Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sekuntum Bunga Mawar buat Gadis di Sampingku (Karya Joss Sarhadi)

Puisi “Sekuntum Bunga Mawar buat Gadis di Sampingku” karya Joss Sarhadi bercerita tentang pengalaman batin seorang lelaki muda yang jatuh hati ...
Sekuntum Bunga Mawar buat Gadis di Sampingku

"Namamu siapa?" tanyaku kepada sepasang tangan halus
berpeluk bulu-bulu lembut yang menyandar tahi lalat cokelat
sekonde lincah keemasan mungil di pergelangan kiri itu menudingku
selincah sudut mataku mengintai dari ujung cutbrai kuning kulit kuning
dan berhenti pada pandang indah lurus ke depan
di balik kaca wajah dadu sebening kaca.

"Mau ke mana?" tanyaku lagi kepada rasa
yang menjalar hangat dari tubuh dia
tapi buku besar di pangkuannya itu yang menjawab:
tanpa kata apa-apa.

Aku merasa sendiri di detik berikutnya
meskipun Ibu-ibu berdiri di injakan tangga bis kota ini
"Warga negarakah engkau?" tanya MAW. Brouwer
aku bingung dan kutengok gadis sebelahku
ia tetap memandang lurus ke depan
aku lantas ingat ramalan JAC. Mackie
"Nona, bolehkah aku melamarmu?"
aku terhenyak, lalu, lelah sekali.

Di pintu kampus ia naik beca
kuikuti sambil berjalan kaki
membelok ke kiri mataku masih bundar mengejar
baru ketika terantuk batu kulihat diriku keseluruhannya
ujung sendalku terbuka nganga
seperti mulutku sedang telentang ke langit-langit asrama
kuhitung: satu, dua, tiga ...
tujuh ratus rupiah tanggal sebelas
waktu aku coba menentramkan hati
pintuku diketuk orang
"Ada pesan"
pintuku diketuk orang
"Ada pesan"
"Ya?"
"Ibu minta segera dijemput,
adik perempuanmu sudah besar,
lupakah kau pesan nenek moyang di desa?" Titik
tak sempat aku menjawab apalagi berpikir
ketukan pergi.

Umur gadis tadi kira-kira sembilan belas ke kedua puluhan
tiba-tiba urat lenganku menegang seperti kabel tegangan tinggi
"Apa jabatan Tuan, gaji Tuan sebulan,
atau masih kuliah di Universitas Negeri?"

Di warung gocapan belakang R.S. Cipto pernah kami berkelakar
"Kau nanti menjadi Menteri PDK"
"Kau Dirjen Profesi"
"Dan kau Salesmen"
tetapi semenjak enam bulan ini kami tak lagi ke situ
jalannya berubah memutar buntu oleh rencana kota cq. CBZ.

Biar aku curi
biar aku curi
sekuntum bunga mawar dari halaman bekas Rektorku
maaf Nona, bungkusnya selembar koran
buat wangi tubuhmu
tadi pagi di bis kota ini.

Jakarta, September 1972

Sumber: Horison (Mei, 1974)

Analisis Puisi:

Puisi “Sekuntum Bunga Mawar buat Gadis di Sampingku” karya Joss Sarhadi merupakan lukisan puitik tentang kegamangan cinta dalam bayangan realitas sosial. Latar kota, hiruk-pikuk transportasi publik, dan dialog batin antara penyair dengan dirinya sendiri menghidupkan kisah romansa yang tak pernah terucap. Di balik percakapan batin yang tampak ringan, tersimpan refleksi mendalam tentang identitas, harapan, dan benturan cita dalam kehidupan sehari-hari.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah cinta yang tak terucap dalam realitas sosial yang membatasi. Penyair memperlihatkan dinamika batin seorang lelaki muda yang jatuh hati dalam sekejap pada seorang gadis asing di dalam bus kota, namun kegelisahan, keterbatasan ekonomi, dan tekanan sosial membuat cintanya hanya berakhir sebagai lamunan.

Tema sampingan yang tak kalah kuat adalah perjuangan identitas, mimpi masa muda, dan ironi antara harapan dan kenyataan.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini merefleksikan kerapuhan batin generasi muda dalam menghadapi dunia nyata. Sang penyair, yang digambarkan sebagai mahasiswa atau pemuda yang masih mencari arah hidup, merasa terhubung pada gadis asing hanya lewat perasaan dan pengamatan. Namun pertemuan yang sejenak itu justru membuka banyak pertanyaan—tentang siapa dirinya, apa cita-citanya, dan seberapa kecil dirinya di tengah arus modernitas kota besar.

Mawar yang ia curi dari halaman bekas rektor menjadi simbol cinta sederhana yang jujur namun penuh perjuangan. Ia tidak mampu membungkusnya dengan mewah, hanya dengan koran, namun tetap ingin memberikan sesuatu yang tulus—cinta, meski tanpa kepastian.

