Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Dia yang Telah Diberitakan Mati (Karya Mawie Ananta Jonie)

Puisi "Dia yang Telah Diberitakan Mati" karya Mawie Ananta Jonie bercerita tentang seorang lelaki yang pulang ke kampung halamannya setelah lama ...
Dia yang Telah Diberitakan Mati

Lelaki itu pulang ke kampung asalnya dari negeri bawah laut,
setelah puluhan tahun tanpa pasport-kewarganegaraannya dicabut.

Seorang guru sahabat karibnya datang membawa segenggam hati,
dalam satu percakapan ia bercerita lelaki itu diberitakan telah mati.

Kenalan seorang tentara bilang lelaki itu wartawan komunis,
telah terbunuh bersama Aidit dan pengikutnya ditumpas habis.

Bulan Desember tahun 1964 lelaki itu meninggalkan tanah air,
untuk tugas belajar di negeri Yang Zhe Jiang terus mengalir.

Masih hidup lelaki itu dan bertemu orang sekampung yang setia,
sedang penguasa masih saja ditopang dosa dosa dan senjata.

Analisis Puisi:

Puisi "Dia yang Telah Diberitakan Mati" karya Mawie Ananta Jonie menghadirkan sebuah narasi sejarah yang pahit, menyelipkan kisah tentang seorang tokoh yang diberitakan mati padahal sebenarnya masih hidup. Dengan gaya bahasa naratif dan reflektif, puisi ini menghadirkan suasana penuh luka, terutama terkait tragedi politik dan pergolakan ideologi yang pernah membekas dalam sejarah Indonesia.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pengasingan, kehilangan identitas, dan ketidakadilan politik. Penyair menyoroti bagaimana seorang lelaki kehilangan kewarganegaraan, dicabut haknya, bahkan dikabarkan mati karena stigma politik yang menempel padanya. Puisi ini menyinggung luka sejarah bangsa, terutama terkait tragedi 1965 dan dampaknya terhadap individu maupun masyarakat.

Puisi ini bercerita tentang seorang lelaki yang pulang ke kampung halamannya setelah lama berada di luar negeri. Ia sebelumnya kehilangan paspor karena kewarganegaraannya dicabut, dan selama itu tersebar kabar bahwa ia sudah mati. Ada kesaksian dari berbagai pihak: seorang sahabat, seorang tentara, bahkan kabar yang mengaitkannya dengan tokoh Aidit dan tragedi pembersihan komunis. Namun kenyataannya, lelaki itu masih hidup, kembali, dan bertemu orang-orang sekampung yang setia.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap kekuasaan yang menggunakan stigma politik untuk menghapus identitas dan sejarah seseorang. Lelaki yang “diberitakan mati” merepresentasikan mereka yang menjadi korban propaganda, penghilangan paksa, dan pengasingan politik. Penyair ingin menyampaikan bahwa sejarah yang dipelintir penguasa tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Selain itu, ada pesan tentang kesetiaan—bahwa meski penguasa menolak, masyarakat kecil tetap mengenang dan menerima orang yang mereka cintai.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa kelam, getir, dan penuh luka sejarah. Ada bayangan tentang pengkhianatan, pengasingan, dan ketidakpastian hidup seorang manusia yang dianggap musuh negara. Meski demikian, ada juga nuansa hangat pada bagian akhir ketika ia masih bisa bertemu dengan orang-orang sekampung yang setia.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang dapat ditarik dari puisi ini adalah pentingnya melawan lupa terhadap sejarah. Penguasa bisa saja menulis ulang sejarah sesuai kepentingannya, tetapi kebenaran tidak bisa selamanya ditutupi. Puisi ini juga menyiratkan pesan tentang kemanusiaan: bahwa di balik stigma politik, seorang manusia tetaplah manusia dengan hak untuk hidup, kembali, dan diterima.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji historis sekaligus emosional, antara lain:
  • “pulang ke kampung asalnya dari negeri bawah laut” menghadirkan imaji eksotis sekaligus metaforis tentang keterasingan.
  • “segenggam hati” memberi gambaran emosional tentang persahabatan dan kesetiaan.
  • “telah terbunuh bersama Aidit dan pengikutnya ditumpas habis” memunculkan imaji sejarah yang mengerikan.
  • “dosa dosa dan senjata” menjadi imaji kuat tentang kekuasaan yang korup dan represif.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “negeri bawah laut” yang menggambarkan pengasingan atau dunia asing yang jauh dari tanah air.
  • Hiperbola: “segenggam hati” yang menekankan kedalaman perasaan sahabat.
  • Ironi: kabar kematian yang ternyata berlawanan dengan kenyataan, karena lelaki itu masih hidup.
  • Personifikasi: “dosa dosa dan senjata menopang penguasa” yang memberi sifat hidup pada hal abstrak dan benda mati.
Puisi "Dia yang Telah Diberitakan Mati" karya Mawie Ananta Jonie bukan sekadar kisah tentang seorang lelaki yang “hilang” lalu kembali. Ia adalah representasi dari luka sejarah, pengkhianatan politik, dan keberanian untuk kembali meski identitas sempat dihapus. Melalui tema, cerita, makna tersirat, suasana, amanat, imaji, dan majas yang digunakan, puisi ini berhasil menjadi refleksi penting tentang bagaimana sejarah tidak boleh ditutupi, karena selalu ada yang akan mengingat dan menyuarakannya kembali.

Puisi Sepenuhnya
Puisi: Dia yang Telah Diberitakan Mati
Karya: Mawie Ananta Jonie
© Sepenuhnya. All rights reserved.