Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lapangan Ya-Ya-Ya (Karya Abdul Ghafar Ibrahim)

Puisi “Lapangan Ya-Ya-Ya” karya Abdul Ghafar Ibrahim mengandung kritik sosial serta penggambaran utopia. Dengan gaya khas yang dikenal dalam ...

Lapangan Ya-Ya-Ya


di lapangan ya-ya-ya
jam ini aku mau menjadi burung-rung-rung
jam ini aku mau menjadi ikan-kan-kan
berterbang-terbangan + berenang-renangan.

lapangan ya-ya-ya
lapangan ketawa
ha-ha-ha
lapangan selera
heh-heh-heh
lapangan terbuka.

tapi kau tentu menggeleng-leng-leng
asap rokokmu terus menjeling-ling-ling
ini, utopia -
jadi, kita cari seada-adanya
di lapangan ya-ya-ya.

Kuala Lumpur, 1969

Sumber: Horison (Desember, 1990)

Analisis Puisi:

Puisi “Lapangan Ya-Ya-Ya” karya Abdul Ghafar Ibrahim adalah sebuah karya eksperimental yang memadukan permainan bunyi, absurditas, dan kelakar puitik dengan tema yang mengandung kritik sosial serta penggambaran utopia. Dengan gaya khas yang dikenal dalam tradisi puisi konkrit dan eksperimental Malaysia, penyair ini menempatkan dirinya pada wilayah puisi yang tidak melulu serius, namun justru menyentuh inti masalah dengan cara yang menyenangkan sekaligus satiris.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah kerinduan akan kebebasan imajinatif dalam realitas yang membelenggu. Sang penyair mengajak pembaca bermain-main di “lapangan ya-ya-ya” — sebuah metafora atas ruang kebebasan, kesenangan, dan mungkin juga utopia yang tidak sepenuhnya bisa diwujudkan.

Puisi bercerita tentang keinginan seorang individu untuk membebaskan diri dari keterikatan realitas sosial atau mungkin keterkungkungan dalam sistem yang kaku. Ia membayangkan dirinya menjadi burung dan ikan, yang bebas terbang dan berenang—melambangkan kebebasan absolut yang hanya bisa diraih dalam imajinasi atau dunia fiktif. Namun lawan bicara dalam puisi—mungkin representasi masyarakat atau kenyataan itu sendiri—menanggapi dengan skeptis, ditunjukkan melalui frasa “kau tentu menggeleng-leng-leng”.

Makna Tersirat

Di balik permainan bunyi yang lucu dan ringan, puisi ini menyimpan makna tersirat yang mendalam:
  1. Kebebasan sejati adalah utopia. Imajinasi penyair tentang menjadi burung dan ikan adalah cerminan hasrat manusia akan kebebasan mutlak, tapi semua itu hanya bisa terjadi di "lapangan ya-ya-ya", yakni alam imajinasi atau angan-angan.
  2. Ada ketegangan antara impian dan kenyataan. Sang penyair tampaknya sadar bahwa apa yang ia impikan tidak realistis. Maka, “kita cari seada-adanya” – frasa yang menandakan kompromi antara idealisme dan kenyataan hidup.
  3. Kritik terhadap kekakuan masyarakat. Melalui tokoh yang “menggeleng-leng-leng” sambil merokok dan menyebut “utopia”, penyair menyindir sikap sinis masyarakat terhadap idealisme atau mimpi-mimpi kreatif.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini ceria, lucu, dan playful, namun dengan nuansa sindiran halus terhadap dunia nyata. Gaya pengulangan bunyi (seperti ya-ya-ya, rung-rung-rung, kan-kan-kan, dll.) menciptakan ritme musikal yang ringan, tetapi diakhiri dengan nada realis yang menggugah: "jadi, kita cari seada-adanya".

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama dari puisi ini adalah:
  • Berimajinasilah, mimpilah setinggi mungkin, tapi tetap sadar bahwa dunia ini bukan utopia. Maka, dari mimpi itu, mari kita cari bentuk kehidupan terbaik yang bisa diwujudkan—di lapangan yang benar-benar ada.
Penyair tidak mengecam impian, tetapi menyarankan kita untuk menyesuaikan ekspektasi dan imajinasi dengan kemungkinan nyata, tanpa mematikan semangat bermain dan berkreasi.

Imaji

Puisi ini menciptakan imaji yang kuat dan lucu, terutama dalam membayangkan aksi:
  • Visual: Pembaca bisa membayangkan seseorang terbang layaknya burung atau berenang bebas seperti ikan.
  • Kinestetik: Gerakan berterbang-terbangan dan berenang-renangan memberi kesan tubuh bebas dalam ruang terbuka.
  • Suara: Pengulangan bunyi menciptakan efek musikal yang kuat, menambah pengalaman membaca menjadi lebih imajinatif dan teatrikal.

Majas

Beberapa majas yang digunakan Abdul Ghafar Ibrahim dalam puisi ini meliputi:
  • Repetisi / Pengulangan Bunyi: ya-ya-ya, rung-rung-rung, kan-kan-kan, leng-leng-leng – menciptakan efek ritmis sekaligus jenaka.
  • Metafora: Lapangan ya-ya-ya sebagai metafora dari ruang kebebasan batin atau dunia imajinasi.
  • Paradoks: Mimpi menjadi burung atau ikan dilabeli sebagai “utopia”—menunjukkan perbedaan antara impian dan kenyataan.
  • Personifikasi: Asap rokok menjeling-ling-ling – memberi sifat manusia pada asap, seakan ia sedang menghakimi atau mengejek impian penyair.
Puisi “Lapangan Ya-Ya-Ya” adalah puisi yang cerdas dan penuh warna. Ia mungkin tampak seperti permainan kata yang ringan, tetapi sebenarnya mengandung renungan tajam tentang relasi antara impian dan kenyataan. Dengan gaya khas puisi konkret dan eksperimental, Abdul Ghafar Ibrahim berhasil menertawakan kenyataan sambil tetap menggenggam harapan, seberapa pun absurdnya harapan itu.

Puisi ini mengajak pembaca untuk terus bermimpi, membayangkan diri bebas, namun juga tidak lupa untuk berpijak. Karena pada akhirnya, “di lapangan ya-ya-ya”, yang bisa kita temukan adalah apa yang "seada-adanya."

Abdul Ghafar Ibrahim
Puisi: Lapangan Ya-Ya-Ya
Karya: Abdul Ghafar Ibrahim

Biodata Abdul Ghafar Ibrahim:
  • Abdul Ghafar Ibrahim lahir pada tanggal 31 Agustus 1943 di Kampung Sesapan Batu Minangkabau, Beranang, Selangor, Malaysia.
  • Disamping menulis puisi, Abdul Ghafar Ibrahim juga melukis.
© Sepenuhnya. All rights reserved.