Sebuah Perjalanan
Aku tak tahu. Mengapa bioskop memutarkan
Kebosanan? Kupu-kupu terbang menembus malam
Mengabarkan losmen, mengabarkan bunuh diri!
Di beranda. Gerimis pun begitu tipis
Memperjelas pendengaran terpelihara salak anjing
Bertasbih pada sunyi (angin mencumbu guguran daun)
Dan dibangun atas nama harapan. Jalan-jalan
Mengalirkan darah. Mengalirkan airmata
Kesepian dan keasingan nama-nama tetap menjulang
Kita hampir jauh berjalan. Membaca semesta
Merasakan rumput memperdengarkan getarnya
Menahan kengerian ajal. Diam-diam kita tertarik
Pada batu. Diam-diam kita ingin jadi batu. Jadi batu
Jiwa terpusat pada-Nya. Kata-kata tersebar
Di semesta terbuka - jadi tembang kehidupan! -
1985
Sumber: Para Penziarah (1987)
Analisis Puisi:
Puisi "Sebuah Perjalanan" karya Soni Farid Maulana adalah karya kontemplatif yang menghadirkan refleksi eksistensial tentang hidup, perjalanan batin, dan keheningan spiritual. Dalam larik-lariknya, pembaca diajak untuk menyusuri ruang kesadaran yang penuh dengan peristiwa-peristiwa simbolik dan atmosfer sunyi yang intens. Puisi ini bukan semata narasi fisik sebuah perjalanan, melainkan ekspresi perenungan mendalam tentang makna hidup dan keinginan untuk melebur dalam ketenangan absolut.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah pencarian makna hidup melalui perjalanan batin yang penuh keheningan, luka, dan kesadaran spiritual. Perjalanan tidak hanya berarti mobilitas fisik, melainkan juga sebuah proses menuju keutuhan jiwa yang damai dan terpusat pada Yang Mahatinggi.
Di balik gambaran losmen, gerimis, bioskop, hingga batu, puisi ini berbicara tentang kehidupan manusia yang penuh kegelisahan namun selalu mencari kepastian dan kedamaian.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini sangat dalam dan filosofis. Beberapa di antaranya:
- Kebosanan di bioskop mewakili kekosongan hidup modern yang dipenuhi hal-hal artifisial namun nihil makna.
- Kupu-kupu yang mengabarkan losmen dan bunuh diri menjadi metafora tentang kefanaan dan tragedi manusia. Losmen adalah tempat singgah sementara, seperti hidup itu sendiri, sedangkan "bunuh diri" menandai kegagalan memahami makna perjalanan itu.
- Ingin menjadi batu menunjukkan kerinduan akan keteguhan, keabadian, dan pelepasan dari hiruk-pikuk kehidupan duniawi. Batu menjadi simbol keheningan dan stabilitas mutlak, tak tergoyahkan oleh gejolak dunia.
- Jiwa terpusat pada-Nya mengisyaratkan bahwa hanya dengan kembali kepada Tuhan, manusia dapat menemukan kedamaian sejati.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan batin seseorang yang menyusuri kesunyian, kegelisahan, dan pertanyaan eksistensial. Dari bioskop yang membosankan, suara anjing di beranda, hingga jalan-jalan yang mengalirkan darah dan air mata, semuanya membentuk lanskap spiritual yang mengantar tokoh aku menuju kesadaran tertinggi.
Ini adalah puisi tentang manusia modern yang kehilangan makna hidup, lalu perlahan-lahan mencari pijakan—melalui rumput, batu, dan kata—untuk menyeimbangkan diri di tengah realitas yang gaduh dan absurd.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini adalah melankolis, reflektif, dan sunyi. Ada gerimis yang tipis, salak anjing, guguran daun, dan jalan-jalan yang mengalirkan darah serta air mata—semua menciptakan atmosfer yang murung sekaligus khidmat.
