunafikan.
Imaji dalam puisi ini lebih bersifat konseptual dan moral daripada deskriptif visual, menguatkan karakter puisi sebagai pernyataan nilai.

Majas

Beberapa majas penting dalam puisi ini antara lain:

Metafora:
  • “sayap penyair” → melambangkan kemampuan penyair untuk menjelajah dan mengangkat realitas.
  • “jembatan kencana” → metafora dari hubungan suci yang harus dijaga, mungkin antara rakyat dan keadilan, antara puisi dan nurani.
Personifikasi:
  • “kata-kata mengalir dari sayap penyair” → seolah kata-kata hidup dan bertumbuh seperti makhluk yang aktif.
Hiperbola:
  • “kemerdekaan yang tak kenal takluk” → menegaskan kebebasan mutlak yang diperjuangkan penyair.
Ironi:
  • “dusta dan mulut neraka tak punya hak menyebut-nyebut surga” → bentuk kecaman yang menyindir kemunafikan yang kerap berselimut kesucian.

Unsur Puisi

Struktur puisi ini mencerminkan bentuk bebas, namun tetap memiliki ketegasan makna:
  • Diksi: Kata-kata seperti cinta, kehormatan, kemerdekaan, dusta, surga memiliki bobot moral yang kuat.
  • Tipografi: Baris-baris pendek menciptakan irama yang tegas dan menekankan isi pernyataan.
  • Nada: Nada puisi adalah afirmatif dan deklaratif, menyerupai suara hati yang sudah mengambil sikap.
  • Simbolisme: Puisi dipenuhi dengan simbol nilai—sayap, jembatan, surga, neraka—semua mengarah pada pertarungan antara kebenaran dan kebohongan.
Puisi "Pernyataan" karya Wing Kardjo adalah sebuah karya yang bukan hanya menyuarakan perasaan, tetapi menyatakan posisi moral seorang penyair. Di tengah dunia yang penuh dusta, penyair adalah penjaga keutuhan nilai, pembendung bencana, dan pembawa suara hati nurani.

Tema kemerdekaan berpikir, makna cinta dalam kebenaran, serta keberpihakan pada harga manusia menjadi inti dari puisi ini. Bukan semata-mata indah, tetapi juga tajam, penuh isi, dan menggugah.

Melalui "Pernyataan", Wing Kardjo menyadarkan kita bahwa puisi bukan sekadar alat ekspresi pribadi, tetapi juga senjata untuk melawan kebohongan dan menegakkan kemanusiaan.

Puisi Wing Kardjo
Puisi: Pernyataan
Karya: Wing Kardjo

Biodata Wing Kardjo:
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja lahir pada tanggal 23 April 1937 di Garut, Jawa Barat.
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja meninggal dunia pada tanggal 19 Maret 2002 di Jepang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.