Selintas Angin di Tengah Padang
Selintas angin di tengah padang
Bergoyang pucuk-pucuk ilalang
Menatap pohonan ranggas
Tak seorang di sana bergegas.
Sumber: Horison (April, 1975)
Analisis Puisi:
Puisi “Selintas Angin di Tengah Padang” karya Herman KS adalah contoh sempurna bagaimana bentuk sederhana dapat menyimpan kedalaman makna. Terdiri hanya dari 1 bait 4 baris dengan rima AABB, puisi ini mengajak pembaca untuk merasakan kesunyian yang hadir di tengah lanskap alam terbuka—bukan hanya sebagai latar, tetapi sebagai metafora eksistensial.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah keheningan dan keterasingan, yang tercermin dari suasana padang yang kosong dan tenang. Di balik deskripsi lanskap, tersirat refleksi tentang kekosongan hidup atau ketenangan yang membungkus kesendirian.
Makna Tersirat
Meski hanya empat baris, puisi ini menyimpan makna yang lebih dari sekadar deskripsi alam:
- “Selintas angin” menggambarkan sesuatu yang datang cepat, tak terduga, dan segera berlalu, mungkin mewakili momen pencerahan, kenangan, atau perasaan yang sebentar namun membekas.
- “Pucuk-pucuk ilalang bergoyang” memperlihatkan bahwa sesuatu yang kecil tetap bisa bereaksi terhadap perubahan. Ini bisa dimaknai sebagai kerentanan jiwa manusia dalam menghadapi perubahan atau gangguan sekilas dalam hidup.
- “Menatap pohonan ranggas” memberi bayangan tentang sesuatu yang kering, tandus, dan kehilangan kesuburan, bisa menjadi simbol masa lalu, kenangan, atau harapan yang sudah gugur.
- “Tak seorang di sana bergegas” menegaskan kesunyian, sepi, atau bahkan ketiadaan gairah hidup di tempat itu. Mungkin ini metafora untuk kehidupan yang stagnan atau pencarian yang tak kunjung menemukan jawaban.
Unsur Puisi
Beberapa unsur puisi yang menonjol dalam karya ini:
- Struktur: 1 bait, 4 baris, rima akhir AABB yang teratur dan menciptakan irama lembut.
- Diksi: Kata-kata seperti selintas, pucuk-pucuk, ranggas, dan bergegas digunakan untuk menyampaikan suasana sunyi, lambat, dan tanpa dinamika keras.
- Gaya Bahasa: Tidak banyak kata emosional, tapi justru dengan kesederhanaan itu puisi ini menyampaikan nuansa kontemplatif yang dalam.
Puisi ini bercerita tentang suatu momen sunyi di alam terbuka, tepatnya di padang, di mana angin berhembus dan ilalang bergoyang lembut, tapi tidak ada satu pun manusia yang tampak. Gambaran ini bukan hanya lukisan pemandangan, melainkan refleksi kesendirian atau kehampaan dalam hidup.
Seolah penulis ingin mengatakan: dalam kehidupan yang luas ini, seringkali kita merasa sendiri, diam di tengah gerak alam, dan hanya menjadi saksi dari segala yang datang dan pergi.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang dibangun dalam puisi ini adalah sunyi, lengang, dan kontemplatif. Tidak ada aktivitas manusia yang tergambar, bahkan tidak ada tanda-tanda dinamika sosial. Yang ada hanyalah gerakan alam (angin, ilalang), dan diamnya benda mati (pohon ranggas), menciptakan kesan hampa dan hening.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan atau amanat yang bisa ditarik dari puisi ini antara lain:
- Bahwa dalam kesunyian pun, ada makna yang bisa direnungkan.
- Alam dapat menjadi cermin kesadaran diri, memberi ruang untuk melihat ke dalam, meresapi waktu, dan merenungkan keberadaan.
- Kekosongan tidak selalu buruk; ia bisa menjadi wadah kontemplasi dan penyadaran akan keterhubungan kita dengan dunia di sekitar.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan gerak, walau sederhana:
- Imaji angin → menggambarkan pergerakan, meski hanya sebentar.
- Imaji ilalang bergoyang → menghadirkan gerakan lembut, liris.
- Pohon ranggas → membangkitkan visual pohon kering tanpa daun, simbol kegersangan atau kehilangan.
- Tidak ada yang bergegas → memberi visualisasi padang kosong tanpa manusia, hanya waktu yang berjalan perlahan.
Imaji ini semua berfungsi membangun lanskap hening yang penuh makna.
Majas
Meskipun tidak banyak menggunakan majas yang mencolok, puisi ini tetap memiliki gaya bahasa figuratif:
- Personifikasi: “Menatap pohonan ranggas” memberi kesan bahwa si penyair atau narator secara aktif memandang objek alam secara emosional, seolah berkomunikasi diam-diam.
- Metafora tersirat: Angin, padang, dan ilalang bisa dibaca sebagai simbol dari perjalanan hidup, waktu, dan kerentanan.
Puisi “Selintas Angin di Tengah Padang” karya Herman KS membuktikan bahwa puisi pendek pun bisa menyimpan kekuatan besar dalam menyampaikan pengalaman batin. Di balik baris-baris sederhana tentang angin, ilalang, dan pohon kering, tersirat sebuah refleksi tentang kesunyian, waktu yang diam-diam berlalu, dan perasaan keterasingan yang mungkin universal bagi siapa pun yang pernah merasa sendirian di tengah dunia yang luas.
Dengan unsur alam sebagai medium perenungan, puisi ini mengajak pembaca berhenti sejenak, memandang ke dalam, dan meresapi sunyi sebagai bagian dari perjalanan hidup.
Puisi: Selintas Angin di Tengah Padang
Karya: Herman KS
Biodata Herman KS:
- Herman KS lahir pada tanggal 9 Oktober 1937 di Medan.