Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Engkuk (Karya Piek Ardijanto Soeprijadi)

Puisi "Engkuk" karya Piek Ardijanto Soeprijadi bercerita tentang suara burung engkuk yang muncul di tengah sunyi siang hari desa. Suara itu menjadi ..
Engkuk

kuk kuk kuk kuk bunyimu di cabang tinggi
kuk kuk kuk kuk sendiri di siang hari

anggukmu mengiakan
tentang kerja saja
tanam jagung kacang ketela

kuk kuk kuk kuk bunyimu menghias sunyi
kuk kuk kuk kuk hadirmu menemani kami

anggukmu meyakinkan
tentang hidup kami
berladang di desa sepi

Sumber: Horison (November, 1971)

Analisis Puisi:

Puisi "Engkuk" karya Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu karya yang sederhana namun sarat makna. Dengan gaya bahasa yang lugas, penyair menghadirkan suasana pedesaan melalui suara burung engkuk (burung tekukur) yang identik dengan kehidupan alam dan ladang. Meski tampak ringan, puisi ini memiliki kedalaman yang bisa ditangkap dari berbagai sisi.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kehidupan pedesaan yang sederhana serta hubungan harmonis antara manusia, alam, dan makhluk hidup di sekitarnya. Burung engkuk bukan sekadar hewan, tetapi simbol ketenangan, kerja keras, dan keseharian masyarakat desa.

Puisi ini bercerita tentang suara burung engkuk yang muncul di tengah sunyi siang hari desa. Suara itu menjadi pengiring dan pengingat bagi kehidupan masyarakat desa yang bekerja di ladang, menanam jagung, kacang, dan ketela. Burung engkuk seolah hadir sebagai teman sekaligus peneguh semangat di tengah kesepian desa.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa kehidupan sederhana masyarakat desa tetap memiliki keindahan dan makna. Burung engkuk diposisikan sebagai simbol penguat jiwa: suaranya yang berulang mengajarkan tentang ketekunan, tentang menerima kehidupan apa adanya, dan tentang kesetiaan pada kerja keras di tengah keterbatasan. Ada pula nuansa bahwa manusia dan alam saling melengkapi, bukan saling menguasai.

Suasana dalam puisi

Suasana yang terasa dalam puisi ini adalah tenang, sunyi, dan sederhana. Puisi menghadirkan gambaran suasana pedesaan yang damai, tanpa hiruk pikuk kota. Ada rasa keakraban, keteduhan, sekaligus kesepian yang justru dihidupkan oleh kehadiran suara burung engkuk.

Amanat / pesan yang disampaikan puisi

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa hidup sederhana dengan kerja keras memiliki nilai dan kebahagiaan tersendiri. Manusia bisa belajar dari suara engkuk yang konsisten: tentang kesabaran, kesetiaan pada hidup, dan menerima kenyataan tanpa keluh kesah.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji pendengaran dan imaji visual. Imaji pendengaran muncul dari bunyi “kuk kuk kuk kuk” yang berulang, menirukan suara khas burung engkuk. Imaji visual hadir melalui gambaran cabang tinggi tempat burung hinggap, ladang jagung, kacang, dan ketela yang ditanam masyarakat desa.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Onomatope: bunyi “kuk kuk kuk kuk” menirukan suara burung engkuk.
  • Personifikasi: burung engkuk digambarkan seperti mampu mengiyakan atau meyakinkan manusia tentang kehidupan.
  • Repetisi: pengulangan bunyi “kuk kuk kuk kuk” menegaskan ritme suara burung sekaligus memberi kekuatan suasana sunyi.
Puisi "Engkuk" karya Piek Ardijanto Soeprijadi berhasil memotret kehidupan pedesaan dengan sederhana, namun penuh makna. Ia menghadirkan simbol burung engkuk sebagai cermin kesetiaan, kesabaran, dan ketenangan hidup masyarakat desa. Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk menghargai kehidupan yang sederhana, menemukan kebahagiaan dalam kerja keras, serta menyadari keindahan alam yang sering terlupakan.

Puisi: Engkuk
Puisi: Engkuk
Karya: Piek Ardijanto Soeprijadi

Biodata Piek Ardijanto Soeprijadi:
  • Piek Ardijanto Soeprijadi (EyD Piek Ardiyanto Supriyadi) lahir pada tanggal 12 Agustus 1929 di Magetan, Jawa Timur.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi meninggal dunia pada tanggal 22 Mei 2001 (pada umur 71 tahun) di Tegal, Jawa Tengah.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966.
© Sepenuhnya. All rights reserved.