Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Musim Gugur (Karya Agit Yogi Subandi)

Puisi “Musim Gugur” karya Agit Yogi Subandi bercerita tentang seorang aku lirik yang merasakan perubahan pada sosok yang ia cintai. Dahulu, orang ...
Musim Gugur

musim gugur,
ada di dada dan jemarimu:

dadamu, adalah batang yang tak lagi
mengalirkan resapan air kepadaku.

jemarimu, adalah reranting yang melepas
pipih tubuhku yang hijau;

seperti pertama kali aku tumbuh
di tanganmu.

2009

Analisis Puisi:

Puisi berjudul “Musim Gugur” karya Agit Yogi Subandi menghadirkan suasana lirih yang menyelipkan kesan kehilangan, perubahan, dan keretakan hubungan. Meski mengambil judul dari salah satu musim di negara beriklim subtropis, puisi ini justru menggunakannya sebagai simbol perasaan manusia yang sedang meredup, bukan semata gambaran fenomena alam.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perpisahan dan hilangnya kehangatan dalam hubungan. Penggambaran musim gugur menjadi metafora untuk fase ketika sesuatu yang dulu hidup dan segar mulai meranggas dan terlepas, baik itu hubungan cinta, persahabatan, atau kedekatan batin.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku lirik yang merasakan perubahan pada sosok yang ia cintai. Dahulu, orang itu menjadi sumber kehidupan dan kebahagiaan baginya, diibaratkan sebagai batang yang menyalurkan air dan tangan yang menumbuhkan daun hijau. Namun kini, sang aku lirik merasakan bahwa batang itu tak lagi memberi kehidupan, dan jemari yang dulu menopang kini justru melepaskannya—layaknya daun yang jatuh di musim gugur.

Makna tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa setiap hubungan memiliki fase pertumbuhan dan kemunduran, dan ketika rasa mulai memudar, yang tersisa hanyalah kenangan akan awal yang indah. “Musim gugur” di sini bisa dimaknai sebagai simbol dari kerapuhan dan ketidakabadian hubungan manusia, serta proses melepaskan sesuatu yang pernah begitu berarti.

Imaji

Imaji dalam puisi ini didominasi oleh imaji visual yang kuat: batang yang tak lagi mengalirkan air, jemari yang menjadi ranting, dan daun hijau yang pipih jatuh dari genggaman. Pembaca dapat membayangkan suasana pepohonan di musim gugur yang kehilangan daunnya—sebuah gambaran yang memvisualisasikan hilangnya kehangatan dalam hubungan.

Majas

Beberapa majas yang muncul antara lain:
  • Metafora – “dadamu adalah batang” dan “jemarimu adalah reranting” mengganti manusia dengan unsur pohon untuk melukiskan perubahan sifat dan perasaan.
  • Personifikasi – batang dan ranting digambarkan seolah memiliki kemampuan memberi atau melepaskan kehidupan.
  • Simile – “seperti pertama kali aku tumbuh di tanganmu” membandingkan pengalaman awal hubungan dengan proses tumbuhnya daun di tangan yang menopang.

Agit Yogi Subandi
Puisi: Musim Gugur
Karya: Agit Yogi Subandi
© Sepenuhnya. All rights reserved.