Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Suluk Sampan (Karya Aprinus Salam)

Puisi "Suluk Sampan" karya Aprinus Salam bercerita tentang seorang aku-lirik yang memposisikan dirinya sebagai sampan atau biduk kecil.
Suluk Sampan

Aku ukir diriku hingga mengapung
Bersama nyanyian biduk, aku bergegas
hingga tepi airmu

Tak kan ke mana pantai pergi
Karena ikan-ikan pun tak pernah
menjauh

Aku pun terus mengayuh mencari
pusaran tempat aku berlabuh pada
masa penantian

Menujumu, aku tak perlu layar
Cukuplah bagiku, sebilah kata yang
kau tulis di dinding hatiku

Aku terus berlayar, bersama angina
Yang berhembus hingga ke relung
Terdalam

Analisis Puisi:

Puisi "Suluk Sampan" karya Aprinus Salam merupakan salah satu karya sastra yang sarat simbol dan makna batin. Melalui penggunaan bahasa yang padat imaji dan majas, penyair menghadirkan sebuah perjalanan yang tidak sekadar fisik, melainkan spiritual dan emosional. Dengan menggunakan metafora perjalanan sampan, puisi ini menggugah pembaca untuk merenungi tujuan, kesetiaan, dan keteguhan hati dalam menempuh kehidupan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah perjalanan dan pencarian makna. Penyair menggambarkan proses "mengayuh" dan "berlayar" bukan sekadar untuk sampai di tujuan fisik, tetapi untuk menemukan tempat berlabuh yang bermakna secara batin.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku-lirik yang memposisikan dirinya sebagai sampan atau biduk kecil. Ia mengarungi perjalanan menuju "pantai" yang menjadi lambang tujuan hidup atau cinta. Pantai tersebut tak pernah bergerak, namun sang pelaut terus mengayuh hingga menemukan pusaran tempat berlabuh. Dalam perjalanan itu, ia tidak memerlukan layar—hanya sebuah kata yang tertulis di dinding hati menjadi pemandu.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kesetiaan pada tujuan dan kekuatan cinta atau keyakinan sebagai pemandu hidup. Kata yang "tertulis di dinding hati" dapat dimaknai sebagai janji, kenangan, doa, atau prinsip yang mengarahkan seseorang, bahkan tanpa bantuan navigasi lain. Pantai yang tidak pernah pergi melambangkan sesuatu yang abadi—entah itu Tuhan, cita-cita luhur, atau sosok yang dicintai.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini terasa tenang namun penuh keteguhan. Ada kesan kontemplatif dari biduk yang berlayar dengan iringan nyanyian, serta semangat yang mengalir lembut dari keyakinan untuk terus melaju. Meski perjalanan digambarkan sederhana, aura pengharapan tetap terasa.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil adalah kita harus terus mengayuh dalam hidup, meski tujuan tampak jauh dan tak berubah. Keyakinan yang tertanam di hati akan menjadi panduan melewati gelombang dan angin kehidupan. Kesetiaan dan konsistensi adalah kunci untuk mencapai pelabuhan yang diidamkan.

Imaji

Puisi ini memunculkan imaji visual dan gerak yang kuat:
  • Imaji visual: "pantai", "ikan-ikan", "pusaran", "tepi airmu".
  • Imaji gerak: "mengayuh", "berlayar", "angin yang berhembus".
  • Imaji perasaan: "masa penantian", "kata di dinding hati".

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: "Aku ukir diriku hingga mengapung" menggambarkan pembentukan diri menjadi sampan.
  • Personifikasi: Pantai yang "tak ke mana pergi" memberi sifat manusia pada benda mati.
  • Hiperbola: "Angin yang berhembus hingga ke relung terdalam" memberi kesan mendalam pada sentuhan perasaan.
  • Simbolisme: Sampan, pantai, dan kata di dinding hati melambangkan perjalanan hidup, tujuan, dan pedoman batin.

Aprinus Salam
Puisi: Suluk Sampan
Karya: Aprinus Salam
© Sepenuhnya. All rights reserved.