Menyaksikan Sunyi Jiwa
Berguru pada tangan yang mengetuk malam menyalami sunyi rumah
menyaksikan kerinduan yang menghilir ke dalam ingatan
debar dari bisik jarum jam menghunjam tubuh
mencari kenangan di ujung sunyi yang menua
merapuh dijahit waktu
Terasa ada yang samar di sudut-sudut ruang
kusam daun-daun jendela serupa cermin mengabur
menyentuh kursi-kursi tanpa sandaran
Lama menunggu di temaram kerinduan
seperti penanggalan tak berjejak
kadang ada tanya: di mana persis menuju jalan pulang
hanya kidung membeku tanpa kata-kata
sebab telah lama rindu tak tumbuh di dada
Marilah sebentar menepi di ujung sunyi, karena yang ada kini
hanya tanda-tanda memaknai usia dengan temaram cahaya
bayang-bayang telah lama rebah di ujung malam
sunyi tak lagi mau mengantarkan menuju istirah
seperti ingatan rumah di bentangan sajadah.
Parepare, 2020
Analisis Puisi:
Puisi "Menyaksikan Sunyi Jiwa" karya Tri Astoto Kodarie menghadirkan perenungan yang dalam tentang kesunyian, kenangan, dan perasaan manusia dalam menghadapi waktu yang terus berjalan. Dengan bahasa yang sarat imaji dan majas, puisi ini mengajak pembaca masuk ke ruang batin yang penuh kerinduan sekaligus kehampaan.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kesunyian jiwa dan kerinduan yang menua bersama waktu. Penyair menggambarkan bagaimana sepi bisa menjadi ruang refleksi, sekaligus menghadirkan rasa kehilangan dan pencarian akan makna hidup.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang menyaksikan kesunyian dan merasakan kerinduan yang tak lagi tumbuh di dada. Ia seolah berada dalam ruang batin yang dipenuhi kenangan, bayangan, dan tanda-tanda waktu yang perlahan mengikis kehidupan. Ada perasaan ingin pulang, ingin kembali pada sesuatu yang hakiki, namun jalan pulang itu terasa samar.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah renungan tentang kefanaan hidup manusia. Waktu digambarkan sebagai sesuatu yang menjahit kerinduan, menua, dan membuat segala sesuatu perlahan rapuh. Penyair juga menyiratkan bahwa manusia pada akhirnya akan berhadapan dengan kesepian eksistensial, di mana kerinduan, doa, dan pencarian spiritual menjadi jalan memahami kehidupan.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah sunyi, temaram, melankolis, dan penuh kerinduan. Nuansa malam, rumah yang sepi, kursi-kursi tanpa sandaran, serta bayangan yang rebah di ujung malam menambah atmosfer kesendirian yang mendalam.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa kesunyian bukan sekadar kekosongan, melainkan ruang untuk merenung, memahami waktu, dan memaknai perjalanan hidup. Penyair seolah mengajak pembaca untuk menerima kesepian sebagai bagian dari kehidupan dan menggunakannya sebagai jalan pulang menuju makna yang lebih dalam.
Imaji
Puisi ini sangat kaya akan imaji visual dan auditif. Misalnya:
- "debar dari bisik jarum jam menghunjam tubuh" menghadirkan imaji auditif tentang detak waktu yang menekan jiwa.
- "kusam daun-daun jendela serupa cermin mengabur" memberikan imaji visual yang menegaskan suasana muram.
- "bayang-bayang telah lama rebah di ujung malam" menambah kesan kelam sekaligus puitis.
Majas
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: "tangan yang mengetuk malam menyalami sunyi rumah" – malam diperlakukan seolah memiliki tangan.
- Metafora: "kerinduan yang menghilir ke dalam ingatan" – kerinduan digambarkan seperti aliran sungai.
- Simbolik: "penanggalan tak berjejak" melambangkan waktu yang berjalan tanpa kepastian.
- Hiperbola: "debar dari bisik jarum jam menghunjam tubuh" – suara jam diperbesar untuk menunjukkan intensitas kesunyian.
Puisi "Menyaksikan Sunyi Jiwa" karya Tri Astoto Kodarie adalah sebuah perenungan eksistensial tentang kesepian, waktu, dan kerinduan. Melalui tema kesunyian, puisi ini bercerita tentang perjalanan batin manusia yang mencari makna di tengah keterbatasan hidup. Dengan imaji yang kuat dan majas yang indah, puisi ini menghadirkan suasana melankolis sekaligus menyentuh, seakan mengingatkan pembaca untuk menerima kesunyian sebagai bagian dari perjalanan hidup yang penuh tanda-tanda.
Puisi: Menyaksikan Sunyi Jiwa
Karya: Tri Astoto Kodarie
Biodata Tri Astoto Kodarie:
- Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.
