Sajak tentang Perempuan
Engkau perempuan yang selalu meletakkan tangan
di pintu gerbang peradaban
menjaga segala yang tak terjaga menjaga segala yang hidup
dan senantiasa ada
Benar, engkau sudah ada sebelum bayi-bayi bisa menangis
dan membuka mata
sebelum kanak-kanak bermain dan berkata-kata
Sungguh, engkau lebih dulu ada
dari segala yang ada di sini
sebelum batu-batu tersusun rapi
sebelum rumah ini berdiri
sebelum kota-kota berdiri
bahkan sebelum pohon-pohon berdiri
Di tanganmu hidup sama sekali tak pernah fana
dan segala yang sementara tiba-tiba jadi abadi
seperti cinta dan kasih sayang yang mengalir
bagai sungai dari hilir ke muara
kapan waktu berakhir tak pernah bertanya
Engkau yang selalu bercocok tanam tentang biji-biji hidup di
segala pelosok waktu
di segala zaman yang melahirkan kehidupan
Dari tangannya biji-biji padi tumbuh subur
tanpa air mata tanpa keluh kesah
tanpa kecengengan dan kerapuhan
Kakinya menancap keras di atas tanah
dan doa-doanya terbang melampaui para burung
mengantarkan anak-anak ke sekolah
dan mengajari berjalan melebihi para guru
Ketabahannya melebihi kekuatan akar
yang menghujam ke bebatuan dan tebing
mencari lalu mencari apa yang tak ada agar selalu ada
kesabarannya melampaui telapak samodra
yang membentang dari batas ke batas
hingga tak berbatas
Bantul, 2020
Sumber: Silsilah Keramat (Interlude, 2022)
Analisis Puisi:
Puisi berjudul “Sajak tentang Perempuan” karya Umi Kulsum merupakan sebuah penghormatan puitis terhadap eksistensi dan kekuatan perempuan yang tak hanya bersifat biologis, melainkan juga spiritual, historis, dan universal. Melalui larik-larik puitis yang kuat dan menyentuh, penyair membingkai perempuan sebagai tonggak kehidupan dan penopang peradaban. Dalam puisi ini, perempuan hadir bukan sekadar sebagai sosok ibu atau istri, tetapi sebagai simbol keabadian, ketangguhan, dan ketulusan.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah kemuliaan dan ketangguhan perempuan sebagai sumber kehidupan dan penjaga peradaban. Puisi ini tidak hanya merayakan perempuan dalam aspek domestik, tetapi juga mengangkat mereka sebagai penjaga nilai-nilai luhur, pelestari budaya, dan penggerak kemanusiaan. Tema tersebut menjadikan puisi ini sebagai semacam ode atau sajak penghormatan terhadap perempuan secara menyeluruh.
