Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Aku Memungut Mata (Karya I Nyoman Wirata)

Puisi "Aku Memungut Mata" karya I Nyoman Wirata bercerita tentang seseorang yang “memungut” — atau lebih tepatnya, menemukan kembali — pandangan ...
Aku Memungut Mata

Aku memungut mata 
Di sebuah bale banjar 
Mata hasrat
Membangun dari dasar 
Hingga ke puncak atap
Dengan rasa masa lalu
Dan kokoh menghadapi gempa masa kini

Masa lalu mengantarkan wahyu
Semula candi dan batu menyatu

Aku memungut irama
Di tubuh kota kota
Yang suka alpa
Pada masa lalu

Kota kota berlayar dalam cahaya benderang
Bagai perahu besar
Entah kemana akan berangkat

Aku memungut mata
Yang melihat 
Keindahan dekat di mata
Jika dibangun dengan cinta 
Kemudian membimbing orang 
Seperti kembali pulang

Aku memungut irama 
Di ujung selatan jalan
Rasa dan warna lain dari cinta yang pulang
Ke Jero Batan Moning

Aku memungut kata
Yang mengingatkan
Masa silam itu warisan indah
Sekaligus membuat gundah
Sebab apa saja mungkin hilang
Di tengah kota.

06/12/2017

Analisis Puisi:

Puisi "Aku Memungut Mata" karya I Nyoman Wirata adalah karya yang sarat refleksi tentang hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam konteks kebudayaan serta pembangunan. Dengan gaya bahasa yang puitis dan simbolik, penyair mengajak pembaca merenungkan nilai warisan budaya di tengah arus modernisasi yang cepat.

Tema

Tema puisi ini adalah refleksi budaya dan nilai masa lalu di tengah perkembangan zaman. Penyair menekankan pentingnya menghargai dan membangun masa kini dengan fondasi nilai sejarah, tradisi, dan cinta, agar tidak tercerabut dari akar identitas.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang “memungut” — atau lebih tepatnya, menemukan kembali — pandangan (mata), irama, dan kata yang merekam sejarah serta nilai-nilai lama. Di tengah pembangunan kota-kota yang modern dan benderang, penyair mengingatkan bahwa ada keindahan masa lalu yang patut dijaga. Perahu besar kota yang berlayar tanpa tujuan jelas menjadi metafora akan modernisasi yang kehilangan arah jika melupakan akar budaya.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa modernisasi dan kemajuan tidak boleh mengorbankan warisan budaya dan nilai-nilai luhur masa lalu. “Memungut mata” melambangkan kesadaran kembali untuk melihat keindahan dan makna yang dekat namun sering diabaikan. “Memungut irama” dan “memungut kata” menjadi simbol upaya mempertahankan harmoni budaya, bahasa, dan nilai-nilai leluhur di tengah ancaman hilangnya identitas akibat urbanisasi dan globalisasi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa reflektif dan gundah, bercampur antara rasa cinta terhadap keindahan warisan budaya dengan kekhawatiran akan hilangnya jejak sejarah di tengah perkembangan zaman.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang ingin disampaikan penyair adalah bahwa pembangunan fisik harus diiringi dengan pembangunan jiwa dan pelestarian budaya. Cinta pada masa lalu bukan berarti menolak kemajuan, tetapi menjadikannya landasan agar kemajuan tersebut memiliki arah yang jelas dan berakar pada identitas yang kuat.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan auditif:
  • “Aku memungut mata di sebuah bale banjar” — membentuk gambaran ruang komunal yang khas dalam budaya Bali.
  • “Kota-kota berlayar dalam cahaya benderang” — menciptakan visual kota modern penuh lampu.
  • “Memungut irama di tubuh kota-kota” — memberi kesan adanya suara dan ritme kehidupan perkotaan.
Imaji ini membantu pembaca membayangkan kontras antara kehidupan tradisional dan modern yang menjadi inti perenungan penyair.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora — “Memungut mata”, “memungut irama”, dan “memungut kata” bukan diartikan secara literal, melainkan melambangkan pencarian kembali nilai dan makna hidup.
  • Personifikasi — Kota-kota “berlayar” dan “suka alpa” memberikan sifat manusia pada objek tidak hidup.
  • Simbolisme — “Perahu besar” melambangkan perjalanan peradaban atau arah pembangunan.
  • Repetisi — Frasa “Aku memungut…” diulang beberapa kali untuk memberi penekanan pada proses pencarian dan pengumpulan nilai-nilai yang terlupakan.

I Nyoman Wirata
Puisi: Aku Memungut Mata
Karya: I Nyoman Wirata
© Sepenuhnya. All rights reserved.