Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lengang (Karya Rustam Effendi)

Puisi "Lengang" karya Rustam Effendi bercerita tentang suasana sebuah tempat yang sangat tenang dan lengang. Dari gerbang (“lawang”) hingga alam ...
Lengang

    Lengang di lawang,
tidak bergerak, tidak berombak.
    Awang pun tenang,
tidak bergerak, tidak beroyak.

    Bunyi pun sunyi
haram berdentam, haram menderam.
    Sakti bak mati
Alam bermuram, alam berdendam.

    Tidur terpekur
bening keliling, hening yang penting.
    Kujur sekujur,
tidak berdenting, tidak berpaling.

    Senyap me-engap
pantang bergoyang, pantang tergoncang,
    engap yang sedap.
Tenang di lawang, padang dan ladang.

    Kenang melayang.
Tinggi dirbumi, hati bersuni.
    Cewang merewang,
Cari mencari hati berahi.

    Untung merenung
Entah di mana, entah ke mana.
    Jauh membubung,
atas angkasa, ditanai pawna.

    Konyong sekonyong ...
lengking melengking, menggasing kuping.
    Beta ternonong ...
"Buah kermunting, ... buah kermunting!"

Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Lengang" karya Rustam Effendi adalah karya yang memadukan kekuatan bunyi, suasana, dan imajinasi. Lewat diksi yang berirama, penyair berhasil membangun atmosfer sunyi dan hening, namun menyelipkan kejutan di bagian akhir. Puisi ini menunjukkan kepiawaian Rustam Effendi dalam memanfaatkan repetisi, rima, dan bunyi untuk menciptakan efek dramatik.

Tema

Tema utama puisi ini adalah keheningan dan ketenangan yang tiba-tiba terusik. Puisi ini menggambarkan suasana alam yang diam tanpa gerak, lalu menghadirkan suara yang memecah kesunyian. Tema ini juga bisa dihubungkan dengan perenungan batin yang tenang sebelum muncul gangguan dari luar.

Puisi ini bercerita tentang suasana sebuah tempat yang sangat tenang dan lengang. Dari gerbang (“lawang”) hingga alam sekitar, semuanya tidak bergerak, tidak bergelombang, dan tanpa suara. Keadaan ini menimbulkan kesan seperti alam sedang tidur atau bahkan mati. Namun di akhir, kesunyian itu pecah oleh suara seseorang yang memanggil atau menyebut sesuatu—dalam hal ini “buah kermunting”—yang mengagetkan dan memecahkan suasana diam tersebut.

Makna tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah bahwa ketenangan tidak selalu bertahan selamanya; ada momen ketika sesuatu yang tak terduga akan memecahnya. Secara simbolis, ini bisa diartikan sebagai gambaran hidup yang penuh kejutan—di tengah keteraturan dan keheningan, selalu ada kemungkinan datangnya peristiwa yang mengubah keadaan. Selain itu, puisi ini juga dapat dimaknai sebagai representasi kejernihan pikiran yang tiba-tiba terganggu oleh ingatan atau rangsangan dari luar.

Suasana dalam puisi

Suasana puisi ini pada awalnya sangat hening, sepi, dan damai—bahkan hampir mistis. Namun pada bagian akhir, suasana berubah menjadi sedikit terkejut dan terpecah akibat hadirnya suara yang memanggil. Pergeseran suasana ini menambah daya tarik puisi dan meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca.

Amanat / Pesan yang disampaikan puisi

Amanat puisi ini adalah bahwa kita tidak bisa mempertahankan ketenangan mutlak selamanya. Dalam hidup, gangguan dan perubahan adalah bagian alami dari perjalanan. Karena itu, penting untuk belajar menerima perubahan dan beradaptasi dengan gangguan yang datang.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan imaji auditif. Imaji visual terlihat pada deskripsi alam yang diam: “tidak bergerak, tidak berombak”, “bening keliling, hening yang penting”. Imaji auditif muncul dari deskripsi “haram berdentam, haram menderam” yang menekankan kesunyian, lalu berbalik menjadi “lengking melengking” yang memecahnya.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Repetisi – Pengulangan frasa seperti “tidak bergerak, tidak berombak” dan “tidak berdenting, tidak berpaling” untuk menegaskan suasana diam.
  • Personifikasi – Alam digambarkan “bermuram” dan “berdendam” seolah memiliki emosi.
  • Onomatope – Bunyi “lengking melengking” menirukan suara yang memecahkan kesunyian.
  • Metafora – “Tinggi dirbumi, hati bersuni” sebagai lambang perenungan yang menjauh dari hiruk pikuk dunia.

Rustam Effendi
Puisi: Lengang
Karya: Rustam Effendi

Biodata Roestam Effendi:
  • Rustam Effendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat.
  • Rustam Effendi meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1979 (pada usia 76) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.