Lagu Kedai
Senandung itu berujung la, siul itu mineur
Tapi ia terus saja, sampai dingin bercampur
pada kopi ketiga, sampai senyum gugur dan topeng
terbuka: "Tak ada lagi, abang, hati saya"
Tak ada lagi, jiwa manis, diri saya
1976
Sumber: Horison (Mei, 1978)
Analisis Puisi:
Puisi "Lagu Kedai" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya singkat namun sarat makna. Goenawan, yang dikenal sebagai penyair sekaligus esais dengan gaya bahasa reflektif dan simbolis, menghadirkan suasana intim dalam ruang sederhana: sebuah kedai. Dari balik fragmen-fragmen kecil percakapan dan nuansa sehari-hari, ia menyelipkan renungan mendalam tentang kesepian, keterasingan, dan kehilangan rasa hidup.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kehampaan batin dan keterasingan manusia. Kedai, yang biasanya menjadi tempat perjumpaan hangat, justru digambarkan sebagai latar dari runtuhnya senyum, hilangnya hati, dan pudarnya jiwa. Goenawan menghadirkan suasana di mana sesuatu yang tampak biasa (kopi, musik, percakapan) ternyata menyimpan kehampaan eksistensial.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang duduk di sebuah kedai, mendengar senandung dan siul yang bernuansa minor, sambil meneguk kopi hingga gelas ketiga. Dalam pertemuan itu, topeng sosial yang semula dikenakan akhirnya gugur, dan muncul pengakuan jujur: “Tak ada lagi, abang, hati saya.” Narasi sederhana ini menggambarkan momen rapuh ketika seseorang mengakui kekosongan dirinya di hadapan orang lain.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah perjumpaan manusia sering kali hanya menjadi panggung dengan topeng-topeng sosial. Senyum bisa gugur, kehangatan kopi bisa hambar, dan obrolan bisa berakhir pada kejujuran pahit: hilangnya hati dan jiwa. Goenawan seolah ingin mengatakan bahwa kehidupan modern, meski tampak ramai, sering menyisakan kehampaan yang sulit ditutupi oleh basa-basi.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, dingin, dan sunyi. Musik yang mineur, kopi yang terus diteguk, dan akhirnya pengakuan getir menciptakan atmosfer kesepian yang mendalam. Pembaca seolah diajak merasakan dingin malam di kedai yang penuh hampa.
Amanat / Pesan
Pesan yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah kejujuran batin lebih penting daripada sekadar menjaga topeng sosial. Kehidupan mungkin penuh basa-basi, tetapi pada akhirnya, manusia tidak bisa selamanya menyembunyikan kehampaan diri. Ada saat di mana kejujuran—meski pahit—perlu diungkapkan.
Imaji
Goenawan menghadirkan imaji sederhana namun kuat:
- “dingin bercampur pada kopi ketiga” → menghadirkan bayangan suasana kedai yang semakin larut dan dingin.
- “senyum gugur dan topeng terbuka” → gambaran metaforis tentang runtuhnya kepura-puraan.
- “Tak ada lagi hati saya” → imaji batin yang menegaskan kekosongan eksistensial.
Imaji ini mempertegas suasana murung dan keterasingan yang menjadi inti puisi.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
- Majas personifikasi: “senyum gugur” seolah senyum adalah benda hidup yang bisa layu dan jatuh.
- Majas metafora: “topeng terbuka” melambangkan hilangnya kepura-puraan manusia.
- Majas hiperbola: “tak ada lagi, abang, hati saya” sebagai pengungkapan mendalam atas rasa kehilangan diri yang sesungguhnya tak kasatmata.
Puisi "Lagu Kedai" karya Goenawan Mohamad, meski singkat, mampu menggetarkan karena kesederhanaannya yang menyimpan makna dalam. Dengan tema keterasingan dan kehilangan batin, puisi ini mengingatkan pembaca bahwa di balik pertemuan manusia, selalu ada kemungkinan kehampaan dan kesepian yang tak terucapkan. Imaji dan majas yang digunakan memperkaya lapisan makna, menjadikan puisi ini refleksi lirih tentang eksistensi manusia di ruang keseharian.
Puisi: Lagu Kedai
Karya: Goenawan Mohamad
Biodata Goenawan Mohamad:
- Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
- Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.