Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)
Analisis Puisi:
Puisi "Lengang" karya Rustam Effendi adalah karya yang memadukan kekuatan bunyi, suasana, dan imajinasi. Lewat diksi yang berirama, penyair berhasil membangun atmosfer sunyi dan hening, namun menyelipkan kejutan di bagian akhir. Puisi ini menunjukkan kepiawaian Rustam Effendi dalam memanfaatkan repetisi, rima, dan bunyi untuk menciptakan efek dramatik.
Tema
Tema utama puisi ini adalah keheningan dan ketenangan yang tiba-tiba terusik. Puisi ini menggambarkan suasana alam yang diam tanpa gerak, lalu menghadirkan suara yang memecah kesunyian. Tema ini juga bisa dihubungkan dengan perenungan batin yang tenang sebelum muncul gangguan dari luar.
Puisi ini bercerita tentang suasana sebuah tempat yang sangat tenang dan lengang. Dari gerbang (“lawang”) hingga alam sekitar, semuanya tidak bergerak, tidak bergelombang, dan tanpa suara. Keadaan ini menimbulkan kesan seperti alam sedang tidur atau bahkan mati. Namun di akhir, kesunyian itu pecah oleh suara seseorang yang memanggil atau menyebut sesuatu—dalam hal ini “buah kermunting”—yang mengagetkan dan memecahkan suasana diam tersebut.
Makna tersirat
Makna tersirat puisi ini adalah bahwa ketenangan tidak selalu bertahan selamanya; ada momen ketika sesuatu yang tak terduga akan memecahnya. Secara simbolis, ini bisa diartikan sebagai gambaran hidup yang penuh kejutan—di tengah keteraturan dan keheningan, selalu ada kemungkinan datangnya peristiwa yang mengubah keadaan. Selain itu, puisi ini juga dapat dimaknai sebagai representasi kejernihan pikiran yang tiba-tiba terganggu oleh ingatan atau rangsangan dari luar.
Suasana dalam puisi
Suasana puisi ini pada awalnya sangat hening, sepi, dan damai—bahkan hampir mistis. Namun pada bagian akhir, suasana berubah menjadi sedikit terkejut dan terpecah akibat hadirnya suara yang memanggil. Pergeseran suasana ini menambah daya tarik puisi dan meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca.
Amanat / Pesan yang disampaikan puisi
Amanat puisi ini adalah bahwa kita tidak bisa mempertahankan ketenangan mutlak selamanya. Dalam hidup, gangguan dan perubahan adalah bagian alami dari perjalanan. Karena itu, penting untuk belajar menerima perubahan dan beradaptasi dengan gangguan yang datang.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan imaji auditif. Imaji visual terlihat pada deskripsi alam yang diam: “tidak bergerak, tidak berombak”, “bening keliling, hening yang penting”. Imaji auditif muncul dari deskripsi “haram berdentam, haram menderam” yang menekankan kesunyian, lalu berbalik menjadi “lengking melengking” yang memecahnya.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Repetisi – Pengulangan frasa seperti “tidak bergerak, tidak berombak” dan “tidak berdenting, tidak berpaling” untuk menegaskan suasana diam.
- Personifikasi – Alam digambarkan “bermuram” dan “berdendam” seolah memiliki emosi.
- Onomatope – Bunyi “lengking melengking” menirukan suara yang memecahkan kesunyian.
- Metafora – “Tinggi dirbumi, hati bersuni” sebagai lambang perenungan yang menjauh dari hiruk pikuk dunia.