Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Surat untuk DPR (Karya Lalik Kongkar)

Puisi "Surat untuk DPR" karya Lalik Kongkar bercerita tentang seorang rakyat kecil yang menegaskan integritas dirinya di hadapan para pejabat, ...

Surat untuk DPR


Aku tak akan mengaku
Sekalipun anak seorang menteri
Aku tak akan berpangku
Meski aku dihormati

Sekalipun aku seorang fakir
Namun tiada pernah berpikir
Aku beralih pada takdir
Jika hanya menjadikan kikir

Sampaikan salam seribu janji
Mengumbar harapan tak pasti
Berdalih sepenuh hati
Namun nyatanya nafsu birahi

Semua pakaian atau jabatan ini
Tak lain halnya suatu janji
Bukan untuk ditunggangi
Namun dijalani sepenuh hati


2025

Analisis Puisi:

Puisi "Surat untuk DPR" karya Lalik Kongkar merupakan kritik sosial yang dikemas dalam bahasa sederhana namun penuh sindiran tajam. Dalam karya ini, penyair menyampaikan keresahan terhadap perilaku wakil rakyat yang sering mengumbar janji, hidup dalam kemewahan jabatan, namun melupakan tanggung jawab sejatinya. Melalui gaya puitis yang lugas, puisi ini menghadirkan suara rakyat yang jujur dan penuh keprihatinan.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kritik terhadap moralitas wakil rakyat dan penyalahgunaan jabatan. Lalik Kongkar menyoroti bagaimana janji-janji politik yang seharusnya menyejahterakan rakyat justru berubah menjadi alat untuk mengejar kepentingan pribadi.

Puisi ini bercerita tentang seorang rakyat kecil yang menegaskan integritas dirinya di hadapan para pejabat, khususnya DPR. Ia menyatakan bahwa tidak peduli berasal dari kalangan elit maupun rakyat jelata, yang penting adalah menjaga kejujuran, tidak berpangku tangan, serta tidak menyerah pada kepentingan pribadi. Di sisi lain, penyair menyinggung perilaku wakil rakyat yang hanya pandai berjanji tanpa realisasi nyata.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah ajakan untuk menjalani jabatan dengan penuh tanggung jawab dan tidak memperalat kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Penyair menyinggung bahwa kedudukan atau jabatan sejatinya adalah amanah, bukan kendaraan untuk memuaskan hawa nafsu.

Selain itu, puisi ini menyiratkan suara rakyat yang muak dengan janji-janji kosong. Kritik ini bukan hanya untuk DPR sebagai lembaga, tetapi juga untuk setiap individu yang memiliki kekuasaan agar tidak terjerumus dalam keserakahan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa kritik, tegas, dan penuh sindiran. Ada nada perlawanan moral terhadap mereka yang menyalahgunakan jabatan, sekaligus penegasan sikap penyair yang memilih untuk tetap jujur dan sederhana. Suasana yang dihadirkan lebih ke arah keprihatinan bercampur dengan keberanian menyuarakan kebenaran.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa jabatan harus dijalani dengan sepenuh hati, bukan untuk ditunggangi demi kepentingan pribadi. Penyair mengingatkan bahwa rakyat tidak membutuhkan seribu janji, melainkan bukti nyata. Puisi ini juga mendorong setiap orang, baik pejabat maupun rakyat biasa, untuk tetap menjaga integritas, tidak menyerah pada kemunafikan, dan mengutamakan kepentingan bersama.

Imaji

Beberapa imaji yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Imaji moral: “Aku tak akan mengaku sekalipun anak seorang menteri” yang menggambarkan sikap independen dan tegas.
  • Imaji perasaan: “Sampaikan salam seribu janji, mengumbar harapan tak pasti” menghadirkan gambaran janji-janji manis politisi yang hampa.
  • Imaji simbolik: “Semua pakaian atau jabatan ini tak lain halnya suatu janji” yang memperlihatkan jabatan sebagai simbol tanggung jawab, bukan kemewahan.

Majas

Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:
  • Hiperbola – “Sampaikan salam seribu janji” digunakan untuk menekankan banyaknya janji palsu yang diumbar.
  • Metafora – “Semua pakaian atau jabatan ini tak lain halnya suatu janji” memetaforakan jabatan sebagai janji yang harus ditunaikan, bukan dimanfaatkan.
  • Paradoks – “Sekalipun aku seorang fakir, namun tiada pernah berpikir aku beralih pada takdir jika hanya menjadikan kikir” yang menggambarkan kemiskinan tidak menjadi alasan untuk menyerah pada keburukan moral.
Puisi "Surat untuk DPR" karya Lalik Kongkar adalah potret kritik sosial yang tajam, menggugah, dan tetap relevan dalam konteks politik Indonesia. Dengan tema yang kuat, makna tersirat yang mendalam, suasana yang penuh sindiran, serta penggunaan imaji dan majas yang sederhana namun efektif, puisi ini berhasil menyuarakan keresahan rakyat terhadap para pemegang kekuasaan. Pesan yang ingin disampaikan jelas: jabatan adalah amanah, bukan alat untuk kepentingan pribadi.

Lalik Kongkar
Puisi: Surat untuk DPR
Karya: Lalik Kongkar

Biodata Lalik Kongkar:
  • Lalik Kongkar. Pemerhati Pembangunan Desa, Minat Kajian Politik, Filsafat dan Sastra.
© Sepenuhnya. All rights reserved.