Puisi ini bercerita tentang sosok perempuan yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah kehidupan manusia. Sejak sebelum bayi menangis, kota berdiri, hingga pohon-pohon tumbuh, perempuan sudah ada. Ia disebut sebagai penjaga kehidupan, penabur benih, pengantar anak-anak ke sekolah, dan pengajar kehidupan yang melebihi para guru. Perempuan dalam puisi ini digambarkan sebagai pilar utama kehidupan yang bekerja dalam diam, namun memiliki kekuatan melebihi akar pohon dan lautan.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan makna filosofis tentang keberadaan perempuan yang melampaui batas waktu, ruang, dan bentuk. Ia bukan hanya bagian dari dunia, tetapi fondasi dari dunia itu sendiri. Kehadirannya tidak selalu terlihat, tetapi perannya sangat menentukan dalam mempertahankan kehidupan, menyuburkan harapan, dan menjaga nilai-nilai luhur. Puisi ini juga mengandung kritik halus terhadap cara dunia memandang perempuan secara sempit. Alih-alih direduksi ke dalam peran-peran normatif, perempuan justru diposisikan sebagai kekuatan kosmis yang mendahului bahkan bangunan-bangunan dan institusi sosial.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa agung, khusyuk, dan penuh penghormatan. Pembaca seolah diajak untuk merenungi kembali bagaimana perempuan hadir dalam setiap fase kehidupan, bahkan jauh sebelum kehidupan itu dikenali. Ada nuansa spiritual dan mistikal yang mendalam, seperti ketika penyair menyebut bahwa perempuan telah ada sebelum segalanya, dan dari tangannya kehidupan tumbuh tanpa tangis dan keluh kesah.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang disampaikan oleh puisi ini sangat jelas: menghargai perempuan bukan hanya karena peran sosialnya, tetapi karena nilai kemanusiaan dan kekuatan eksistensial yang dimilikinya. Perempuan bukan makhluk lemah sebagaimana sering digambarkan secara stereotipikal. Ia adalah makhluk yang bisa berdiri teguh di atas tanah, mengajar tanpa berkata-kata, dan menyuburkan kehidupan tanpa pamrih. Puisi ini mengajak pembaca untuk merefleksikan kembali kontribusi perempuan dalam kehidupan, sejarah, dan peradaban, serta menempatkannya setara dalam penghormatan dan pengakuan.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji alam dan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan kekuatan dan keabadian perempuan:
- “meletakkan tangan di pintu gerbang peradaban” menciptakan gambaran simbolis tentang perempuan sebagai penjaga sejarah.
- “sebelum bayi-bayi bisa menangis” dan “sebelum kota-kota berdiri” menghadirkan imaji waktu purba dan mengaitkan perempuan dengan asal mula.
- “bagai sungai dari hilir ke muara” adalah gambaran kelembutan kasih sayang yang terus mengalir.
- “Kakinya menancap keras di atas tanah” memberi gambaran kekuatan dan kehadiran yang kokoh.
- “doa-doanya terbang melampaui para burung” adalah imaji spiritual yang kuat tentang ketulusan dan kedalaman cinta perempuan.
Imaji-imaji ini meneguhkan posisi perempuan sebagai sosok yang puitis namun juga penuh daya.
Majas
Puisi ini menggunakan banyak majas metafora, hiperbola, dan personifikasi untuk menguatkan pesan dan menghadirkan suasana sakral:
Metafora:
- “pintu gerbang peradaban” mewakili peran perempuan sebagai penjaga nilai dan budaya.
- “lilin kecil menantang badai” (dalam puisi sebelumnya) dipantulkan kembali secara semangat dalam “biji-biji hidup” yang tumbuh dari tangan perempuan.
Hiperbola:
- “lebih dulu ada dari segala yang ada di sini”, “kesabarannya melampaui telapak samodra”, adalah pernyataan yang dilebihkan untuk menekankan besarnya peran perempuan.
Personifikasi:
- “doa-doanya terbang melampaui para burung” memberi karakter aktif pada doa, menyiratkan bahwa kekuatan spiritual perempuan sangat dalam.
Majas-majas ini memperkuat puisi sebagai karya yang bukan hanya menyentuh emosi, tetapi juga menggugah kesadaran sosial.
Puisi "Sajak tentang Perempuan" karya Umi Kulsum merupakan puisi penghormatan yang agung terhadap peran dan eksistensi perempuan. Dengan bahasa yang puitis dan sarat simbol, puisi ini mengangkat perempuan sebagai entitas yang mendahului peradaban, menumbuhkan kehidupan tanpa pamrih, dan menjaga kemanusiaan tanpa henti. Tema yang kuat, makna tersirat yang dalam, serta imaji dan majas yang menggugah menjadikan puisi ini bukan sekadar sajak, tetapi juga manifesto keagungan perempuan.
Lebih dari sekadar pujian, puisi ini adalah panggilan untuk menyadari kembali bahwa perempuan bukan sekadar pelengkap, tetapi fondasi dari kehidupan itu sendiri.
Karya: Umi Kulsum