Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pasca Nasionalisme (Karya Husni Djamaluddin)

Puisi "Pasca Nasionalisme" karya Husni Djamaluddin bercerita tentang seseorang yang merasakan hilangnya kenikmatan dan kebanggaan sederhana yang ...

Pasca Nasionalisme


aku kehilangan rasa asin
di ladang-ladang garam tanah airku
aku kehilangan rasa pedas
di ulekan-ulekan sambal tanah airku
aku kehilangan rasa manis
di kebun-kebun tebu tanah airku
aku kehilangan rasa kenyang
di lumbung-lumbung padi tanah airku

aku kehilangan rasa nyaman
ketika mandi di sungai-sungai tanah airku
aku kehilangan rasa segar
ketika menghirup udara pagi tanah airku
aku kehilangan rasa takjub
ketika memandang gunung-gunung tanah airku
aku kehilangan rasa memiliki
ketika menatap tanah airku yang subur
dari tanahku terakhir
jengkal-jengkal penghabisan
tanah nenek moyangku
yang digusur
jadi padang golf yang wah
bah!

Jakarta, 9 April 1993

Sumber: Indonesia, Masihkah Engkau Tanah Airku? (2004)

Analisis Puisi:

Puisi "Pasca Nasionalisme" karya Husni Djamaluddin adalah sebuah karya yang menyampaikan kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan terhadap perubahan tanah air yang menghilangkan nilai, rasa, dan makna kebanggaan nasional. Melalui pengulangan frasa “aku kehilangan rasa”, penyair menggambarkan degradasi hubungan batin antara rakyat dan tanah airnya akibat eksploitasi, kapitalisasi, dan pergeseran nilai budaya.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kehilangan rasa kebangsaan dan keterikatan emosional terhadap tanah air akibat kerusakan budaya, lingkungan, dan identitas nasional. Penyair menyoroti bahwa nasionalisme yang dulu hidup kini memudar, digantikan oleh komersialisasi dan kepentingan ekonomi sempit.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merasakan hilangnya kenikmatan dan kebanggaan sederhana yang dulu hadir dalam kehidupan sehari-hari di tanah airnya. Rasa asin garam, pedas sambal, manis tebu, hingga kenyang dari padi—semuanya memudar, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara makna. Alam yang dulu memberi kehidupan kini tergantikan oleh simbol kemewahan yang tidak berpihak kepada rakyat, seperti padang golf di tanah yang dulunya dimiliki nenek moyang.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah kritik terhadap kapitalisme dan modernisasi yang merampas tanah, alam, dan nilai-nilai kehidupan rakyat. Penyair menyampaikan bahwa nasionalisme tidak hanya soal bendera atau lagu kebangsaan, melainkan keterikatan batin yang lahir dari rasa memiliki, rasa syukur, dan kebersamaan dalam menikmati hasil bumi. Ketika semua itu hilang, rasa cinta tanah air pun memudar.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang muncul dalam puisi ini adalah melankolis bercampur marah. Ada nada sedih ketika mengenang masa lalu yang penuh makna, namun juga nada geram saat menyaksikan kenyataan bahwa semua itu digantikan oleh kepentingan bisnis yang mengabaikan rakyat.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya menjaga tanah air—bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara budaya, rasa, dan makna. Kemajuan tidak boleh mengorbankan akar identitas bangsa. Pembangunan yang menghapus sejarah, meminggirkan rakyat, dan menghilangkan rasa memiliki hanya akan melahirkan alienasi di negeri sendiri.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji perasa (gustatory imagery) seperti asin, pedas, manis, dan kenyang, yang membangkitkan kenangan inderawi pembaca terhadap cita rasa khas tanah air. Selain itu, ada juga imaji visual seperti gunung-gunung tanah airku, sungai-sungai tanah airku, dan padang golf yang wah, yang kontras antara alam asli dan hasil modernisasi.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Repetisi – pengulangan frasa “aku kehilangan rasa” untuk menegaskan hilangnya nilai-nilai kehidupan.
  • Metafora – rasa asin, pedas, manis, kenyang sebagai simbol kenikmatan hidup dan kebanggaan terhadap tanah air.
  • Ironi – kontras antara kesuburan tanah dengan kenyataan bahwa tanah itu justru digusur untuk padang golf mewah.
  • Sarkasme – penggunaan kata “wah” di akhir sebagai sindiran tajam terhadap pembangunan yang merugikan rakyat.

Husni Djamaluddin
Puisi: Pasca Nasionalisme
Karya: Husni Djamaluddin

Biodata Husni Djamaluddin:
  • Husni Djamaluddin lahir pada tanggal 10 November 1934 di Tinambung, Mandar, Sulawesi Selatan.
  • Husni Djamaluddin meninggal dunia pada tanggal 24 Oktober 2004.
© Sepenuhnya. All rights reserved.