Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Stockholm (Karya Putu Oka Sukanta)

Puisi "Stockholm" karya Putu Oka Sukanta bercerita tentang pengalaman penyair di Stockholm, Swedia, yang menyaksikan pertemuan para eksil Indonesia.
Stockholm
(buat Sofyan Waluyo dan Z. Afif)

Jelas ini bukan di pendopo taman siswa
orang-orangnya bermantel tebal berbahasa jawa
di sebuah gedung di Huddingen Swedia
tapak kaki di langit hujan bertanya.

Ada dosenku, ada kawanku, ada wajah haru
yang mana pilihan
yang mana tempat buangan
yang mana tanah air
kangen embun meneteskan air.

Anak-anak kehilangan kampung
internasionale mengapung
rinduku rindumu
penjelajah demam dalam bertemu.

Huddingen-Amsterdam, November 2000

Sumber: Surat Bunga dari Ubud (2008)

Analisis Puisi:

Puisi "Stockholm" karya Putu Oka Sukanta menyajikan pengalaman eksil dan kerinduan seorang penyair terhadap tanah air. Melalui larik-larik yang sederhana namun sarat makna, puisi ini memotret pergulatan batin mereka yang hidup di perantauan, jauh dari akar budaya dan kampung halaman. Berikut pembahasan mengenai puisi ini berdasarkan unsur-unsur seperti tema, bercerita tentang, makna tersirat, suasana dalam puisi, amanat, imaji, dan majas.

Tema

Tema utama puisi Stockholm adalah kerinduan seorang eksil terhadap tanah air dan identitas kulturalnya. Puisi ini menggambarkan perasaan terasing di negeri orang, sekaligus rasa kehilangan atas kampung halaman yang tak bisa lagi dijangkau.

Puisi ini bercerita tentang pengalaman penyair di Stockholm, Swedia, yang menyaksikan pertemuan para eksil Indonesia. Dalam suasana asing, mereka masih membawa identitas Jawa, masih berbicara dengan bahasa ibu, namun tetap dihantui oleh pertanyaan: “mana tanah air, mana buangan, mana pilihan?” Kegamangan itu diperkuat oleh kehadiran anak-anak yang kehilangan kampung serta lagu perjuangan Internasionale yang mengapung di udara pertemuan.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah keterasingan orang-orang Indonesia di pengasingan akibat situasi politik. Penyair tidak sekadar menuliskan kerinduan personal, tetapi juga menggambarkan trauma kolektif: kehilangan rumah, identitas, dan tempat berpijak. Stockholm di sini bukan sekadar nama kota, melainkan simbol ruang transisi antara “tanah asing” dan “tanah air” yang dirindukan.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis dan getir, tetapi juga menyimpan semangat persaudaraan di antara para eksil. Ada haru, ada rindu, dan ada semacam luka yang tetap membekas. Puisi ini menciptakan atmosfer “separuh ada – separuh tiada” ketika penyair melihat wajah kawan-kawan di pengasingan namun tidak lagi menemukan keutuhan identitas mereka.

Amanat / pesan yang disampaikan

Pesan dari puisi ini adalah bahwa identitas dan tanah air tidak bisa terhapus oleh jarak, meski seseorang hidup di negeri asing. Namun pada saat yang sama, puisi ini juga memberi peringatan bahwa keterasingan bisa membuat manusia kehilangan arah jika tidak mampu merawat memori dan kerinduan akan akar budaya.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji yang menggugah, misalnya:
  • “orang-orangnya bermantel tebal berbahasa jawa” → menghadirkan kontras antara iklim asing (mantel tebal) dan identitas asli (bahasa Jawa).
  • “tapak kaki di langit hujan bertanya” → melukiskan kegamangan eksistensial yang abstrak.
  • “anak-anak kehilangan kampung” → imaji kehilangan generasi, terputus dari akar budaya.
Imaji-imaji tersebut menguatkan nuansa keterasingan sekaligus kerinduan yang dalam.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “tapak kaki di langit hujan bertanya” menggambarkan kebingungan dan ketidakpastian.
  • Paradoks: “bermantel tebal berbahasa jawa” memperlihatkan benturan budaya antara iklim Eropa dan identitas Jawa.
  • Personifikasi: “kangen embun meneteskan air” memberikan sifat manusiawi pada embun, memperkuat kesan haru dan rindu.
Puisi "Stockholm" karya Putu Oka Sukanta adalah potret rindu dan keterasingan eksil Indonesia yang hidup jauh dari tanah air. Melalui tema kerinduan, cerita tentang pertemuan para eksil, makna tersirat tentang kehilangan identitas, suasana melankolis, serta imaji dan majas yang kuat, puisi ini menjadi catatan emosional tentang betapa mahalnya arti sebuah tanah air bagi mereka yang tercerabut darinya.

"Puisi Putu Oka Sukanta"
Puisi: Stockholm
Karya: Putu Oka Sukanta
© Sepenuhnya. All rights reserved.