Analisis Puisi:
Tema utama puisi "Mistik" adalah pesona dan kekuatan magis dari keindahan. Penulis menggambarkan sebuah kekaguman mendalam yang begitu kuat, hingga keindahan itu seolah memiliki kuasa supranatural yang dapat menawan hati dan pikiran.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang larut dalam keindahan—bisa berupa keindahan fisik, batin, atau spiritual—hingga membuatnya tak berdaya. Penutur merasa tenggelam, hanyut, tertawan, dan mabuk oleh kekuatan tersebut. Semua gambaran ini menciptakan kesan bahwa keindahan yang dimaksud bukan sekadar tampilan luar, melainkan sebuah daya pikat yang mempengaruhi seluruh perasaan dan kesadarannya.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah pertemuan antara manusia dan pengalaman yang menggetarkan jiwa. Keindahan dalam puisi ini bisa dimaknai sebagai cinta, kekaguman pada sosok tertentu, atau bahkan keagungan Tuhan. Keadaan “tenggelam” dan “mabuk” yang digambarkan bukan sekadar perasaan romantis, tetapi bentuk penyerahan total pada rasa yang tak terdefinisikan dengan logika.
Suasana dalam puisi
Suasana yang muncul dalam puisi ini adalah magis, memukau, dan memabukkan. Pembaca diajak merasakan intensitas emosi yang mengalir deras, seolah sedang berada di dalam pusaran pengalaman yang luar biasa indah namun sulit dilepaskan.
Amanat / pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat diambil adalah bahwa keindahan sejati memiliki kekuatan yang mampu menyentuh kedalaman hati manusia. Namun, dalam mengaguminya, kita juga harus sadar bahwa kekaguman yang berlebihan dapat membuat kita hanyut tanpa kendali.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji perasaan dan gerak. Misalnya:
- Imaji pendengaran: “alunan kalammu” membangkitkan bayangan suara yang merdu dan menenangkan.
- Imaji gerak: “hanyut aku dalam arus pusaran kuasamu” memberi kesan pergerakan melingkar yang menyeret tanpa bisa dilawan.
- Imaji perasaan: “tertawan aku dalam sihir pesonamu” menggambarkan keadaan terikat secara emosional.
Majas
Beberapa majas yang digunakan antara lain:
- Metafora: “alunan kalammu” menggambarkan kata-kata yang indah seperti musik.
- Hiperbola: “mabuk aku, mabuk aku, dalam keindahanmu” untuk menekankan intensitas rasa kagum yang berlebihan.
- Personifikasi: “arus pusaran kuasamu” seakan-akan kuasa itu adalah makhluk hidup yang mampu menyeret seseorang.
- Repetisi: pengulangan kata “mabuk aku” yang menambah efek dramatik.
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.
Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
