Sejumlah Anak
Sejumlah anak bergaya di depan tukang potret
Di belakang mereka gedung-gedung tinggi
Angan-angan yang pandak
Sejumlah anak bergaya di depan tukang potret
Di belakang mereka gubug-gubug reyot
Di belakang mereka sekolah-sekolah
Di belakang mereka jalanan becek
Di belakang mereka debu-debu Jakarta
Sejumlah anak bergaya di depan tukang potret
Di belakang mereka peta Indonesia
Tempat menjelmakan angan-angan
Sejumlah anak Jakarta
Sejumlah anak Indonesia
1980
Analisis Puisi:
Puisi “Sejumlah Anak” karya Adri Darmadji Woko adalah sebuah potret liris tentang generasi muda di tengah kepungan paradoks kehidupan urban dan nasional. Disampaikan dengan bahasa yang sederhana namun penuh daya simbolik, puisi ini menyimpan kepedihan sosial sekaligus harapan masa depan yang merambat melalui imaji-imaji yang kontras.
Tema
Tema utama puisi ini adalah ketimpangan sosial dan harapan anak-anak di tengah realitas Indonesia. Penyair mengangkat kehidupan sejumlah anak yang tumbuh dalam ruang sosial yang kompleks — diapit oleh simbol kemajuan dan ketertinggalan sekaligus, antara gedung pencakar langit dan gubuk reyot, antara peta Indonesia dan jalanan becek.
Puisi ini bercerita tentang sekelompok anak-anak yang berpose di depan tukang potret, dengan latar belakang beragam: gedung tinggi, gubuk reyot, sekolah, jalanan becek, dan debu-debu kota Jakarta. Di balik pose mereka, terdapat sejarah, kesenjangan, dan identitas nasional yang sedang bertumbuh.
Anak-anak itu bukan sekadar subjek fotografi. Mereka adalah metafora dari generasi masa depan Indonesia, yang berdiri di titik silang antara harapan dan realitas. Kamera menjadi medium simbolik yang menangkap bukan hanya wajah, tetapi juga ironi dan kemungkinan yang mereka bawa.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap ketimpangan pembangunan sosial di Indonesia, terutama dalam konteks urban seperti Jakarta. Anak-anak yang tumbuh dalam kondisi sosial yang timpang ini mewakili nasib bangsa: apakah mereka akan terus menjadi korban keadaan, ataukah menjadi pelaku perubahan?
Selain itu, puisi ini juga menyiratkan bahwa di balik sederet penderitaan dan keterbatasan fisik, ada cita-cita yang tetap hidup dan menunggu untuk dijelmakan — sebagaimana tergambar dalam baris “Di belakang mereka peta Indonesia / Tempat menjelmakan angan-angan.”
Unsur Puisi
- Struktur dan Tipografi: Puisi ini tersusun dalam empat bait yang memiliki pengulangan struktur kalimat “Sejumlah anak”. Struktur repetitif ini menciptakan irama yang mantap dan mengokohkan gambaran anak-anak sebagai subjek utama.
- Diksi: Pemilihan kata seperti “gubug-gubug reyot”, “jalanan becek”, “debu-debu Jakarta” menunjukkan perhatian penyair terhadap realitas keras yang dihadapi anak-anak di perkotaan.
- Rima dan Irama: Puisi ini tidak mengandalkan rima konvensional, tetapi membangun irama melalui pengulangan dan jeda visual yang strategis. Ini menekankan suasana serta mengarahkan perhatian pembaca pada lapisan-lapisan makna yang muncul dari tiap latar.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual, yang langsung menyeret pembaca ke dalam lanskap sosial Indonesia:
- “Gedung-gedung tinggi” menggambarkan kemajuan, modernitas, dan dominasi kota.
- “Gubug-gubug reyot” menciptakan kontras sosial, memperlihatkan kemiskinan yang masih membelenggu.
- “Jalanan becek” dan “debu-debu Jakarta” adalah gambaran keseharian yang kotor, penuh tantangan.
- “Peta Indonesia” menjadi simbol harapan kolektif — representasi nasionalisme, cita-cita, dan identitas bersama.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas penting:
- Repetisi (Pengulangan): Kalimat “Sejumlah anak bergaya di depan tukang potret” diulang tiga kali. Ini berfungsi menekankan subjek utama sekaligus membangun struktur naratif yang kuat.
- Paradoks dan Antitesis: Penggunaan latar belakang yang kontras — gedung tinggi vs. gubuk reyot, peta Indonesia vs. jalanan becek — menjadi paradoks sosial yang menohok. Kontras ini menghadirkan ironi pembangunan yang belum merata.
Metafora
“Peta Indonesia / Tempat menjelmakan angan-angan” adalah metafora dari negara sebagai wadah impian — bahwa dari sekumpulan anak yang sederhana inilah masa depan Indonesia bisa ditulis ulang.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini adalah antara getir dan haru, kritis namun penuh harapan. Ada kesedihan yang terselubung karena keterbatasan sosial yang menyelimuti kehidupan anak-anak, namun juga ada nuansa optimis yang tipis namun hadir — bahwa generasi inilah yang membawa cita.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Beberapa amanat dari puisi ini antara lain:
- Perhatian terhadap masa depan anak-anak Indonesia tidak bisa ditunda. Mereka adalah cermin dari keberhasilan atau kegagalan pembangunan nasional.
- Ketimpangan sosial harus diatasi, agar semua anak memiliki kesempatan yang setara untuk mewujudkan impian mereka.
- Pendidikan dan perhatian sosial adalah fondasi penting jika kita ingin melihat peta Indonesia benar-benar menjadi tempat lahirnya angan-angan yang nyata.
Puisi “Sejumlah Anak” karya Adri Darmadji Woko bukan sekadar tentang potret anak-anak di depan kamera. Ia adalah potret sosial tentang realitas masa kini dan masa depan Indonesia yang dibingkai dalam satu momen sederhana — pose anak-anak yang berdiri di antara kemajuan dan keterbelakangan.
Dengan tema sosial yang kuat, simbolisme tajam, dan gaya yang ekonomis namun penuh makna, puisi ini mengingatkan kita bahwa setiap anak Indonesia — betapapun sederhana latar mereka — adalah bagian penting dari peta harapan bangsa.
Karya: Adri Darmadji Woko
Biodata Adri Darmadji Woko:
- Adri Darmadji Woko lahir pada tanggal 28 Juni 1951 di Yogyakarta.
