Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Catatan Akhir Tahun (Karya Wahyu Prasetya)

Puisi "Catatan Akhir Tahun" mengingatkan kita bahwa setiap akhir masa bukan sekadar penutup, melainkan momen refleksi yang kaya dengan pelajaran hidup
Catatan Akhir Tahun (IV)

di sanjung langit mendung
gumam terhambat beceknya langkah
dan ribuan hati yang bersembunyi
adalah ketakutan bagi tegur ramah hari ini
jika tergeletak sudah
harapan yang terbelah belati
tinggal serpih matamu yang bergetar
menyimpan isyarat impian congkak kita
segala tertanggal dan tumbuh kembali
bekas luka di kening serta setiap kerut dahi
segala putus dan terangkai kembali
duka kanak-kanak serta kegagalan ibu bapak
di sanjung awan-awan kelabu
redupnya suara menandai ketaksetiaan itu
bagi rangkuman citra esok pagi
di mana kematian pewarna rahasia hari-hari kita
segala putus segala terlepas
bulan dan tahun menguris kenangan di tanah
siapapun yang telah rebah dan kalah
hari ini kembali mengatur langkah

Berlin, 1983

Sumber: Gerbong (1998)

Analisis Puisi:

Puisi "Catatan Akhir Tahun" karya Wahyu Prasetya mengajak pembaca untuk merenungi perjalanan waktu, menyelami luka dan kegagalan yang mengiringi setiap langkah hidup, serta memetik pelajaran dari kesedihan dan harapan yang bertaut dalam perjalanan tersebut. Puisi ini sarat dengan makna mendalam yang menggambarkan pergulatan batin di akhir sebuah tahun, di persimpangan antara masa lalu dan masa depan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah refleksi tentang perjalanan hidup, perjuangan melawan ketakutan, luka, kegagalan, serta harapan yang terus tumbuh meski penuh rintangan. Puisi ini menyiratkan pergulatan batin manusia menghadapi waktu yang terus berjalan.

Puisi ini bercerita tentang kondisi batin seseorang dan masyarakat pada saat akhir tahun, saat di mana berbagai kenangan—baik duka maupun suka—bercampur menjadi satu. Ada gambaran tentang ketakutan yang menyembunyikan diri, harapan yang retak, luka yang meninggalkan bekas, serta kegagalan yang harus dihadapi dan dirangkul kembali. Meski banyak yang “putus” dan “terlepas,” ada juga kesempatan untuk “tumbuh kembali” dan “mengatur langkah” ke depan.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah tentang ketabahan dan keteguhan dalam menghadapi tantangan hidup, termasuk kematian sebagai bagian tak terelakkan dari perjalanan manusia. Puisi juga menyinggung ketidaksetiaan dan kegagalan yang menjadi warna rahasia dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus menjadi pelajaran yang membentuk masa depan.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tercipta adalah muram, penuh kesedihan, sekaligus menggugah kesadaran akan pentingnya terus melangkah dan tidak menyerah. Langit mendung, awan kelabu, serta kata-kata seperti “ketakutan,” “bekas luka,” dan “kegagalan” memperkuat suasana melankolis sekaligus reflektif.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan dalam puisi ini adalah agar kita tidak takut menghadapi kegagalan, luka, dan kesedihan yang terjadi dalam hidup, karena semua itu adalah bagian dari proses pembelajaran dan pertumbuhan. Di tengah segala keterpurukan, tetaplah mengatur langkah dan memandang masa depan dengan harapan.

Imaji

Puisi ini menyajikan berbagai imaji yang kuat dan menggugah:
  • “langit mendung” dan “awan-awan kelabu” menggambarkan suasana hati yang suram;
  • “harapan yang terbelah belati” menyiratkan harapan yang tersayat dan retak;
  • “bekas luka di kening serta setiap kerut dahi” melukiskan beban hidup yang menorehkan tanda di wajah;
  • “bulan dan tahun menguris kenangan di tanah” sebagai lambang waktu yang terus berjalan dan meninggalkan jejak sejarah dalam hidup.

Majas

Dalam puisi ini ditemukan beberapa majas seperti:
  • Metafora: “harapan yang terbelah belati,” “bulan dan tahun menguris kenangan” untuk menggambarkan perasaan dan waktu;
  • Personifikasi: suara yang “redup” menandai ketaksetiaan, bulan dan tahun yang “menguris” kenangan;
  • Hiperbola: “ribuan hati yang bersembunyi adalah ketakutan” sebagai gambaran ketakutan yang meluas.
Puisi "Catatan Akhir Tahun" mengingatkan kita bahwa setiap akhir masa bukan sekadar penutup, melainkan momen refleksi yang kaya dengan pelajaran hidup. Luka, kegagalan, dan ketakutan adalah bagian yang tak terpisahkan, namun dengan kesadaran dan keteguhan, kita mampu menyusun kembali harapan untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik.

Wahyu Prasetya
Puisi: Catatan Akhir Tahun
Karya: Wahyu Prasetya

Biodata Wahyu Prasetya:
  • Eko Susetyo Wahyu Ispurwanto (akrab dipanggil Pungky) lahir pada tanggal 5 Februari 1957 di Malang, Jawa Timur.
  • Wahyu Prasetya meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2018 (pada umur 61).
© Sepenuhnya. All rights reserved.