Merajut Luka
Sejak semula luka itu ada
Luka yang membengkak tak bernanah
Ya... Luka
Luka yang beranak pinang
Bagai kerang tak bernyawa
Ratusan rajut kian berlalu
Benang menyilang menutup luka
Mengendus makna tanpa suara ia bertahan.
Suara sempoyong minta tolong
Berbalas olok dan dilolong
Setiap langkah dihalang para pembangkang
Mengingat tubuh yang dulu pernah utuh
Merajut luka di bawah asap tanpa kata
Memberi isyarat tak ada harapan untuk selamat
Ruteng, 9 Agustus 2025
Analisis Puisi:
Puisi "Merajut Luka" karya Karno Dentius Oce adalah gambaran puitis tentang penderitaan yang menetap, berulang, dan sulit sembuh. Penyair menggunakan diksi yang kuat dan simbolis untuk memotret luka batin yang terus dirasakan, sekaligus menggambarkan usaha sia-sia untuk menutupinya.
Tema
Tema utama puisi ini adalah penderitaan batin yang berlarut-larut dan perjuangan untuk bertahan di tengah tekanan. Puisi ini menekankan bahwa luka emosional atau psikologis sering kali tidak terlihat, namun tetap menggerogoti dari dalam.
Puisi ini bercerita tentang luka yang telah ada sejak lama—luka yang “membengkak tak bernanah”, artinya terasa sakit tetapi tidak menunjukkan tanda penyembuhan. Luka ini digambarkan berkembang (“beranak pinang”), seperti masalah yang melahirkan masalah baru. Tokoh lirik mencoba “merajut” luka itu dengan benang, menyimbolkan upaya menutup atau mengatasinya. Namun, di tengah upaya itu, ia menerima ejekan dan perlawanan dari orang lain (“berbalas olok dan dilolong”), yang semakin menghalangi langkahnya. Semua ini berpuncak pada kesadaran pahit bahwa “tak ada harapan untuk selamat.”
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa penderitaan psikologis sering kali bertambah parah karena kurangnya dukungan dari sekitar. Alih-alih mendapat empati, orang yang terluka kerap menerima cemooh dan penolakan. “Merajut luka” menjadi metafora bagi upaya keras menutupi atau memperbaiki keadaan yang sudah hancur, walau hasilnya belum tentu membawa kesembuhan.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini pekat, muram, dan penuh tekanan. Dari awal hingga akhir, nuansanya dikuasai rasa lelah, terjebak, dan hampir putus asa.
Amanat / Pesan yang disampaikan puisi
Amanat yang dapat diambil adalah pentingnya memberi empati dan dukungan kepada orang yang sedang menderita. Luka batin bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial untuk tidak menambah beban penderitaan orang lain. Selain itu, puisi ini mengingatkan bahwa menutupi luka tanpa mengobatinya hanya akan memperparah keadaan.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji visual yang kuat seperti “benang menyilang menutup luka” dan “asap tanpa kata” yang membentuk gambaran konkret dari penderitaan dan usaha menutupi rasa sakit. Ada juga imaji auditif dalam “suara sempoyong minta tolong” dan “berbalas olok dan dilolong” yang memperkuat kesan suasana mencekam dan penuh tekanan.
Majas
Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Metafora – “Luka yang beranak pinang” menggambarkan penderitaan yang berkembang menjadi masalah baru.
- Simbolisme – “Merajut luka” sebagai simbol upaya sia-sia menutupi rasa sakit yang mendalam.
- Personifikasi – Luka seolah memiliki sifat hidup yang dapat berkembang dan bertahan.
- Hiperbola – “Tak ada harapan untuk selamat” melebih-lebihkan rasa putus asa untuk mempertegas keadaan ekstrem.
Karya: Karno Dentius Oce
Biodata Karno Dentius Oce:
- Karno Dentius Oce saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Pendidikan Teologi, di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng. Ia sering menulis laporan jurnalistik di TribunFlores.com dan Floresa.co, juga bergabung dalam UKM Jurnalistik Kampus Unika St. Paulus Ruteng pada tahun 2025.