Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kejora Malam (Karya Djamil Suherman)

Puisi "Kejora Malam" karya Djamil Suherman bercerita tentang ajakan untuk merenung terhadap tanda-tanda kebesaran Tuhan di alam semesta. Penyair ...
Kejora Malam
(Ath-Thariq)

Demi langit dan kejora malam
tahukah kau apa kejora malam
ialah sebuah bintang paling cemerlang
kalaupun tiap yang bernafas ada penunggunya
baiklah manusia berpikir dari apa ia diciptakan-Nya
manusia diciptakan dari airlata
yang keluar dari sela iga dan tulang dada
sungguh tuhan kuasa bangkitkan dari matinya
pada hari segala rahasia akan terbuka
sedang mereka tak berdaya tak berpembela

Demi langit yang mengucurkan hujan
dan demi bumi yang 'numbuhkan tanaman
sungguh Qur'an perkataan benar
sekali bukan omongan kelakar

Sebenarnyalah mereka sengaja mempermainkan
tapi Akupun akan juga mempermainkan
tapi Akupun akan juga mempermainkan
baiklah biarkan kafir-kafir itu biarkan

Sumber: Kabar dari Langit (1986)

Analisis Puisi:

Puisi "Kejora Malam" karya Djamil Suherman merupakan salah satu puisi religius yang sarat dengan nuansa spiritual dan refleksi ketuhanan. Penyair menghadirkan lirisasi ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya surah Ath-Thariq, dengan menekankan perenungan manusia atas asal-usul penciptaan, kekuasaan Tuhan, serta kepastian hari pembalasan. Melalui gaya bahasa sederhana tetapi kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk kehidupan dan menundukkan hati di hadapan keagungan Sang Pencipta.

Tema

Tema utama puisi ini adalah keimanan dan kekuasaan Tuhan. Djamil Suherman mengangkat refleksi manusia tentang asal penciptaannya, kesementaraan hidup, dan kepastian hari akhir. Puisi ini juga menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kebenaran yang tak terbantahkan, meskipun sebagian orang mempermainkannya.

Puisi ini bercerita tentang ajakan untuk merenung terhadap tanda-tanda kebesaran Tuhan di alam semesta. Penyair mengingatkan manusia agar tidak melupakan asal-usulnya yang diciptakan dari sesuatu yang hina, yaitu “airlata” (air mani), tetapi memiliki derajat mulia berkat rahmat Tuhan. Selain itu, puisi ini juga menegaskan bahwa pada hari kiamat segala rahasia akan dibuka, manusia tak lagi berdaya, dan hanya pertolongan Allah yang menentukan nasib mereka.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah peringatan akan kerendahan posisi manusia di hadapan Sang Khalik. Meski manusia sering menyombongkan diri, hakikatnya mereka diciptakan dari sesuatu yang lemah. Dengan demikian, tidak pantas bagi manusia mempermainkan kebenaran atau meremehkan ajaran agama. Makna lain yang bisa ditangkap adalah ajakan untuk selalu mengingat kematian, karena dunia hanyalah sementara sedangkan kehidupan abadi menanti di akhirat.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini cenderung khidmat, serius, dan penuh peringatan. Latar langit, hujan, dan bumi yang subur digunakan sebagai pengingat kebesaran Tuhan, sementara gambaran tentang hari kebangkitan memberi nuansa sakral sekaligus menegangkan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama dari puisi ini adalah:
  • Manusia harus merenungkan asal-usul dirinya dan sadar bahwa ia sangat bergantung kepada Tuhan.
  • Al-Qur’an adalah kebenaran sejati yang tidak boleh diremehkan.
  • Hari kiamat adalah keniscayaan, maka manusia sebaiknya menyiapkan bekal amal sebelum semuanya terbongkar.
  • Jangan sombong atau mempermainkan kebenaran, karena pada akhirnya hanya Allah yang berkuasa.

Imaji

Djamil Suherman menghadirkan imaji visual dan religius yang kuat dalam puisinya. Misalnya:
  • “kejora malam… bintang paling cemerlang” → menimbulkan gambaran cahaya bintang yang bersinar di langit malam.
  • “airlata yang keluar dari sela iga dan tulang dada” → imaji biologis yang mengingatkan asal penciptaan manusia.
  • “langit yang mengucurkan hujan, bumi yang ‘numbuhkan tanaman” → imaji alam yang memberi kesan subur, hidup, dan penuh rahmat.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Majas personifikasi: “langit yang mengucurkan hujan” → langit digambarkan seakan-akan memiliki kemampuan memberi hujan.
  • Majas metafora: “kejora malam” sebagai simbol cahaya petunjuk yang menuntun manusia.
  • Majas hiperbola: gambaran tentang hari segala rahasia dibuka memberikan efek dramatis tentang kedahsyatan kiamat.
Puisi "Kejora Malam" karya Djamil Suherman bukan sekadar rangkaian kata, melainkan seruan batin yang mengajak manusia merenungi penciptaannya, menyadari kebesaran Tuhan, dan bersiap menghadapi hari akhir. Dengan mengangkat inspirasi dari Al-Qur’an, penyair menegaskan bahwa kebenaran sejati bukanlah permainan kata, melainkan sesuatu yang harus dipahami, dihayati, dan diamalkan.

Puisi: Kejora Malam
Puisi: Kejora Malam
Karya: Djamil Suherman

Biodata Djamil Suherman:
  • Djamil Suherman lahir di Surabaya, pada tanggal 24 April 1924.
  • Djamil Suherman meninggal dunia di Bandung, pada tanggal 30 November 1985 (pada usia 61 tahun).
  • Djamil Suherman adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.