Nenek
Pancaran mata kasihan diri
sudah tersungkup dalam kerut tua kulitnya
sudah tersinar dari muka lembutnya
di lengkungan dagu di lekukan dahi
terbayang kesia-siaan usia
Analisis Puisi:
Puisi “Nenek” karya Ajip Rosidi adalah sebuah karya singkat namun penuh makna yang menyingkap wajah tua seorang nenek sebagai cermin perjalanan hidup manusia. Dengan bahasa yang sederhana, Ajip berhasil menghadirkan sosok nenek bukan hanya sebagai individu, melainkan sebagai simbol dari ketuaan, kelembutan, dan juga kefanaan.
Tema
Tema puisi ini adalah ketuaan dan kefanaan hidup manusia. Ajip Rosidi menggambarkan sosok nenek dengan segala keriput, pancaran mata, dan ekspresi wajah yang lembut sebagai tanda perjalanan panjang usia yang kini penuh kesia-siaan.
Puisi ini bercerita tentang kondisi seorang nenek yang digambarkan melalui detail wajahnya. Kerut-kerut tua, pancaran mata, dan ekspresi lembut mencerminkan perjalanan hidup yang sudah melewati banyak pengalaman, namun pada akhirnya berujung pada kesepian dan ketidakberdayaan.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah renungan tentang siklus kehidupan manusia. Pada akhirnya, usia tua menghadirkan kerentanan dan kesia-siaan. Namun, di balik itu, ada kelembutan dan kasih sayang yang tetap terpancar dari sosok seorang nenek. Ajip seakan mengingatkan pembaca bahwa manusia tidak bisa lepas dari kefanaan, sehingga masa muda hendaknya digunakan sebaik-baiknya sebelum waktu membawa kita pada ketuaan.
Suasana dalam puisi
Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah melankolis, lirih, dan penuh iba. Pembaca diajak merasakan keheningan hidup seorang nenek, di mana segala pancaran masa lalu kini tersisa dalam keriput wajah dan sinar matanya yang penuh keikhlasan, sekaligus kepasrahan.
Amanat / pesan yang disampaikan
Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa usia tua adalah fase kehidupan yang tidak terelakkan. Oleh karena itu, kita harus menghargai waktu, menghormati orang tua, dan mengisi hidup dengan hal yang bermakna agar tidak hanya berakhir dengan kesia-siaan. Puisi ini juga menjadi pengingat bahwa kasih sayang seorang nenek tetaplah abadi, meski tubuhnya renta.
Imaji
Ajip Rosidi menggunakan imaji visual yang kuat dalam puisi ini, misalnya pada bait:
- “kerut tua kulitnya” → menggambarkan kondisi fisik nenek yang sudah renta.
- “muka lembutnya” → membangkitkan citra kelembutan meski tubuhnya rapuh.
- “lekukan dahi” → menghadirkan bayangan nyata akan sosok tua yang penuh pengalaman.
Majas
Beberapa majas yang terdapat dalam puisi ini antara lain:
- Majas personifikasi: “Pancaran mata kasihan diri / sudah tersungkup dalam kerut tua kulitnya” → seakan-akan mata memiliki perasaan kasihan diri.
- Majas metafora: kerut tua, lengkungan dagu, dan lekukan dahi menjadi simbol perjalanan waktu dan penderitaan hidup.
- Majas repetisi: pengulangan kata “sudah” menegaskan kepastian tentang keadaan tua yang tak terelakkan.
Puisi “Nenek” karya Ajip Rosidi adalah sebuah potret sederhana tentang ketuaan yang sarat makna. Melalui tema tentang kefanaan dan usia tua, puisi ini bercerita tentang seorang nenek dengan kerut wajah yang menjadi simbol perjalanan panjang hidup. Makna tersiratnya menekankan pada keterbatasan manusia, sedangkan suasana puisi menghadirkan kesedihan yang lembut. Imaji visual dan penggunaan majas memperkuat keindahan sekaligus kedalaman makna.
Karya: Ajip Rosidi
Biodata Ajip Rosidi:
- Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
- Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
- Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.