Puisi ini bercerita tentang pengalaman batin seorang lelaki muda yang jatuh hati secara spontan kepada gadis asing di dalam bus kota. Sepanjang perjalanan, ia tenggelam dalam pikiran dan pengamatan terhadap gadis itu, mencoba membangun komunikasi meskipun tak terucap. Ia bertanya dalam hati, membayangkan, bahkan melamar dalam diam. Tapi semua hanya terjadi di kepala.

Perpisahan terjadi diam-diam, saat si gadis turun dan naik beca menuju kampus, sedangkan sang pemuda mengikutinya hanya dengan tatapan. Sesampainya di asrama, ia disadarkan kembali pada tanggung jawab keluarga dan kondisi hidupnya sendiri—terlihat dari ketukan pintu yang menyampaikan pesan tentang ibu dan adiknya.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini bergerak dari romantis yang canggung, menuju melankolis dan realistis. Mulanya penuh harap dan ketertarikan diam-diam, tapi lama-kelamaan berbalik menjadi rasa sendiri, lelah, getir, dan ironi. Akhir puisi menggambarkan semacam penyesalan yang manis namun penuh pengakuan tentang kehidupan yang keras: tidak semua cinta bisa dijalani, bahkan ketika ia tampak begitu dekat.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa cinta tidak selalu menuntut balasan; kadang ia cukup hadir sebagai kejujuran perasaan dalam keterbatasan. Di samping itu, puisi ini menyiratkan pentingnya menyadari posisi diri di tengah realitas sosial. Kadang, ketulusan tidak mampu menembus batas-batas sosial dan ekonomi.

Ada pula pesan bahwa hidup adalah tentang pilihan dan keberanian menghadapi kenyataan. Ketertarikan, impian, atau bahkan cinta, sering kali tak sampai bukan karena tak murni, melainkan karena dunia kita belum cukup mampu untuk mewujudkannya.

Imaji

Puisi ini penuh dengan imaji visual dan perabaan yang kuat, di antaranya:
  • “sepasang tangan halus / berpeluk bulu-bulu lembut” → imaji sentuhan yang sensual dan hangat.
  • “sekonde lincah keemasan mungil di pergelangan kiri itu menudingku” → detail visual yang menyentuh, menggambarkan ketertarikan dalam diam.
  • “di balik kaca wajah dadu sebening kaca” → imaji wajah yang sulit dijangkau, menyiratkan jarak emosional.
  • “ujung sendalku terbuka nganga” → imaji visual tentang kondisi ekonomi si “aku”, menghadirkan rasa getir.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini:
  • Personifikasi: “tanya MAW. Brouwer”, “ramalan JAC. Mackie”—buku dan tokoh-tokoh ilmiah dihadirkan seolah berperan aktif dalam kehidupan tokoh aku.
  • Metafora: “urat lenganku menegang seperti kabel tegangan tinggi”—menyiratkan ketegangan emosional dan gairah yang terpendam.
  • Hiperbola: “seperti mulutku sedang telentang ke langit-langit asrama”—menyampaikan keterkejutan dan kelelahan secara berlebihan.
  • Simbolisme: bunga mawar dan koran bekas—melambangkan cinta yang tulus meski sederhana dan tak sempurna.

Unsur Puisi

Puisi ini memiliki beberapa unsur penting:
  • Diksi: Campuran diksi puitis, satir, dan sehari-hari (cutbrai, gocapan, CBZ) menciptakan kesan khas urban yang kuat.
  • Tipografi: Disusun bebas namun bertahap mengikuti arus kesadaran tokoh “aku”.
  • Nada: Canggung, getir, penuh humor pahit.
Puisi “Sekuntum Bunga Mawar buat Gadis di Sampingku” adalah puisi tentang cinta yang sederhana namun menyentuh, ditulis dengan penuh ironi dan pengamatan sosial yang tajam. Ia adalah puisi yang merekam pertemuan singkat yang membekas, tentang cinta yang tak sampai, dan tentang perjuangan batin manusia muda di tengah kota yang keras dan acuh.

Joss Sarhadi melalui puisi ini menampilkan betapa perasaan manusia bisa bergulir dari satu senyuman ke keresahan hidup yang lebih luas, dari satu bis kota ke kesadaran sosial yang kompleks. Mawar itu pun pada akhirnya bukan sekadar bunga, melainkan simbol dari niat dan ketulusan yang tak sempat terucap.

Joss Sarhadi
Puisi: Sekuntum Bunga Mawar buat Gadis di Sampingku
Karya: Joss Sarhadi

Biodata Joss Sarhadi:
Nama lengkapnya adalah Joseph Suminto Sarhadi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.