Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Gadis Kampung Jambangan (Karya D. Zawawi Imron)

Puisi "Gadis Kampung Jambangan" karya D. Zawawi Imron bercerita tentang seorang penyair yang, di tengah kemeriahan pesta kerapan sapi di Madura, ...

Gadis Kampung Jambangan


dalam kumandang saronen pesta kerapan
kujumpa seorang dara
dengan agak-agak pada hatinya
lalu diraihnya bulan yang biru
pada mata penyair

aku ingat di sini Madura
lalu terbayang kesekian kilat celurit
sehingga kedua hati
saling menyanyi sendiri-sendiri

1965

Sumber: Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)

Analisis Puisi:

Puisi "Gadis Kampung Jambangan" karya D. Zawawi Imron adalah sebuah potret singkat namun kuat yang memadukan keindahan budaya Madura, simbolisme personal, dan sentuhan lirisisme khas penyairnya. Meskipun hanya terdiri dari beberapa bait, puisi ini menyimpan kedalaman makna yang bisa ditafsirkan dari sudut pandang budaya, cinta, maupun pengalaman estetis.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjumpaan dan kesan mendalam terhadap sosok gadis kampung yang terhubung dengan identitas budaya Madura. Penyair menghadirkan suasana tradisi lokal, dalam hal ini pesta kerapan sapi dengan iringan musik saronen, yang menjadi latar peristiwa pertemuan tersebut. Unsur cinta, kekaguman, dan kebanggaan budaya melebur menjadi satu.

Puisi ini bercerita tentang seorang penyair yang, di tengah kemeriahan pesta kerapan sapi di Madura, bertemu dengan seorang gadis kampung bernama Jambangan. Pertemuan itu tidak sekadar fisik, melainkan juga memicu imajinasi dan ingatan penyair terhadap budaya, simbol, dan bahkan bayangan kekerasan khas Madura—yang diwakili oleh kilatan celurit. Pada akhirnya, kedua hati digambarkan “menyanyi sendiri-sendiri”, menandakan adanya jarak atau keterpisahan emosional.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini dapat dibaca dalam dua lapis.
  • Pertama, keindahan dan keanggunan gadis tersebut adalah representasi dari kecantikan budaya Madura itu sendiri—kuat, memikat, tetapi juga menyimpan ketegangan dan potensi bahaya.
  • Kedua, cinta atau ketertarikan kadang tidak selalu berujung pada kebersamaan. Walau ada momen pertemuan yang indah, kehidupan dan realitas sosial bisa memisahkan dua hati, sehingga mereka hanya bisa “menyanyi sendiri-sendiri”.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah campuran antara romantis, eksotis, dan sedikit getir. Di satu sisi, ada kemeriahan pesta kerapan yang penuh warna budaya; di sisi lain, ada rasa keterpisahan yang tersirat di akhir puisi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah keindahan budaya harus dihargai dan dikenang, meskipun ada sisi-sisi kehidupan yang tidak selalu indah atau mudah dipersatukan. Selain itu, pertemuan singkat kadang bisa meninggalkan kesan abadi, walau tidak berujung pada kebersamaan.

Imaji

D. Zawawi Imron memanfaatkan imaji visual dan imaji pendengaran yang kuat:
  • Imaji pendengaran: “kumandang saronen pesta kerapan” memunculkan suara musik tradisional Madura yang riuh.
  • Imaji visual: “diraihnya bulan yang biru” adalah gambaran puitis yang menghidupkan sosok gadis dalam cahaya romantis.
  • Imaji gerak dan simbol: “kilat celurit” menggambarkan gerakan cepat dan tajam, yang menambah nuansa khas Madura.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “kau raih bulan yang biru” melukiskan pesona gadis secara simbolis.
  • Repetisi: pengulangan bunyi “sendiri-sendiri” untuk menegaskan keterpisahan.
  • Metonimia: “kilat celurit” digunakan untuk mewakili sisi keras dan berani dalam budaya Madura.

Puisi D. Zawawi Imron
Puisi: Gadis Kampung Jambangan
Karya: D. Zawawi Imron

Biodata D. Zawawi Imron:
  • D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.