Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Aku tidak Pulang (Karya L.K. Ara)

Puisi "Aku Tidak Pulang" karya L.K. Ara bercerita tentang sosok pejuang yang menolak untuk menyerah atau mundur meskipun menghadapi situasi perang ...
Aku tidak Pulang
untuk Pejuang Aman Dimot

Aku tidak pulang
Itulah kata-kata terakhir ia ucapkan
Kemudian tubuhnya lelah semakin lelah
Lalu musuh itu menangkapnya
Memasukkan granat ke mulutnya
Lalu terdengar suara
Bunyi yang amat keras
Dan tubuhnya berkeping-keping
Darah bersimbah
Dan bumi memerah

Runduklah pepohonan
Rerantinigpun tak dapat menahan sedih
Satwa menangis
Dan alam menitikan air mata
Tahu pejuang bangsa
Menghembuskan nafas terakhirnya

Aku tidak pulang
Itulah kata-kata terakhir ia ucapkan
Sebagai jawaban ajakan mari kita pulang
Untuk menghindar dalam pertempuran
Karena lawan datang tak terbilang
Sedang ia dan pejuang lainnya telah terkepung
Tak ada lagi tempat berlindung
Namun ia tetap tegar hati
Untuk memilih mati
Dan berucap, aku tidak pulang

Pejuang itu lahir di Tenamak, Isaq
Pada tahun 1920 itu berpendidikan sederhana
Mengaji al-Quran di kampungnya
Namun setiap kata mengalir dalam darahnya
Menggetarkan hatinya
Menjadi gerak hidupnya
Di tahun 1945 pejuang itu
Menggabungkan diri
Dalam barisan Laskar Berani Mati
Lalu berjuang membela negeri

Begitulah pada hari minggu ketika itu
Di Gelengang Musara Alun masyarakat berhimpun
Bergemalah syalawat dan takbir
Diselingi irama syair
Bernada juang, pembangkit semangat
Melepas pejuang pergi ke garis depan
Yang diangkut dengan truk
Menuju Gayo Lues melintasi Alas
Yang akhirnya tiba di tanah Karo
Daerah perjuangan yang dituju

Hari ini kami mengenangmu
Sambil ingat jasa dan keberanianmu
Kami menundukkan kepala
Sambil mengirim al-fatihah untukmu

Banda Aceh, 14 Februari 2008

Analisis Puisi:

Puisi "Aku Tidak Pulang" karya L.K. Ara menyuarakan kisah heroik seorang pejuang bangsa yang berani mempertaruhkan nyawanya demi kemerdekaan dan keadilan. Puisi ini menjadi sebuah penghormatan mendalam terhadap pengorbanan dan keberanian para pejuang yang rela menolak keselamatan demi terus bertempur.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pengorbanan dan keberanian dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Melalui kisah seorang pejuang yang memilih untuk tidak pulang dan menghadapi maut demi negara, puisi ini mengangkat semangat patriotisme dan kesetiaan.

Puisi ini bercerita tentang sosok pejuang yang menolak untuk menyerah atau mundur meskipun menghadapi situasi perang yang sangat sulit. Ketika musuh mengepung dan memasukkan granat ke mulutnya, pejuang itu tetap tegar dan memilih mati di medan juang. Kisah nyata ini berlatar tahun 1945, di mana pejuang tersebut bergabung dalam Laskar Berani Mati, berjuang di berbagai daerah seperti Gayo Lues dan tanah Karo.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah nilai keberanian, pengabdian tanpa pamrih, dan kesetiaan yang membara untuk bangsa dan tanah air. Meskipun pendidikan pejuang itu sederhana, semangat dan keyakinannya kuat, mengalir seperti darah yang menggerakkan jiwa dan raga dalam perjuangan. Puisi juga menyiratkan bahwa kematian di medan juang adalah sebuah kehormatan dan wujud cinta tertinggi kepada tanah air.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini dipenuhi dengan kesedihan, penghormatan, dan keharuan, namun juga semangat juang yang membara. Gambaran alam yang merunduk dan satwa yang menangis memperkuat rasa duka dan penghormatan alam semesta terhadap pengorbanan sang pejuang.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama puisi ini adalah pentingnya mengenang jasa para pejuang yang telah berkorban demi kemerdekaan dan menumbuhkan rasa hormat serta semangat patriotik dalam diri generasi sekarang. Puisi juga mengajak pembaca untuk tidak melupakan sejarah dan keberanian yang mendasari kemerdekaan bangsa.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji yang kuat:
  • "Memasukkan granat ke mulutnya, lalu terdengar suara bunyi yang amat keras, dan tubuhnya berkeping-keping, darah bersimbah, dan bumi memerah" menghadirkan gambaran tragis dan heroik;
  • "Runduklah pepohonan, reranting pun tak dapat menahan sedih, satwa menangis dan alam menitikan air mata" memberi kesan alam turut berduka atas pengorbanan pejuang;
  • "Bergemalah syalawat dan takbir diselingi irama syair bernada juang" menggambarkan suasana pemberangkatan yang sakral dan penuh semangat.

Majas

Beberapa majas dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: alam yang turut merunduk dan menitikan air mata;
  • Hiperbola: tubuh yang berkeping-keping dan bumi yang memerah sebagai simbol kekerasan dan pengorbanan besar;
  • Repetisi: kalimat "Aku tidak pulang" diulang sebagai penegasan sikap tegar sang pejuang;
  • Simbolisme: granat sebagai lambang kekerasan dan pengorbanan; syalawat dan takbir sebagai simbol semangat dan keimanan.
Puisi "Aku Tidak Pulang" mengajak kita untuk mengenang dan menghormati para pejuang yang telah berkorban jiwa raga demi kemerdekaan dan masa depan bangsa. Untuk Pejuang Aman Dimot, puisi ini menjadi sumber inspirasi sekaligus pengingat akan keberanian dan pengabdian tanpa pamrih yang harus terus dihargai dan diwariskan.

L.K. Ara
Puisi: Aku tidak Pulang
Karya: L.K. Ara

Biodata L.K. Ara:
  • Nama lengkap L.K. Ara adalah Lesik Keti Ara.
  • L.K. Ara lahir di Kutelintang, Takengon, Aceh Tengah, 12 November 1937.
© Sepenuhnya. All rights reserved.