Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)
Analisis Puisi:
Tema utama puisi ini adalah kerinduan pada masa kecil dan kampung halaman. Penyair mengangkat suasana nostalgia terhadap memori yang pernah dialami di masa lalu, khususnya momen-momen sederhana namun membekas, seperti alunan lagu suling, suara pengantar tidur, dan kebersamaan dengan orang-orang tercinta.
Puisi ini bercerita tentang kenangan masa kecil yang melekat kuat dalam hati, meskipun sang penyair kini berada di tanah rantau yang jauh. Lagu-lagu yang pernah didengar, pemandangan kampung halaman, dan sosok-sosok yang hadir di masa itu kembali muncul di ingatan. Setiap bunyi, seperti tiupan suling atau nyanyian lembut, menjadi pemicu rindu akan suasana rumah, keluarga, dan kehidupan sederhana di masa lalu.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah betapa kuatnya ikatan batin seseorang dengan tanah kelahiran dan masa kecilnya. Waktu mungkin terus berjalan, usia bertambah, dan jarak memisahkan, tetapi kenangan yang manis tetap hidup dan mampu menghangatkan hati. Puisi ini juga memberi pesan bahwa pengalaman masa kecil memiliki kekuatan emosional yang tak tergantikan, membentuk kepribadian dan membawa rasa nyaman yang mendalam meski hanya dalam ingatan.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini adalah hangat, syahdu, dan melankolis. Ada rasa manis dari memori masa lalu, namun juga terselip rasa rindu yang menekan dada. Setiap bait menghadirkan gambaran yang tenang—seperti bunyi suling, nyanyian pengantar tidur, dan aktivitas sehari-hari di kampung—namun dibalut perasaan kehilangan karena semua itu kini hanya dapat dikenang.
Amanat / Pesan yang disampaikan
Pesan yang disampaikan dalam puisi ini adalah pentingnya menghargai masa lalu dan kenangan yang pernah kita miliki. Waktu kecil adalah masa yang membentuk hati dan identitas kita. Meski tak mungkin kembali, kenangan itu bisa menjadi penghibur di saat rindu atau kesepian. Puisi ini juga mengingatkan bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal besar, melainkan dari momen-momen kecil yang penuh makna.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji yang memancing indra pembaca:
- Imaji pendengaran: bunyi suling di rantau (“Terdengar sulingan di waktu dulu”), nyanyian lembut pengantar tidur (“Buai-buai suara uwai”), kicauan burung di pagi hari (“Sedang sunyi burung bernyanyi”).
- Imaji penglihatan: gambaran kampung halaman dan rumah (“Terbayang kampung, rumah halaman”), matahari naik di pagi hari (“Ketika di bahu mentari naik”).
- Imaji perabaan: aktivitas sehari-hari seperti menjahit baju atau menyangkut seprei (“menjahit baju, menyangkut sep’rai”) yang memberi kesan kehangatan rumah.
Majas
Beberapa majas yang hadir dalam puisi ini antara lain:
- Repetisi: pengulangan bunyi dan frasa seperti “terkenang” untuk menegaskan rasa rindu.
- Personifikasi: memberi sifat manusia pada benda atau suasana, seperti lagu yang “merayu kuping” dan kenangan yang “membangun rindu”.
- Metafora: penggunaan “Jantungnya” sebagai sebutan penuh kasih untuk orang yang dicintai, mengibaratkan seseorang sebagai pusat kehidupan dan rasa.
Dengan demikian, puisi "Lagu Waktu Kecil" adalah puisi yang menyentuh hati karena menghadirkan kekuatan nostalgia dalam bahasa yang sederhana namun puitis. Rustam Effendi berhasil menghidupkan kembali memori masa kecil melalui bunyi, gambar, dan rasa, menjadikan pembaca ikut larut dalam kehangatan dan kerinduan yang sama.