Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)
Analisis Puisi:
Tema puisi ini adalah kehidupan alam yang penuh rahasia dan mengandung pelajaran bagi manusia. Rustam Effendi menghadirkan pandangan puitis tentang aktivitas makhluk hidup di alam, mulai dari kupu-kupu, burung, air, lutung, hingga manusia, lalu menyingkap makna tersembunyi di baliknya.
Puisi ini bercerita tentang pengamatan penyair terhadap berbagai peristiwa di alam—dari gerak kupu-kupu, suara air, tingkah burung, hingga interaksi manusia—yang semua seakan menyimpan pesan rahasia. Penyair mencoba menangkap makna dari pemandangan dan suara tersebut, merasakannya bergaung di dalam dirinya, bahkan membuat darahnya “berontak” karena dorongan untuk memahami makna itu.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah setiap unsur alam memiliki cerita dan pesan yang bisa dipelajari manusia. Aktivitas makhluk hidup bukan hanya sekadar rutinitas biologis, melainkan juga cerminan keharmonisan, perjuangan, dan siklus kehidupan. Alam berbicara dengan bahasanya sendiri—melalui gerak, suara, dan ritme—dan penyair mengajak kita untuk peka serta merenungkan arti di baliknya.
Suasana dalam puisi
Suasana yang dibangun dalam puisi ini adalah kekaguman yang bercampur rasa penasaran. Ada semacam kedamaian dari keindahan alam, tetapi juga kegelisahan batin untuk memahami rahasia yang disampaikan oleh alam semesta.
Amanat / Pesan yang disampaikan
Amanat yang dapat diambil adalah manusia perlu membuka hati dan pikiran untuk belajar dari alam. Setiap gerak dan suara yang muncul di sekitar kita menyimpan hikmah, dan hanya mereka yang mau mengamati dengan saksama yang akan mampu menangkapnya.
Imaji
Puisi ini sarat dengan imaji visual dan auditif:
- Imaji visual: “kupu-kupu berkejar-kejaran”, “burung berédar-édaran”, “héwan beranak-anakan”.
- Imaji auditif: “air menderu-deru”, “lutung berseru-seru”, “angin sabung-menyabung”, “berbisik-bisikan”.
Imaji ini membuat pembaca dapat membayangkan pemandangan dan suara alam secara nyata.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas, di antaranya:
- Repetisi: Pengulangan kata seperti “Kulihat…”, “Kudengar…”, “Kutangkap…” menegaskan pengamatan penyair.
- Personifikasi: Alam digambarkan seolah-olah dapat “berbisik-bisikan” atau “memaparkan rahasia”.
- Onomatope: Kata seperti “menderu-deru”, “berseru-seru”, dan “sabung-menyabung” menirukan bunyi asli dari objek yang digambarkan.