Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Jalaluddin Rumi (Karya Amien Wangsitalaja)

Puisi "Jalaluddin Rumi" karya Amien Wangsitalaja bercerita tentang perjalanan batin seorang pencinta. Pada bagian pertama, penyair mengisahkan ...
Jalaluddin Rumi (1)

aku yang kehilangan kekasih
kini nemukan cinta

sebab mentari memang tak tertangkap
selain cahaya

aku
merindukan mentari
selepas cahaya

Jalaluddin Rumi (2)

pada sosok kawan
kurobek-robek ornament cinta
dengan pecahan api tari
(aku bukan orang yang dungu
menerapkan ihwal itu)

kawanku ialah pelaminan
tempat asa dan gundah
tumpah

kawanku
matahari
ialah engkau

Jalaluddin Rumi (3)

mari menari
dan menghiasi orgi
dengan semarak sajak
dan pesta ilahi

aku duduk di taman
dikitari bunga
musim semi
bulan
dan emosi

aduh
kucipta busur dengan alismu
untuk memanahkan pandangku
pada pusar berahimu.

Sumber: Kitab Rajam (2001)

Analisis Puisi:

Puisi "Jalaluddin Rumi" karya Amien Wangsitalaja hadir dalam tiga bagian yang berbeda namun saling terhubung. Ketiganya bukan sekadar puisi cinta biasa, melainkan menggambarkan kompleksitas batin seorang pencinta yang mencari makna di antara kehilangan, rindu, perjumpaan, dan transendensi. Membaca puisi ini, kita seakan diajak menelusuri jalan sunyi menuju cinta yang lebih dalam—cinta manusia, sekaligus cinta ilahi.

Tema

Tema utama puisi ini adalah cinta dan spiritualitas. Cinta dihadirkan bukan hanya sebagai relasi antarindividu, melainkan sebagai pengalaman yang mampu menyingkap makna eksistensi. Cinta dipandang sebagai jalan menuju keindahan, kerinduan, sekaligus penghubung menuju Tuhan.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan batin seorang pencinta. Pada bagian pertama, penyair mengisahkan kehilangan kekasih namun menemukan cinta baru yang digambarkan lewat simbol “mentari” dan “cahaya”. Pada bagian kedua, hadir perjumpaan dengan seorang kawan yang dilukiskan sebagai pelaminan tempat tumpahnya asa dan gundah, sekaligus disimbolkan sebagai “matahari”. Sementara pada bagian ketiga, penyair menggambarkan ekstase cinta, menari dalam suasana penuh bunga, bulan, musim semi, hingga akhirnya sampai pada puncak simbol erotis sekaligus spiritual.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa cinta sejati tidak berhenti pada kehilangan, melainkan membuka jalan menuju pengalaman yang lebih luas dan dalam. Kehilangan justru menjadi pintu untuk menemukan cahaya yang hakiki. Penyair juga ingin menyampaikan bahwa cinta bisa menampakkan dirinya dalam bentuk persahabatan, rindu, gairah, bahkan pengalaman ilahi yang penuh ekstase. Dengan demikian, cinta dipahami sebagai kekuatan transformasi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini berubah-ubah mengikuti alur bagian. Pada bagian pertama, suasananya melankolis, penuh kerinduan terhadap yang hilang. Bagian kedua menghadirkan nuansa penuh perasaan—campuran antara harapan dan gundah. Sementara bagian ketiga, suasana berganti menjadi meriah, penuh semangat, ekstase, dan kegairahan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa cinta adalah energi yang mempersatukan manusia dengan sesamanya dan dengan Tuhan. Cinta tidak boleh dipandang sempit, tetapi harus diterima sebagai kekuatan yang bisa membawa manusia menuju kebahagiaan dan pemahaman hidup yang lebih dalam.

Imaji

Amien Wangsitalaja membangun puisi ini dengan imaji visual dan emosional yang kuat. Misalnya:
  • “mentari memang tak tertangkap / selain cahaya” melahirkan imaji terang yang tak terjangkau.
  • “kawanku ialah pelaminan / tempat asa dan gundah tumpah” menggambarkan ruang batin yang intim.
  • “aku duduk di taman / dikitari bunga / musim semi / bulan / dan emosi” menghadirkan lanskap keindahan yang romantis sekaligus spiritual.
  • “kucipta busur dengan alismu / untuk memanahkan pandangku / pada pusar berahimu” menciptakan imaji erotis yang puitis, menggabungkan sensualitas dan metafora cinta.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora, seperti “mentari” dan “cahaya” sebagai lambang cinta dan kerinduan.
  • Personifikasi, tampak pada “kawanku ialah pelaminan”, seolah pelaminan dapat menjadi pribadi tempat tumpahnya rasa.
  • Hiperbola, misalnya pada ungkapan “kurobek-robek ornament cinta / dengan pecahan api tari” yang menghadirkan kesan dramatis.
  • Simbolisme, terutama penggunaan alam (matahari, bunga, bulan, musim semi) sebagai simbol perjalanan cinta dan jiwa.
Puisi "Jalaluddin Rumi" karya Amien Wangsitalaja adalah sebuah eksplorasi tentang cinta yang tidak berhenti pada tataran personal, melainkan menyingkap makna spiritual. Tema cinta, imaji alam, majas simbolik, serta suasana yang berganti-ganti membuat puisi ini kaya makna dan penuh nuansa. Ia berpesan bahwa cinta bukan hanya sekadar rasa, tetapi juga jalan menuju pengenalan diri, orang lain, dan Tuhan.

Amien Wangsitalaja
Puisi: Jalaluddin Rumi
Karya: Amien Wangsitalaja
© Sepenuhnya. All rights reserved.