Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Setiap Aku (Karya Agus Dermawan T.)

Puisi "Setiap Aku" karya Agus Dermawan T. bercerita tentang seorang tokoh liris yang tengah berada dalam hubungan dengan seseorang yang seleranya ...

Setiap Aku


Setiap aku katakan bahwa musik waltz selalu membuat aku berdiri dan bergoyang kaki sambil menggenggam erat jejari tanganmu, maka kau putarkan 3 dog night sampai aku pusing dan kau beri aku bodrex. Memang selera kita berbeda tetapi aku selalu berusaha menjagamu dan itu kewajibanku. Kau selalu waras bukan? katamu.

Aku bayangkan besok apabila kita sudah berumah tangga. Aku yang senang berdansa di rumah sedangkan kau selalu berdiskusi di kantin atau menjadi sasaran kelebat lampu-lampu disko. Wajahmu pijar, ketika pulang sambil tak lupa menanyakan: kau masih waras bukan? wooooo....

Yogyakarta, 1976

Sumber: Pantang Kabur (2022)

Analisis Puisi:

Puisi "Setiap Aku" karya Agus Dermawan T. merupakan potret puitik yang khas dan unik tentang relasi cinta yang berjalan di antara perbedaan. Puisi ini tidak hanya merekam dinamika hubungan dua insan yang berbeda selera dan kebiasaan, tetapi juga menyentuh soal toleransi, kegigihan, dan absurditas kecil dalam kehidupan romantis. Dengan gaya penulisan naratif dan sedikit jenaka, puisi ini menyiratkan refleksi akan kemungkinan-kemungkinan hidup bersama dengan seseorang yang sangat berbeda dari diri kita.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perbedaan karakter dalam hubungan cinta, terutama saat dua individu yang memiliki selera, kebiasaan, dan cara hidup berbeda mencoba membangun kebersamaan. Tema ini diperkuat dengan subtema seperti kompromi, harapan masa depan, dan ironi dalam kehidupan pasangan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini cukup tajam dan ironis:
  • Hubungan cinta bukan soal kesamaan, melainkan tentang bagaimana dua orang yang berbeda tetap mencoba saling menjaga.
  • Cinta sering kali dipenuhi kompromi kecil yang tak selalu menyenangkan, seperti memutar musik yang tidak disukai, atau menerima obat sakit kepala karena musik keras yang diputar pasangan.
  • Pertanyaan “kau masih waras bukan?” adalah metafora tentang tekanan relasi, di mana ketidaksinkronan antara harapan dan realita menjadi ujian kesehatan mental dalam hubungan.
  • Ada sindiran halus bahwa cinta yang terlalu berusaha menyesuaikan diri bisa membuat seseorang kehilangan jati diri atau bahkan kebingungan terhadap arah hubungan.

Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh liris yang tengah berada dalam hubungan dengan seseorang yang seleranya sangat berbeda. Ia menyukai musik waltz dan berdansa, sementara pasangannya menyukai musik keras seperti 3 Dog Night. Ketika tokoh liris mencoba menunjukkan perhatian dan pengorbanan, ia justru menerima respons sarkastik atau ringan dari pasangannya. Lalu, si aku membayangkan masa depan rumah tangga mereka—penuh dengan perbedaan yang sama dan pertanyaan eksistensial, “kau masih waras bukan?”. Puisi ini menyiratkan ketidakpastian, kegelisahan, dan absurditas yang lucu sekaligus menyedihkan dalam hubungan yang berjalan di atas ketimpangan selera.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini cenderung ironi, jenaka, tetapi juga melankolis dan reflektif. Pembaca diajak tersenyum karena absurditas keseharian yang digambarkan, namun perlahan-lahan terhanyut dalam keprihatinan tokoh liris yang terlihat menyimpan kekhawatiran tentang masa depan hubungannya.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Beberapa pesan yang dapat ditarik dari puisi ini:
  • Cinta bukan hanya soal romantisme, tetapi soal keteguhan menjaga hubungan di tengah perbedaan.
  • Perbedaan dalam hubungan adalah hal biasa, namun jika tidak disikapi dengan kedewasaan, bisa jadi sumber konflik dan kegelisahan.
  • Pertanyaan “kau masih waras bukan?” menyiratkan perlunya ruang untuk tetap waras dan jujur terhadap diri sendiri dalam relasi yang timpang.
  • Kadang, mempertahankan hubungan justru menguras energi ketika tidak dibarengi dengan empati dan keseimbangan perasaan antar pasangan.

Imaji

Puisi ini penuh dengan imaji yang hidup dan konkret, seperti:
  • “musik waltz selalu membuat aku berdiri dan bergoyang kaki” → gambaran tubuh yang bereaksi dengan keindahan musik.
  • “kau putarkan 3 Dog Night sampai aku pusing dan kau beri aku Bodrex” → perpaduan antara suara keras dan respons fisik (pusing), menciptakan gambaran yang jenaka sekaligus menyakitkan.
  • “wajahmu pijar, ketika pulang sambil tak lupa menanyakan…” → menampilkan sosok pasangan yang energik, liar, dan mungkin tidak sepenuhnya peka.
Imaji dalam puisi ini memperkuat kesan perbedaan dunia antara dua insan yang mencoba bersatu.

Majas

Meskipun menggunakan bahasa sehari-hari yang ringan dan naratif, puisi ini tetap memuat beberapa majas:
  • Metafora: “genggam erat jejari tanganmu” bukan sekadar tindakan fisik, tetapi lambang dari keintiman dan niat menjaga hubungan.
  • Hiperbola: “sampai aku pusing dan kau beri aku Bodrex” → ekspresi yang dilebihkan untuk menggambarkan ketidaknyamanan ekstrem karena perbedaan selera.
  • Ironi / Sarkasme: Pertanyaan “kau masih waras bukan?” yang terus berulang menjadi ironi hubungan, karena yang tampak waras mungkin justru menyimpan kegilaan dalam bentuk kompromi tiada henti.
  • Repetisi: Kalimat “kau selalu/masih waras bukan?” diulang untuk menegaskan kegelisahan dan menjadi penutup yang menohok dan reflektif.
Puisi "Setiap Aku" karya Agus Dermawan T. adalah gambaran puitik tentang realitas cinta yang tak selalu berjalan di jalan yang sama. Melalui narasi yang sederhana, tokoh liris menyuarakan konflik batin kecil yang sering kita alami dalam hubungan: perbedaan minat, kebiasaan, bahkan visi hidup. Di balik jenaka dan ironi yang ditampilkan, puisi ini menyimpan perenungan mendalam tentang apa makna mencintai seseorang yang jauh berbeda dari kita, dan sampai sejauh mana cinta layak dipertahankan sebelum kita bertanya: “kau masih waras bukan?”

Sebuah puisi yang tajam, jenaka, dan reflektif—menggambarkan pergulatan emosional dengan cara yang ringan namun menyentil hati.

Agus Dermawan T.
Puisi: Setiap Aku
Karya: Agus Dermawan T.

Biodata Agus Dermawan T.:
  • Agus Dermawan T. lahir pada tanggal 29 April 1952 di Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.