Aku Sih Maklum-Maklum Saja
Kau menipuku
Dalam ketakutanmu kehilangan aku
Aku faham.
Kau mendustaiku
Dalam usahamu menyenangkan aku
Aku faham.
Kau diam
Memandang tanganku merayap di perutmu
Lalu rebah di dadamu
Aku faham.
Kau ingat Soeharto? Jenderal itu?
Ia sekarang jadi presiden Republik kita —
Waktu umur 27 tahun ia sudah letnan kolonel
Merebut kembali kota Jogja dari tangan belanda
Dalam suatu pertempuran malam yang mengasyikkan
Aku mulai tidak memahami diriku;
Seperti kau telah menilaiku
Sebagai satu-satunya orang yang berhak menjamahmu.
Kau dengar apa kata orang tentang kita?
‘Ia bukan lakinya!’
‘Mereka belum kawin di gereja!’
‘Ruh Kudus tidak akan menyertai mereka!’
Aku tidak memahamimu;
Atau agaknya Tuhan sedang main ‘Ci Luk Baa’ denganku
Bagaimanapun aku akan menangkapNya.
Kau ingat Chairil Anwar? Penyair itu?
Yang pernah dituliskan oleh penyair-penyair kita.
Orang bilang sajak-sajaknya adalah sajak terbaik
Ia mati pada umurnya yang ke-27
Kau tersenyum?
Aku faham.
Dan aku terbakar dalam gairah
gemerincing logam biru
yang beradu dalam daging-dagingku.
Wah
Jangan mengaduh
Ini bagianmu, sebagai kata alam.
Jangan menggeliat-geliat
Ini bagianmu, begitu kata orang.
Nah
Nah
Selesai sudah
Aku hampir tak faham.
Betul juga kau
Tuhan sedang main ‘Ci Luk Baa’ dengan kita
Sekarang kita lega
Sedikit kecewa
Biru yang makin samar
Keluh yang tiada terdengar:
Dosa Dosa Dosa
Apa itu ya?
Neraka Neraka Neraka
Wah?
Yah. Baiklah
Kuakui sekarang
Umur 27 aku belum apa?
Sekaligus bertanya:
Lalu bagaimana?
Sumber: Horison (Maret, 1972)
Analisis Puisi:
Puisi "Aku Sih Maklum-Maklum Saja" karya Darmanto Jatman adalah sebuah karya yang penuh dengan kompleksitas emosi dan pertanyaan tentang hubungan manusia, agama, dan identitas diri.
Penggambaran Ketidakmengertian dan Kehilangan Identitas: Penyair menggambarkan suasana ketidakmengertian dan kebingungan dalam hubungan antara dua individu. Ada elemen penipuan, kehilangan identitas, dan pertanyaan yang tidak terjawab tentang posisi mereka dalam hubungan dan pandangan masyarakat.
Referensi Sejarah dan Budaya: Penyair menyisipkan referensi sejarah dan budaya, seperti Soeharto dan Chairil Anwar, untuk menambah kedalaman puisi. Penggunaan referensi ini memberikan dimensi tambahan pada pemahaman tentang kebingungan dan konflik internal yang dialami penyair.
Ketidakpastian dan Pertanyaan Spiritual: Ada tema ketidakpastian dan pertanyaan spiritual yang muncul dalam puisi ini. Penyair merenungkan hubungan dengan Tuhan, dosa, dan konsekuensi akibat tindakan manusia. Pertanyaan-pertanyaan ini menyoroti konflik batin dan kegelisahan yang dialami oleh penyair.
Penggunaan Bahasa dan Gaya: Penyair menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam untuk menyampaikan emosi dan pemikirannya. Gaya penulisan yang eksperimental dengan pengulangan frasa "Aku faham" memberikan kesan reflektif dan intensitas emosional yang mendalam.
Kesimpulan dan Penerimaan: Puisi ini berakhir dengan pengakuan dan penerimaan atas keadaan yang ada. Penyair menerima bahwa ada ketidakmengertian yang tak terelakkan dalam kehidupan dan kebingungan yang melekat pada eksistensi manusia. Namun, meskipun demikian, ada juga nuansa harapan dan penyesalan yang tergambar dalam kesimpulan puisi.
Secara keseluruhan, puisi "Aku Sih Maklum-Maklum Saja" adalah sebuah puisi yang kompleks dan mendalam, menggali konflik emosional, spiritual, dan identitas dalam hubungan manusia. Darmanto Jatman dengan mahir menggambarkan ketidakpastian dan kebingungan manusia melalui bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam.