Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bersimpuh di Seribu Subuh (Karya Tjahjono Widarmanto)

Puisi "Bersimpuh di Seribu Subuh" karya Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan ungkapan spiritual dan pengabdian.
Bersimpuh di Seribu Subuh

aku ingin terlimpuh sehingga lumpuh
sampai sujud ini Kau peluk
: “sudah aku lewatkan pasrah patuh beribu subuh
zikir berduka, syair yang bulirkan air mata
basulah segala peluh, hisaplah segala keluh

aku terus bersimpuh, telimpuh hingga lumpuh
“Kau lihatkah lututku lunglai, beringsut, menggelepar seperti ikan di kailMu”

seribu subuh tetap terlimpuh
kupukul-pukulkan kening untuk tabuh memohon simpuh.

ngawi-bumi ketanggi

Sumber: Mata Air di Karang Rindu (2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Bersimpuh di Seribu Subuh" karya Tjahjono Widarmanto adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan ungkapan spiritual dan pengabdian. Puisi ini menggambarkan sebuah perjalanan dalam kehidupan spiritual seseorang yang mengejar kesucian dan hubungan yang mendalam dengan Tuhan.

Tindakan Simpuh dan Pengabdian: Puisi ini dibuka dengan ungkapan keinginan untuk terlimpuh dan lumpuh, sebagai tindakan simpuh yang melambangkan pengabdian dan kerendahan hati yang dalam kepada Tuhan. Penyair ingin menunjukkan ketundukan dan ketergantungan penuh terhadap Tuhan dengan terus bersimpuh.

Penekanan pada Pengulangan "Seribu Subuh": Pengulangan frasa "seribu subuh" memberikan efek ritmis dan mendalam dalam puisi ini. Ini menciptakan perasaan waktu yang berlalu dalam perjalanan spiritual, seiring dengan perjalanan "seribu subuh." Pengulangan ini juga menggambarkan kesungguhan dan ketekunan dalam pencarian kehadiran Tuhan.

Gambaran Fisik dan Spiritual: Penyair menggunakan gambaran fisik lutut yang lunglai dan beringsut untuk menggambarkan keadaan tubuh yang melemah dan terkalahkan oleh pengabdian. Namun, di balik gambaran fisik ini, terkandung makna spiritual yang mendalam tentang kerendahan hati dan perjuangan dalam mencapai kedekatan dengan Tuhan.

Pencarian dan Pengharapan: Puisi ini mencerminkan pencarian seseorang yang tak henti-hentinya mencari Tuhan, meskipun terkendala oleh rintangan dan keterbatasan fisik. Pengharapan untuk merasakan kehadiran Tuhan dan mendapatkan belas kasihNya tercermin dalam pengulangan "Kau lihatkah lututku lunglai" yang mengisyaratkan adanya dialog dengan Tuhan.

Simbolisme Kening dan Tabuh: Puisi ini menggunakan simbolisme kening yang dipukul-pukulkan sebagai bentuk tabuh untuk memohon simpuh. Kening dipukul sebagai tanda pengabdian dan permohonan, menunjukkan tindakan keagamaan yang mendalam dan penuh rasa sakral.

Puisi "Bersimpuh di Seribu Subuh" adalah karya sastra yang menggambarkan perjalanan spiritual seseorang dalam mencari Tuhan dan kesucian. Puisi ini menggambarkan ketekunan, pengabdian, dan tindakan simpuh sebagai bentuk kerendahan hati dan pencarian akan hubungan yang lebih mendalam dengan Tuhan. Dengan menggunakan gambaran fisik dan simbolisme, puisi ini menggambarkan kerinduan dan pengharapan yang terkandung dalam perjalanan spiritual tersebut.

Tjahjono Widarmanto
Puisi: Bersimpuh di Seribu Subuh
Karya: Tjahjono Widarmanto

Biodata Tjahjono Widarmanto:
  • Tjahjono Widarmanto lahir pada tanggal 18 April 1969 di Ngawi, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.