Namun di balik kemurungan itu, ada nuansa spiritual yang mendalam. Puisi ini memberi ruang kontemplasi, keheningan, dan pencarian. Ia tidak gaduh dalam bentuk, tapi bergejolak dalam makna.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan utama puisi ini adalah bahwa hidup adalah perjalanan menuju kesadaran spiritual, dan bahwa dalam hiruk-pikuk kehidupan, manusia sering kali ingin kembali pada sesuatu yang abadi, kokoh, dan tak berubah—seperti batu.
Puisi ini juga menyiratkan bahwa keheningan dan kesepian bukanlah musuh, melainkan jalan masuk menuju pemahaman diri dan pertemuan dengan Tuhan. Kata-kata adalah bagian dari semesta yang luas, dan dalam diam, kata-kata bisa menjadi tembang kehidupan—sumber kekuatan dan makna.
Unsur Puisi
- Tipografi: Tersusun bebas, namun tiap bait menyampaikan fragmen suasana dan refleksi yang saling mengait.
- Rima dan Irama: Tidak berpola secara tradisional, tetapi kaya akan musikalitas dalam pilihan diksi.
- Diksi: Penuh metafora dan simbol. Kata seperti "bioskop", "losmen", "gerimis", "rumput", dan "batu" menjadi jendela menuju makna yang lebih dalam.
Imaji
Puisi ini menampilkan imaji yang kuat dan memikat, di antaranya:
- Visual: "Kupu-kupu terbang menembus malam", "gerimis pun begitu tipis", "guguran daun", "batu", "jalan-jalan mengalirkan darah".
- Auditori: "Pendengaran terpelihara salak anjing", "airmata", "tasbih pada sunyi".
- Kinestetik: "Diam-diam kita ingin jadi batu" memberi rasa gerak yang tertahan, keinginan yang dalam.
Imaji-imaji ini menyelimuti puisi dengan nuansa hening, religius, dan penuh rasa takzim.
Majas
Puisi ini memanfaatkan beragam majas, antara lain:
Metafora:
- "Bioskop memutarkan kebosanan" – mempersonifikasikan media hiburan sebagai tempat kekosongan.
- "Rumput memperdengarkan getarnya" – seolah rumput memiliki suara jiwa.
Personifikasi:
- "Angin mencumbu guguran daun" – menggambarkan angin seperti makhluk hidup yang menyentuh dengan lembut.
Paradoks:
- "Ingin jadi batu" – keinginan manusia hidup justru untuk menjadi benda mati, yang menandakan kelelahan eksistensial.
Hiperbola:
- "Jalan-jalan mengalirkan darah" – menegaskan penderitaan dan perjuangan dalam hidup.
Simbolisme:
- "Batu", "rumput", dan "kata-kata" sebagai simbol pencarian makna, keteguhan, dan kebijaksanaan hidup.
Puisi "Sebuah Perjalanan" karya Soni Farid Maulana adalah karya kontemplatif yang menyuarakan perjalanan spiritual manusia modern, dari kebosanan dan kekosongan menuju keinginan untuk menjadi satu dengan keheningan dan ketenangan. Dengan bahasa yang penuh metafora dan simbol, penyair menggambarkan kehidupan sebagai serangkaian pengalaman batiniah yang melelahkan namun bermakna.
Di tengah dunia yang sibuk dan penuh kekerasan simbolik, puisi ini menyarankan bahwa diam, batu, dan kata-kata dapat menjadi pelabuhan jiwa. Sebuah karya yang layak direnungkan—seperti jalan panjang menuju Tuhan, yang tenang namun penuh tantangan.
Puisi: Sebuah Perjalanan
Karya: Soni Farid Maulana
Biodata Soni Farid Maulana:
- Soni Farid Maulana lahir pada tanggal 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat.
- Soni Farid Maulana meninggal dunia pada tanggal 27 November 2022 (pada usia 60 tahun) di Ciamis, Jawa Barat.
