Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Perjalanan (Karya Dodong Djiwapradja)

Puisi "Perjalanan" karya Dodong Djiwapradja mengangkat tema tentang kehidupan sebagai perjalanan panjang yang penuh ketidakpastian. Jalan yang ...
Perjalanan

Ah, terbentang bukan buatan
Jalan tak ada batas
Apakah langit juga ikut mimpi
Sama pengembara mendamba-damba?

Bukan buatan, kataku
Serta angin yang tak putus meniup
Apa yang dikudungkan
Bukan sertamu segala
Juga pelita cita yang nyala?

Di tengah segala tamparan
Segala yang kuat terus menyahut
Segala yang lemah tenggelam hilang....

1949

Sumber: Apresiasi Sastra (Elmatera, 2014)

Analisis Puisi:

Puisi "Perjalanan" karya Dodong Djiwapradja merupakan perenungan eksistensial tentang kehidupan sebagai proses yang penuh ketidakpastian dan tantangan. Dengan gaya bahasa yang khas dan penuh pertanyaan reflektif, penyair membawa pembaca menyusuri jalan panjang yang tak berujung—jalan hidup yang tidak bisa ditebak ujungnya. Melalui puisi ini, kita diajak menyelami damba manusia yang terus berjalan, berhadapan dengan kekuatan dan kelemahan, serta realitas yang kadang kejam.

Tema

Puisi ini mengangkat tema tentang kehidupan sebagai perjalanan panjang yang penuh ketidakpastian. Jalan yang “terbentang bukan buatan” melambangkan realitas hidup yang luas dan liar, tidak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh manusia. Ini adalah puisi tentang pencarian, tentang pergulatan antara kekuatan dan kelemahan, serta tentang harapan yang nyaris redup namun tetap menyala dalam bentuk “pelita cita”.

Puisi ini bercerita tentang seorang pengembara—yang bisa dimaknai secara harfiah maupun simbolik—yang menempuh jalan panjang dalam hidup. Ia mempertanyakan apakah langit (alam semesta, nasib, atau bahkan Tuhan) turut memahami mimpinya. Pertanyaan-pertanyaan dalam puisi mencerminkan dialog batin seseorang yang terus berjalan meski tanpa jaminan. Di tengah perjalanan, ia menyadari kenyataan pahit: yang kuat akan bertahan, yang lemah akan tenggelam.

Puisi ini tidak memberikan jawaban pasti, melainkan menyuguhkan renungan tentang kondisi manusia yang selalu bergerak, mencari arti, dan berjuang dalam ketidaktahuan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini sangat filosofis. Jalan “yang tak ada batas” adalah metafora dari kehidupan itu sendiri, yang tak pernah benar-benar selesai dan penuh dengan hal-hal tak terduga. “Langit ikut mimpi” dapat dibaca sebagai simbol harapan bahwa alam semesta akan berpihak, tapi pertanyaan itu tak terjawab. Penyair justru menggarisbawahi keterasingan dan kesendirian manusia dalam perjalanan hidup.

Larik “segala yang kuat terus menyahut, segala yang lemah tenggelam hilang…” memberikan makna tersirat bahwa dunia ini penuh seleksi keras, di mana hanya yang kuat yang mampu bertahan. Ini bisa dibaca sebagai kritik terhadap realitas sosial, atau sebagai refleksi naturalistik tentang kehidupan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis dan reflektif, bahkan nyaris getir. Ada nuansa kesendirian, keraguan, dan kegalauan eksistensial, namun juga terselip harapan kecil melalui simbol “pelita cita”. Pembaca bisa merasakan pergulatan batin seorang tokoh lirik yang berjalan terus, meski arah dan tujuan tidak pasti. Ini adalah puisi yang berbicara dari tempat sunyi dalam jiwa.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa kehidupan adalah proses yang panjang dan melelahkan, namun harus terus dijalani dengan keberanian dan kesadaran penuh. Tidak semua orang akan berhasil, tidak semua impian akan tercapai, tetapi perjalanan itu sendiri adalah bagian dari keberadaan manusia. Kita tidak selalu mendapatkan jawaban dari “langit” atau dari semesta, tetapi harapan yang tetap menyala—meskipun hanya berupa pelita kecil—harus tetap dijaga.

Imaji

Puisi ini memuat imaji-imaji yang kuat meski dengan kata-kata yang singkat:
  • “Jalan tak ada batas”: imaji visual yang menggambarkan luasnya dunia atau panjangnya perjalanan hidup.
  • “Angin yang tak putus meniup”: imaji perasaan yang menggambarkan tekanan atau ujian hidup yang terus-menerus datang.
  • “Pelita cita yang nyala”: imaji harapan yang kecil namun masih hidup di tengah gelapnya kenyataan.
  • “Segala yang lemah tenggelam hilang”: imaji tragis tentang yang tersisih dan gagal bertahan dalam hidup.
Imaji-imaji ini membantu pembaca merasakan benturan antara harapan dan kenyataan yang menjadi napas dari keseluruhan puisi.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas dengan cara yang subtil namun dalam:
  • Metafora: “jalan tak ada batas” sebagai lambang kehidupan atau takdir yang terus berjalan tanpa kepastian.
  • Personifikasi: “langit juga ikut mimpi” adalah bentuk personifikasi yang memberi langit sifat manusia—mampu bermimpi atau berempati.
  • Pertanyaan retoris: digunakan dalam dua bait pertama untuk menggambarkan perenungan dan keraguan tanpa menuntut jawaban literal.
  • Antitesis: “yang kuat terus menyahut / yang lemah tenggelam hilang” menghadirkan kontras tajam antara dua kelompok dalam masyarakat atau dalam kehidupan.
Puisi "Perjalanan" karya Dodong Djiwapradja adalah puisi pendek yang padat makna. Dengan tema tentang kehidupan dan pencarian makna, puisi ini memadukan refleksi filosofis dengan kepekaan emosional yang tajam. Penyair menggambarkan jalan hidup sebagai sesuatu yang liar, tak bertepi, dan sering kali tidak adil, namun masih menyisakan ruang kecil untuk harapan.

Melalui imaji dan majas yang kuat, serta makna tersirat yang mendalam, puisi ini berbicara tentang keberanian manusia untuk terus melangkah, meski dunia tidak selalu memberi jawaban atau pelukan. Ia mengajak pembaca untuk tetap menjaga “pelita cita”—meskipun kecil, ia bisa menjadi cahaya dalam perjalanan panjang dan berat ini.

Dodong Djiwapradja
Puisi: Perjalanan
Karya: Dodong Djiwapradja
    Biodata Dodong Djiwapradja:
    • Dodong Djiwapradja lahir di Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 25 September 1928.
    • Dodong Djiwapradja meninggal dunia pada tanggal 23 Juli 2009.
    © Sepenuhnya. All rights reserved.