Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Epitaf (Karya Adri Darmadji Woko)

Puisi "Epitaf" karya Adri Darmadji Woko bercerita tentang seseorang yang menanam sebuah pohon yang kelak buahnya akan dipetik oleh anak cucunya.
Epitaf

Pohon yang ditanam ini kelak akan dipetik
buahnya oleh anak cucu kita sambil senantiasa
mengulang-ulang perkataan yang sama: "Inilah
buah yang dulu pernah disodorkan Hawa kepada
Adam, sekarang kutawarkan kepadamu."

1975

Sumber: Horison (April, 1977)

Analisis Puisi:

Puisi "Epitaf" karya Adri Darmadji Woko adalah karya singkat namun sarat makna, yang memadukan simbol pohon, buah, dan kisah Adam–Hawa dalam Kitab Suci. Judul “epitaf” sendiri—yang berarti tulisan pada batu nisan—langsung memberi kesan reflektif dan berhubungan dengan kematian, warisan, serta pesan yang ingin diabadikan untuk generasi mendatang.

Tema

Tema utama puisi ini adalah warisan moral dan siklus kesalahan manusia. Pohon yang ditanam dalam puisi bukan sekadar tanaman, tetapi simbol dari sesuatu yang akan terus tumbuh dan menghasilkan buah yang bisa dinikmati atau justru membawa konsekuensi seperti kisah buah terlarang dalam mitologi agama. Tema lainnya adalah godaan dan pengulangan sejarah dosa manusia.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang menanam sebuah pohon yang kelak buahnya akan dipetik oleh anak cucunya. Saat buah itu diberikan, mereka akan mengulang perkataan yang merujuk pada kisah Hawa yang menawarkan buah terlarang kepada Adam. Dengan demikian, puisi ini menghadirkan gambaran bahwa warisan atau kebiasaan—baik atau buruk—akan diwariskan dari generasi ke generasi.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa manusia sering mengulangi kesalahan yang sama, meski sejarah dan cerita lama sudah memberi peringatan. Pohon dalam puisi menjadi simbol dari warisan yang bisa berarti pengetahuan, kebiasaan, atau bahkan dosa yang diwariskan. Kisah Hawa dan Adam digunakan bukan hanya sebagai referensi agama, tetapi juga sebagai metafora tentang sifat dasar manusia yang rentan terhadap godaan.

Suasana dalam puisi

Suasana puisi ini cenderung reflektif dan agak sinis. Ada kesan bahwa penyair sedang merenungkan siklus yang tak terputus dari perilaku manusia, sambil mengisyaratkan bahwa warisan tertentu mungkin bukan sepenuhnya baik.

Amanat / pesan yang disampaikan puisi

Amanat yang dapat diambil adalah pentingnya kesadaran dalam memilih warisan yang akan diberikan kepada generasi berikutnya. Puisi ini mengingatkan bahwa apa yang kita tanam hari ini—baik dalam arti harfiah maupun metaforis—akan dipetik oleh anak cucu, sehingga kita harus bijak dalam menentukan jenis “buah” yang akan mereka warisi.

Imaji

Puisi ini memunculkan imaji visual yang kuat, seperti:
  • Pohon yang tumbuh dan berbuah.
  • Anak cucu yang memetik buah sambil mengulang-ulang ucapan tertentu.
  • Gambaran buah terlarang yang ditawarkan Hawa kepada Adam.
Imaji tersebut sederhana namun membawa beban simbolis yang besar.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Metafora: pohon dan buah sebagai simbol warisan, pengetahuan, atau godaan.
  • Alegori: keseluruhan puisi sebagai perumpamaan tentang sejarah manusia yang berulang.
  • Allusi: rujukan langsung pada kisah Hawa dan Adam yang dikenal luas dalam teks keagamaan.
  • Repetisi: pengulangan frasa “mengulang-ulang perkataan yang sama” untuk menegaskan siklus yang terus berulang.
Puisi "Epitaf" singkat namun memancing renungan mendalam. Dengan meminjam simbol dari kisah awal manusia, Adri Darmadji Woko menyampaikan pesan tentang kesadaran akan apa yang diwariskan, serta mengajak pembaca memikirkan bagaimana menghindari pengulangan kesalahan yang sama dari masa lalu.

Puisi: Epitaf
Puisi: Epitaf
Karya: Adri Darmadji Woko

Biodata Adri Darmadji Woko:
  • Adri Darmadji Woko lahir pada tanggal 28 Juni 1951 di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.